Pemko Pekanbaru
Super Hub Pemko Pekanbaru

Pilpres 2024

Temukan Bukti Kejanggalan Pendaftaran Gugatan Batas Usia Capres Cawapres, MKMK Kantongi CCTV

Sejumlah bukti yang menguatkan berbagai kejanggalan pendaftaran gugatan batas usia Capres dan Cawapres terungkap.

Editor: Ilham Yafiz
Tribunnews.com/Ibriza Fasti Ifhami
Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie, 

TRIBUNPEKANBARU.COM - Sejumlah bukti yang menguatkan berbagai kejanggalan pendaftaran gugatan batas usia Capres dan Cawapres terungkap.

Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) menemukan bukti tersebut. Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie membeberkannya.

Jimly Asshiddiqie mengatakan sudah memperoleh bukti rekaman CCTV tentang kejanggalan pendaftaran gugatan batas capres dan cawapres pada perkara nomor 90/PUU-XXI/2023.

Menurut Jimly gugatan tersebut pernah ditarik, tetapi kemudian penarikannya dibatalkan.

Jimly menyebut pihaknya akan memeriksa apakah ada kesalahan.

"(Bukti yang dikantongi) CCTV yang berkaitan dengan penarikan permohonan dan pencabutan dan kemudian diajukan lagi. Kita periksa salahnya di mana, belum tentu salah juga," kata Jimly kepada awak media hari Rabu, (1/11/2023), dikutip dari Kompas.com.

Di samping itu, Jimly sebelumnya juga memastikan akan melakukan pemeriksaan terhadap panitera perihal kejanggalan itu.

Pemeriksaan itu direncakan dilakukan pada hari Jumat, (3/11/2023).

Dilansir Tribunnews, kejanggalan penarikan penarikan dan pendaftaran ulang berkas perkara dengan pemohon Almas Tsaqibbirru tersebut pernah disinggung oleh hakim konstitusi Arief Hidayat lewat pendapat berbeda (dissenting opinion) dalam putusan yang sama.

Dalam pendapatnya itu Arief mengatakan kepaniteraan MK menerima surat penarikan gugatan yang dikirim kuasa hukum Almas pada hari Jumat, (29/9/2023). Surat tersebut bertanggal 26 September 2023.

Akan tetapi, pada hari Sabtu, (30/9/2023), MK menerima surat baru dari kuasa hukum Almas bertanggal 29 September 2023.

Surat itu berisi pembatalan surat pencabutan gugatan yang sudah mereka serahkan kepada MK sehari sebelumnya.

MK diminta oleh Almas dkk. untuk tetap memeriksa dan memutus perkara itu.

Kemudian, MK mengadakan sidang pada hari Selasa, (3/10/2023), guna mengonfirmasi pencabutan dan pembatalan pencabutan gugatan tersebut.

Kuasa hukum menyebut surat pembatalan penarikan gugatan itu diterima pada Sabtu malam, (30/9/2023), oleh Dani yang menjadi petugas keamanan MK.

Akan tetapi, menurut penelusuran Arief dengan mengacu kepada Tanda Terima Berkas Perkara Sementara (TTBPS) yang dicatat oleh MK, surat tersebut baru diterima hari Senin, (2/10/2023), pukul 12.04 WIB.

Di samping itu, Arief mengatakan pegawai MK yang menerima surat itu bukan Dani. Arief mengatakan pegawai MK yang namanya tercantum dalam TTBPS ialah Safrizal.

Dia juga heran lantaran kepaniteraan MK meregistrasi surat itu pada hari Sabtu (30/9/2023) atau hari libur, bukan pada hari Senin (2/10/2023) seperti yang tercantum dalam TTBPS.

Menurut Arief pemohon telah mempermainkan kehormatan MK. Pemohon juga dituding tidak serius dalam mengajukan gugatan.

Arief menyebut pemohon seharusnya tidak bisa mengajukan kembali gugatan yang telah mereka cabut.

Hal seperti itu diatur dalam Pasal 75 ayat (1) huruf b dan ayat (3) huruf c pada Peraturan MK Nomor 2 Tahun 2021 yang mengatur tata beracara dalam perkara pengujian undang-undang.

Sementara itu, MK dinilai semestinya menolak surat pembatalan penarikan perkara dan tidak memeriksa, terlebih lagi mengabulkan permohonan.


Masuk akal untuk dibatalkan

Jimly menyebut putusan MK tentang batas usia capres dan cawapres masuk akal untuk dibatalkan.

Hal ini disampaikannya dalam sidang pemeriksaan etik hakim MK yang digelar di Gedung MK, Jakarta Pusat, Rabu, (1/11/2023).

Pendapat Jimly itu mengacu kepada UU Nomor 48 Tahun 2009 tentang UU Kehakiman.

"Jadi setelah kami diskusikan, itu masuk akal, ada gunanya. Kan, permintaannya supaya putusan MK itu dibatalkan, gitu lho dengan merujuk kepada UU Kekuasaan Kehakiman (pasal) 17 yang ayat 7-nya," kata Jimlu dikutip dari Kompas TV.

Sebagai informasi, Pasal 17 ayat 3 dan 4 UU Nomor 48 Tahun 2009 dijelaskan bahwa ketua majelis hingga panitera wajib mengundurkan diri dari persidangan jika memiliki hubungan keluarga atau hubungan suami istri meski sudah bercerai.


( Tribunpekanbaru.com )

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved