Pemko Pekanbaru
Super Hub Pemko Pekanbaru

Ini Sosok Wanita yang Berani Wawancarai Pejabat Taliban, Begini Nasibnya Usai Kabur dari Afganistan

Usai wawancarai pejabat Taliban, wanita ini kemudian memilih kabur dari afganistan. Ternyata beginilah nasibnya kini dalam pengungsiaannya

Editor: Budi Rahmat
Gambar oleh Amber Clay dari Pixabay
Gadis Afganistan 

TRIBUNPEKANBARU.COM- Inilah sosok perempuan pertama yang sempat melakukan wawancara dengan penajabt Taliban.

Setelah aksi tersebut ia kemudian melarikan diri dari Afganistan karena khawatir dengan kebijakan Taliban.

Siapa sangka, ternyata wawancaranya tersebut memiliki arti yang luar biasa bagi perempuan ini.

Ia bahkan bisa menceritakan bagaimana wawancara tersebut terjadi disaaat ia diliputi kekhawatiran pandangan orang Taliban pada wanita.

Namun setelah ia melarikan diri, beginilah nasibnya kini.

Baca juga: Singa Lembah Panjshir Siap Perang dengan Taliban, Begini Kekuatan Mereka

Baca juga: TalibanTak Berdaya, Hanya Mampu Mengepung, Ujung-ujungnya Ajak Pasukan Khusus Afganistan Berunding

Ia sekarang dilaporkan berada di Doha, Qatar tempat ia kemudian menyelamatkan diri.

Seperti dikutip dari Kompas,.com, penyiar televisi Afghanistan Beheshta Arghand, yang mewawancarai seorang pejabat Taliban secara langsung setelah jatuhnya Kabul, dikabarkan melarikan diri ke Qatar.

Dia menceritakan bagaimana para militan mendorong para perempuan keluar dari jurnalisme.

"Taliban tidak menerima wanita. Ketika sekelompok orang tidak menerima Anda sebagai manusia, mereka memiliki gambaran di benak mereka tentang Anda, itu sangat sulit,” kata Arghand, dilansir Guardian.

Wawancara Arghand adalah kudeta propaganda untuk Taliban yang menjadi berita utama di seluruh dunia.

Para militan bertujuan untuk menunjukkan wajah yang lebih moderat karena mereka berjanji untuk menghormati hak-hak perempuan.

Pejuang Taliban berpatroli di sebuah jalan di Kabul pada 29 Agustus 2021, ketika ancaman bom bunuh diri menggantung di atas fase terakhir operasi pengangkutan udara militer AS dari Kabul, dengan Presiden Joe Biden memperingatkan serangan lain sangat mungkin terjadi sebelum evakuasi berakhir.
Pejuang Taliban berpatroli di sebuah jalan di Kabul pada 29 Agustus 2021, ketika ancaman bom bunuh diri menggantung di atas fase terakhir operasi pengangkutan udara militer AS dari Kabul, dengan Presiden Joe Biden memperingatkan serangan lain sangat mungkin terjadi sebelum evakuasi berakhir. (Aamir QURESHI / AFP)

Tapi Arghand telah menceritakan bagaimana di luar kamera, hal itu segera runtuh, sekitar seminggu sebelum hidupnya berubah menjadi mimpi buruk.

Taliban memerintahkan majikannya, Tolo News, untuk membuat semua wanita mengenakan jilbab--menutupi kepala mereka dengan rapat tetapi membiarkan wajahnya terbuka.

Taliban juga menangguhkan jangkar wanita di stasiun lain.

Baca juga: Perkuat Diplomasi, BIN Menyusup ke Taliban di Afghanistan

Dia mengatakan kelompok itu meminta media lokal untuk berhenti berbicara tentang pengambilalihan dan kekuasaan mereka.

“Bila Anda tidak dapat mengajukan pertanyaan yang mudah, bagaimana Anda bisa menjadi seorang jurnalis?” ujarnya.

Banyak rekan-rekannya telah meninggalkan negara itu meskipun Taliban menjamin bahwa kebebasan media meningkat setiap hari.

Taliban juga menyebut bahwa perempuan akan memiliki akses ke pendidikan dan pekerjaan.

Namun Arghand, segera menyusul, bersama ibu, saudara perempuan dan saudara laki-lakinya kabur dari Afghanistan.

Mereka bergabung dengan puluhan ribu orang asing dan warga negara Afghanistan yang mengambil bagian dalam evakuasi kacau yang dipimpin AS.

“Saya menelepon Malala Yousafzai dan bertanya apakah dia bisa melakukan sesuatu untuk saya,” katanya.

Yousafzai, yang telah dia wawancarai, membantu memasukkannya ke dalam daftar pengungsi Qatar.

Pemenang Nobel ini selamat ditembak oleh seorang pria bersenjata Taliban Pakistan pada 2012 karena kampanyenya untuk pendidikan perempuan dan anak perempuan.

Arghand ingat bagaimana dia menyesuaikan jilbabnya agar terlihat lebih tradisional ketika seorang pejabat Taliban muncul tanpa diundang, di studionya.

Dia meminta untuk diwawancarai. Itu terjadi hanya dua hari setelah kelompok Islam mengambil alih Kabul.

“Saya melihat mereka datang. Saya kaget, saya kehilangan kendali. Saya berkata pada diri sendiri bahwa mungkin mereka datang untuk bertanya mengapa saya datang ke studio," ujar Arghand.

Baca juga: Islamofobia Di India Meningkat Pasca Taliban Kuasai Afghanistan, Nasib Muslim Semakin Nelangsa

“Untungnya saya selalu mengenakan pakaian panjang di studio karena kami memiliki orang yang berbeda dengan pikiran yang berbeda,” kata wanita berusia 23 tahun itu kepada Reuters di Doha, tempat dia tinggal sejak melarikan diri dari Afganistan pada 24 Agustus.

Dia melihat ke bawah ke tubuhnya untuk memastikan bahwa tidak ada bagian lain yang terlihat dan mulai melontarkan pertanyaannya.

Arghand menjadi jurnalis wanita Afghanistan pertama yang menanyai anggota kelompok garis keras itu.

Menengok ke belakang, Arghand menyadari betapa dirinya mencintai negaranya dan profesi yang dia pilih daripada keberatan keluarganya.

“Ketika saya duduk di pesawat, saya berkata pada diri sendiri bahwa sekarang saya sudah tidak punya apa-apa,” katanya.

(Tribunpekanbaru.com)

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved