Pemko Pekanbaru
Super Hub Pemko Pekanbaru

FAKTA di Balik Kematian Balita 4 Tahun di Meranti Riau, Tubuh Penuh Luka Sering Dipukul dan Disiksa

Meninggalnya balita yang berumur lebih kurang 4 tahun di Kecamatan Rangsang, Kepulauan Meranti Riau diduga disiksa orangtua asuh.

Penulis: Teddy Tarigan | Editor: Nurul Qomariah
Ist
Pembongkaran makam balita ES di Kepulauan Meranti yang diduga jadi korban penyiksaan orangtua asuhnya hingga meninggal dunia. 

TRIBUNPEKANBARU.COM, SELATPANJANG - Balita yang berumur lebih kurang 4 tahun di Kecamatan Rangsang, Kepulauan Meranti meninggal dunia dengan tragis, diduga disiksa orangtua asuh.

Dari sejumlah foto yang beredar, terlihat sejumlah bekas luka di sekujur tubuhnya.

Untuk memastikan penyebab kematiannya, polisi pun melakukan pembongkaran makam bayi yang sudah dikuburkan selama dua hari itu untuk dilakukan autopsi.

Saat ini pelaku penganiayaan yang menyebabkan korban meninggal dunia itu mengarah kepada orang tua asuhnya yang kini telah ditetapkan sebagai tersangka.

Berikut fakta-fakta yang berhasil dirangkum Tribunpekanbaru.com terkait kematian balita itu:

1. Dilaporkan Dinas Sosial

Adapun kasus dugaan penganiayaan balita itu dilaporkan oleh Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (Dinsos - P3AP2KB) melalui UPTD PPA Kepulauan Meranti.

Kepala UPTD PPA Kepulauan Meranti, Suprapti yang ditemui di ruangannya, Senin (16/8/2021) menceritakan kronologi sampai ditetapkannya tersangka seorang wanita berinisial RN (41).

2. Tahu dari Kiriman Foto

Diceritakan Suprapti, awalnya dirinya mendapatkan kiriman foto dari warga Tanjung Samak yang dikirimkan melalui stafnya.

Setelah melihat ada beberapa kejanggalan pada tubuh sang balita, Suprapti menduga ada yang tidak wajar dari penyebab kematiannya.

Lalu setelah itu ia pun melakukan koordinasi ke unit PPA Polres Kepulauan Meranti untuk selanjutnya membuat laporan terkait hal itu.

"Awalnya saya mendapatkan kiriman foto dari warga Tanjung Samak yang dikirimkan melalui staf lalu meneruskan ke saya dan langsung kita tidak lanjuti," paparnya.

" Karena ini berkaitan dengan perlindungan anak, bagaimana pun kita harus tanggap dan mencari tahu apa penyebabnya," imbuhnya.

Suprapti curiga ada yang tak lazim dengan kematian balita itu.

" Saya melihat ada kejanggalan di foto itu apalagi kondisinya sudah meninggal pula dan dikebumikan. Setelah saya koordinasi dengan unit PPA Polres dan kita juga mitra ternyata memang belum ada laporan," urainya.

"Padahal siapa saja bisa membuat laporan karena ini bukan delik aduan, melainkan pidana murni. Makanya kita sebagai instansi terkait hal itu membuat laporannya," ungkap Suprapti.

Setelah membuat laporan ke pihak kepolisian, keesokan harinya dikatakan Suprapti pihaknya langsung turun ke lapangan guna melakukan peninjauan kasus.

"Kita langsung turun ke lapangan untuk melihat tempatnya dan melakukan peninjauan kasus," ujarnya.

" Setelah itu berdasarkan perintah Kasat Reskrim, kami bersama pihak kepolisian membawa tersangka bersama tiga orang lainnya, di antaranya paman, tukang urut dan suaminya," lanjut Suprapti.

3. Tukang Urut Jadi Saksi

Tukang urut jadi saksi karena dialah orang yang mendapati kondisi korban dalam keadaan kritis.

Suprapti mengungkapkan, orangtua asuh sang balita membawanya ke tukang urut saat kondisi korban sudah kritis.

"Waktu itu kondisi korban sudah kritis dan dalam keadaan sesak nafas dan perutnya kembung," ujar Suprapti.

" Oleh orang tua asuhnya dibawa ke tukang urut, sesampainya disana ia diurut pelan-pelan menggunakan minyak, namun semakin lama kondisi balita itu sudah lemah dan nafasnya pun sudah satu per satu dan seketika denyut nadinya berhenti berdetak dan meninggal dunia," ungkap Suprapti.

4. Asal Usul Sang Balita

Bagaimana sang balita bisa sampai diasuh orang lain? Di mana orangtua kandungnya?

Begini asal usulnya. Pada tahun 2010, warga Rangsang bernama Arin yang menetap diMmalaysia, iba melihat seorang perempuan muda terlunta-lunta dan menangis di pinggir jalan tepatnya di Johor Baharu, Malaysia.

Wanita muda itu ditanya Arin mengaku bernama Ami, dia menangis karena diusir orangtua angkatnya.

Merasa kasihan, gadis belasan tahun itu kemudian dibawa Arin ke rumahnya untuk tinggal bersamanya dan dijadikan anak angkat.

Berselang enam tahun lamanya, pada tahun 2016, Ami yang sudah dewasa berkeinginan untuk bekerja.

Namun, tanpa pamit, suatu hari tanpa ada sebab Ami kabur dari rumah.

Keluarganya sudah berusaha mencari tapi tidak ditemukan.

Setelah dua tahun menghilang tanpa kabar, tiba-tiba Ami ke rumah orang tua angkatnyadengan membawa seorang anak yang waktu itu berumur satu tahun.

Ketika ditanyakan, Ami hanya bisa menangis, persis ketika pertama kalinya ia ditemukan di tepi jalan.

Arin berkesimpulan bahwa anak Ami itu tidak mempunyai ayah.

Ami berencana untuk menyekolahkan anaknya itu, namun karena tidak memiliki dokumen dipastikan anaknya sulit untuk mengenyam pendidikan di Negeri Jiran itu.

Lalu dia pun membawa anak itu ke Rangsang tepatnya di rumah orangtuanya Arin yang bernama Rafidah.

Setelah beberapa lama, Ami yang ingin mencukupi kebutuhannya ingin kembali bekerja dan pergi ke Malaysia.

Namun karena tidak ada yang menjaga, anaknya itu dititipkan ke Tanjung Balai Karimun tepatnya di rumah saudaranya Arin yang bernama Erna.

5. Diminta Pelaku

Sementara itu, pelaku yang suaminya masih ada hubungan keluarga dengan ibunya Arin meminta balita itu.

Dia berkeinginan untuk mengasuhnya, padahal waktu itu dia sudah memiliki 4 anak.

Diceritakan Suprapti, pelaku menghubungi ibu Arin ingin mengasuh sang balita. Sempat ditolak karena ibu Arin tak bisa memberikan gaji, tapi pelaku tetap memaksa.

"Waktu itu tersangka menelepon ibunya Arin, ingin mengasuh balita itu. Sempat ditolak karena ibunya Arin tidak bisa membayar gaji, namun tersangka RN tetap ingin mengasuhnya," kata Suprapti.

6. Tiap Bulan Dikirim Uang dari Malaysia

Tepatnya Februari 2021, setelah adanya kesepakatan, akhirnya balita tersebut dibawa ke Rangsang untuk diasuh oleh pelaku.

Pelaku pun digaji oleh Arin selama mengasuh sang balita.

Arin mengirimi uang setiap bulan kepada tersangka sebesar Rp500 ribu setiap bulan, di luar biaya lainnya, jika ditital nominalnya mencapai jutaan rupiah.

"Kami tanyakan kepada tetangganya, waktu itu kondisi balita masih sehat dan cantik, setiap sore ia dibawa berkeliling jalan-jalan, dan rambutnya pun tampak diikat dengan pita dan kondisinya sangat terawat," ungkap Suprapti.

7. Sering Dipukul

Namun, setelah 2 minggu di dalam pengasuhan tersangka, kondisi berubah.

Balita tersebut tidak lagi dibawa jalan-jalan dan rumahnya pun sering ditutup.

"Kalau pun keluar, itu ketika ada rapat PKH anak itu pun dipakaikan jilbab dan hanya muka saja yang kelihatan. Anak itu diajak pergi karena di rumah tidak ada yang jaga," ujar Suprapti.

" Setelah itu anak itu pun dikurung di rumah, saya tanyakan sama teman sebayanya pun memang tidak pernah keluar bermain," imbuhnya.

Ternyata sang balita sering disiksa oleh tersangka.

" Menurut keterangan tetangga anak ini sering dipukuli, namun ketika menangis tidak ada yang dengar karena musik dibunyikan dengan keras," ujar Suprapti.

Ditambahkan, hubungan sosial tersangka dengan tetangga pun kurang harmonis karena sering bertengkar dan sering pula dimediasi oleh ketua RT.

Dikatakan Suprapti, dari pengakuan suaminya juga sering melihat balita tersebut dipukul menggunakan sapu.

8. Bersifat Kasar

Anak-anak tersangka pun enggan tinggal bersama ibunya, karena sikapnya yang kasar dan sering memukul.

"Suaminya kerja di pelabuhan, dari pagi sore baru tiba di rumah, namun suaminya sering melihat balita itu menangis," ujar Suprapti.

Saat ditanya oleh suami pelaku, sang balita mengaku dia memang dipukuli oleh Oma (panggilan korban pada pelaku).

" Akibatnya tak jarang suami memarahi tersangka dan mereka pun kerap cekcok mulut. Suaminya pun bertanya kenapa sering memukuli, tersangka pun beralasan dirinya kesal balita itu sering buang air di lantai," ucap Suprapti.

Terkait adanya bekas luka di sekujur tubuh korban tersebut, dikatakan Suprapti bahwa tersangka mengatakan jika korban sering jatuh dan jarang juga dia sering mencakar.

"Tersangka mengatakan jika korban sering jatuh makanya ada bekas luka dan luka itu pun sering digaruknya. Namun dia juga mengakui jika sering mencubit anak asuhnya itu, makanya ada bekas cakaran kuku di kulit balita itu," ungkapnya.

Dari keterangan suaminya kepada polisi, bahwa dia tidak akan berbohong dan mengatakan yang sebenarnya yang terjadi.

Suami pelaku sangat kooperatif dan sanggup memberikan kesaksian kepada polisi dan tidak akan berbohong terhadap apa yang sebenarnya terjadi.

"Arin yang berada di Malaysia meminta kepada pelaku untuk dihukum dengan seberat-beratnya," kata Suprapti.

9. Hanya Dieksploitasi

Terakhir Suprapti menyampaikan bahwa kasus tersebut merupakan akibat dari mengasuh anak yang dianggap tidak resmi atau ilegal.

"Kami mengimbau agar masyarakat yang ingin mengasuh anak untuk melaporkan ke dinas terkait dan idealnya seperti itu,' ucapnya.

"Kasus tersebut adalah contoh pengasuh yang tidak legal, makanya terjadilah penganiayaan dan eksploitasi anak karena hanya ingin mendapatkan uang," imbuh Suprapti.

Kasus anak di Kabupaten Kepulauan Meranti sangat menonjol.

Dibeberkan Suprapti, ahwa pada tahun 2020 terdapat 52 kasus, diantaranya 48 kasus anak dan 4 kasus perempuan.

Sementara di tahun 2021 dari 34 Kasus 32 kasus anak dan dua kasus perempuan.

( Tribunpekanbaru.com / Teddy Tarigan )

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved