Hanya Selang 1 Jam, Kakak Adik Ditemukan Meninggal Saat Jalani Isolasi Mandiri Covid-19 di Rumah
Keduanya bersama lima anggota keluarga lainnya diketahui hasilnya positif dan menjalani isolasi mandiri,
TRIBUNPEKANBARU.COM - Kakak dan adik ditemukan meninggal dunia saat menjalani osomasi mandiri Covid-19 di rumah mereka.
Keduanya masing-masing A (51) dan Y (45), warga Kampung Cipapagan, Kelurahan Sirnagalih Kecamatan Indihiang, Kota Tasikmalaya.
A dan Y meninggal dunia berselang satu jam pada Sabtu (3/7/2021).
Awalnya sang adik yang berjenis kelamin laki-laki meninggal sekitar pukul 14.00.
"Kemudian menyusul kakak perempuannya sekitar pukul 15.00," kata Ketua RW setempat, Edi Junaedi.
Kedua jenazah baru dievakuasi dan kemudian diurus sebagaimana mestinya dengan protap Covid-19 malam harinya.
Edi mengungkapkan, sekitar satu minggu lalu keluarga tersebut menjalani swab test PCR hasil tracing.
Baca juga: Bagi yang Isolasi Mandiri Wajib Tahu, Ini Cara Pengobatan Pasien Covid-19 Sesuai Gejala dan Varian
Baca juga: WHO: Dunia Dalam Bahaya, Virus Corona Delta Menyebar ke 98 Negara
Baca juga: Diduga Kabur dari UGD RS Malam Hari, Pria Ditemukan Meninggal di Selokan, Ternyata Positif Covid-19
"Keduanya bersama lima anggota keluarga lainnya diketahui hasilnya positif dan menjalani isolasi mandiri," kata Edi.
Namun karena diduga kurang perawatan, kondisi kesehatan keduanya terus menurun.
Warga kemudian melaporkan kondisi keduanya ke kantor pemerintahan setempat, tapi tak ada tindak lanjut.
"Kedua warga kakak beradik ini akhirnya meninggal dunia. Saya akhirnya lapor ke anggota DPRD Kota dan akhirnya datang petugas BPBD melakukan evakuasi," ujar Edi.
Lima anggota keluarga lainnya yang juga positif akhirnya dibawa ke RSU dr Soekardjo untuk mendapat perawatan.
Panduan Isolasi Mandiri bagi Pasien Covid-19
Ketua Satgas Penanganan Covid-19 Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Zubairi Djoerban menjelaskan panduan isolasi mandiri (Isoman) pada pasien Covid-19.
Ia mengatakan, isoman di rumah bisa dilakukan oleh pasien Covid-19 tanpa gejala (OTG) hingga bergejala ringan.
Namun, cara menentukan pasien bisa menjalani isoman, haruslah objektif. Harus dengan pertimbangan dokter.
Sebab, kata Zubairi, masih ada beberapa pasien Covid-19 dengan gejala, yang mendiagnosa sendiri sebagai OTG.
Padahal, hanya tenaga medis yang berhak mendiagnosa pasien Covid-19 untuk menjalani isoman atau perawatan.
"Sebagian besar orang dengan dejala masih ngerasa tanpa gejala, seperti cuman batuk dikit, cuman sesek dikit."
"Ini yang harus objektif," kata Zubairi dikutip Tribunnews.com dari tayangan YouTube Kompas TV, Sabtu (3/7/2021).
"Kalau benar tanpa gejala, gejala ringan, ya masih bisa jalan, masih bisa aktif di rumah," tambahnya.
Zubairi menganjurkan kelompok pasien Covid-19 OTG dan bergejala ringan, untuk melakukan rontgen paru-paru.
Hal itu dilakukan untuk menemukan apakah ada pneumonia atau tidak.
Pasalnya, kata Zubairi, beberapa kasus muncul dimana pasien OTG ternyata memilik pneumoni.
"Tanpa gejala sekali ada pneumoni, maka harus rawat. Kalau tempat (RS) penuh, perlu obat tambahan," ujarnya.
Selain itu, Zubairi menjelaskan, ketika pasien isoman tersebut mengalami gejala, dapat segera menghubungi tim medis.
"Kalau ada panas, ada gejala pernapasan, mendadak batuk-batuk yang lama, sesak nafas."
"Waktunya segara hubungi tim medis," jelas Zubairi.
Ia menerangkan pula pentingnya memiliki kontak tim medis, baik itu RS rujukan atau IGD Covid-19.
( Tribunpekanbaru.com / Tribunnnews/ TribunJabar)
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/pekanbaru/foto/bank/originals/kakak-beradik-yang-meninggal-akibat-covid-19.jpg)