Pemko Pekanbaru
Super Hub Pemko Pekanbaru

Ramadhan 2024

Bolehkan Wanita yang Ceramah Ramadhan Gantikan Ustadz ? Begini Penjelasannya

Ceramah agama atau ceramah Ramadhan biasanya diisi oleh ustadz atau penceramah laki-laki . bagaimana jika yang ceramah itu wanita

Editor: Budi Rahmat
Pixabay
Bolehkan wabnita ceramah Ramadhan 

TRIBUNPEKANBARU.COM - Apakah boleh yang memberikan ceramah saat Ramadhan adalah wanita . Aada pertanyaan yang menarik terkait dengan sosok yang harusnya memberikan ceramah agama atau santapan rohani ramadhan .

Umumnya memang adalah laki-laki yang tampil didepan memberikan pemaparan ceramah agama . Dan tentu saja susunan yang sudah diatur .

Dan tentu saja itu hal biasa sebelum memasuki ibadah Sholawat tarawih . Penceramah yang tampil biasanya memang adalah laki-laki .

Nah , bagaimana dengan pertanyaan apakah boleh wanita yang ceramah ramadhan .

Seperti dinukil dari tulisan Dr Muhammad Wardah , M Ag tentang Tuntutnan Amaliah Ramadhan ( tanya Jawab Seputar Masalah-masalah Fikih di Bulan Puasa )

Menanggapi pertanyaan diatas mengenai hukum wanita berceramah dan dakwah. Maka menurut alBustaniy, perkataan dakwah adalah perkataan Arab “da’a” yang pada asalnya berarti seruan, panggilan, jemputan atau undangan. Manakala dari segi istilah pula, para ulama’ telah mengemukakan beberapa definisi.

Menurut Ghalwasy, perkataan dakwah mempunyai dua pengertian, yaitu agama Islam dan
kegiatan menyebarkan agama Islam.

Lalu menurut Syeikh Prof. Dr. Abdul Karim Zaidan pula menyatakan bahwa dakwah ialah panggilan atau seruan ke jalan Allah Ta’ala, yaitu agama Islam, agama yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW.

Maka dapat disimpulkan bahwa dakwah ialah seruan untuk melakukan kebaikan dan menjauhi
keburukan ke arah mendapat petunjuk Allah Ta’ala dalam kehidupan seharian.

Menurut Al-Ghazali,dakwah adalah satu program yang lengkap, merangkum semua ilmu pengetahuan yang diperlukan oleh manusia untuk menjelaskan tujuan dan maslahat hidup.

Dakwah adalah tugas utama para rasul dan mereka ini diutuskan oleh Allah Ta’ala untuk menyampaikan risalah dakwah kepada seluruh alam.

Sebagaimana Firman Allah Ta’ala Maksudnya: “Hai nabi, sesungguhnya kami mengutusmu untuk
menjadi saksi, dan pembawa kabar gembira dan pemberi peringatan dan untuk menjadi penyeru
kepada agama Allah dengan izinNya dan untuk menjadi cahaya yang menerangi”.( QS. al-Ahzab:
45-46) Maka dapat disimpulkan bahwa, pendakwah ialah orang yang menyeru manusia ke jalan Allah Ta’ala dengan menyuruh manusia melakukan perkaraperkara yang ma’ruf dan menjauhi perkara-perkara yang mungkar.

Kami berpendapat bahwa pendakwah wanita diperbolehkan dengan alasan bahwa suara wanita
menurut Imam Syafi’i bukan merupakan suatu aurat yang perlu ditutupi.
Pendapat yang kuat dalam madzhab syafi’i menyatakan bahwa suara wanita bukanlah aurat, karena istri-istri Nabi sendiri biasa meriwayatkan hadits kepada para lelaki, selain itu, dizaman nabi ketika ada seorang wanita meminta penjelasan tentang persoalan agama, para wanita menyampaikannya langsung pada Nabi, seperti dikisahkan dalam satu hadits, sebagai
berikut :

”Dari ‘Aisyah berkata : Hindun bintu ‘Utbah yakni stri Abu Sufyan datang menemui Rasulullah saw lalu dia berkata : wahai Rasulullah, sungguh Abu Sufyan itu adalah laki-laki yang pelit (bakhil), dia tidak memberi nafkah kepada saya yang mencukupi kebutuhan saya maupun anak saya kecuali jika aya mengambil dari harta dia tanpa sepengetahuannya.

Apakah perbuatan saya itu dosa? Maka Rasulullah saw menjawab : ambillah olehmu dari harta
dia secukupnya hingga akan dapat memenuhi kebutuhan dirimu dan anakmu.” (Shohih Muslim,
no.1714) Dengan adanya hadits diatas, jumhur ulama sepakat bahwa suara wanita itu bukan aurat.

Sehingga laki-laki asing yang bukan mahramnya boleh mendengar suara seorang wanita dewasa. Sehingga mendengar wanita berbicara atau bersuara, tidaklah termasuk hal
yang terlarang dalam Islam.

Di antara dalil bahwa suara wanita bukan aurat adalah bahwa para istri Nabi berbicara langsung dengan para shahabat, tanpa menggunakan perantara mahram atau juga tidak dengan tulisan.Ketika ibunda mukminin Aisyah radhiyallahu ‘anha meriwayatkan hadist dari

Rasulullah SAW, beliau tidak menuliskannya di dalam sebuah makalah atau buku, melainkan beliau berbicara langsung kepada para shahabat Rasulullah SAW.

Padahal beliau termasuk perawi hadits yang sangat produktif, sehingga bisa kita bayangkan bahwa sosok beliau adalah seorang guru atau dosen agama wanita yang banyak berceramah atau memberi kuliah di depan para shahabat lainnya. Bahkan hampir semua hadits tentang fiqih wanita, didapat oleh para shahabat dari kuliah-kuliah yang disampaikan oleh Aisyah Radiyallahu `Anha.

Semua ini menunjukkan bahwa tidak ada larangan dalam syariah untuk mendengar suara wanita. Sebab kalau suara wanita dikatakan sebagai aurat, seharusnya kita tidak akan pernah menemukan hadits yang diriwayatkan oleh Aisyah dan ummahatul mukminin
lainnnya.

Namun kenyataannya, hadits-hadits yang diriwayatkan oleh istri-istri nabi SAW sangat banyak
menghiasi kitab-kitab hadits. Demikian juga klta ketahui bahwa Rasulullah SAW berbicara langsung juga dengan para wanita shahabiyah, juga tidak menggunakan perantaraan atau
pun tulisan.

Bahkan ketika Rasulullah SAW berbai’at, beliau berbicara dengan para wanita secara langsung.
Tidak lewat surat atau tulisan sebagaimana yang sering kita lihat di zaman sekarang ini.
Tentunya kita ingat bahwa Rasulullah SAW punya satu hari khusus untuk mengajarkan para wanita ilmu-ilmu agama.

Dan pengajaran ini diberikan langsung oleh Rasulullah SAW tanpa perantaraan para istrinya. Beliau berbicara dan berdialog secara langsung dengan para wanita.

Maka dengan demikian, tidak ada alasan untuk melarang wanita bersuara di depan orang laki-laki, karena suara mereka bukan termasuk aurat. Dan hal ini sudah sampai kepada suara mayoritas dari nyaris hampir semua ulama.

Boleh dikatakan bahwa jumhur ulama sepakat mengatakan bahwa suara seorang wanita pada dasarnya bukan aurat.

Berbagai persoalan berlaku kepada masyarakat Islam yang menuntut kaum wanita berperan aktif dalam bidang dakwah terutama kepada kaum mereka sendiri.

Keperluan kepada pendakwah wanita menjadi semakin relevan atas kapasitas pendakwah wanitalah yang lebih memahami tabiat, kedudukan dan permasalahan yang dihadapi oleh golongan wanita sendiri.

Mereka akan lebih berupaya menembus hati para mad’u (sasaran dakwah) melalui pendekatan yang bersesuaian dengan fitrah kaum wanita itu sendiri.

Pendakwah wanita bukan saja menjadi role model, malah sumbangan mereka dalam kemajuan
ummat dapat membantu memberi nuansa dan corak pembangunan masyarakat Islam.

Pengaruh dan peranan pendakwah wanita sejak dahulu tidak dinafikan telah mempengaruhi perjalanan sejarah yang akhirnya memberi warna keadaan sebuah negara.

Melalui dakwah, kaum wanita menjalankan aktifitasnya dalam kehidupan masyarakat Islam serta bertindak sebagai satu komponen penting dalam sistem dan mengokohkan tiang-tiang agama Islam.

Maka kesimpulannya adalah hukum penceramah atau pendakwah wanita adalah boleh asalkan dengan
batasan-batasan yang harus ditaati demi kebaikan umat.

Pendakwah wanita harus menutup auratnya agar tidak menimbulkan fitnah bagi kaum laki-laki, dan pendakwah wanita juga harus bisa menempatkan diri pada tempat
yang seharusnya.

Wallahu a`lam

Tentu saja itu sedikit banyak akan menjawab apakah boleh wanita ceramah saat Ramadhan . (*)

( Tribunpekanbaru.com )

 
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved