Pemko Pekanbaru
Super Hub Pemko Pekanbaru

Modus Kompol Ramli dan Brigadir BSP Peras Kepsek di Sumut Rp 4,75 Miliar, Terkait Dana BOSP

Tersangka Brigadir BSP dan tim meminta proyek pekerjaan DAK Fisik ke Disdik dan Kepsek SMKN penerima DAK Fisik.

Editor: Sesri
Dokumentasi Kortastipidkor Polri
PERAS KEPSEK: Kepala Kortastipidkor, Irjen Cahyono Wibowo. 

TRIBUNPEKANBARU.COM - Dua oknum Polda Sumatera Utara jadi tersangka kasus pemerasan 12 kepala sekolah.

Tidak hanya jadi tersangka, Keduanya yakni Mantan penjabat sementara Kasubdit Tipikor Dirkrimsus Polda Sumut Kompol Ramli Sembiring dan Brigadir BSP selaku mantan penyidik pembantu pada Subdit Tipidkor Ditreskrimsus Polda Sumut telah dipecat atau Pemberhentian Tidak dengan Hormat/PTDH.

Kabid Propam Polda Sumut Kombes Bambang Tertianto mengatakan, keduanya dipecat usai terbukti memeras 12 kepala sekolah di Sumatra Utara senilai Rp 4,7 Miliar.

Uang tersebut bersumber dari dana alokasi khusus (DAK) fisik di Dinas Pendidikan Sumut.

Kepala Kortas Tipikor Irjen Cahyono Wibowo mengungkapkan, peristiwa pemerasan belasan kepsek ini terjadi pada 2024.

Baca juga: 4 Oknum Polisi di Lampung Diduga Peras Warga Rp 25 Juta, Modus Tuduh Bawa Sabu

Baca juga: 3 Polisi Dipecat Buntut Peras Anak Bos Prodia, AKBP Bintoro Diminta Kembalikan Uang Rp 5 Miliar

Tersangka memaksa kepala Sekolah Menengah Kejuruan Negeri (SMKN) di Provinsi Sumut untuk memberikan sesuatu dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain.

Hasil penyelidikan dan penyidikan terungkap modus pemerasan yang dilakukan anggota Polri tersebut.

Tersangka Brigadir BSP dan tim meminta proyek pekerjaan DAK Fisik ke Disdik dan Kepsek SMKN penerima DAK Fisik.

Kemudian, Kadisdik dan perangkatnya mengumpulkan kepala sekolah dengan tujuan agar Brigadir Bayu dan kawan-kawan bisa berbicara dan meminta sendiri kepada kepala sekolah.

"Saudara BSP membuat Dumas (fiktif) terkait dugaan tindak pidana korupsi dana BOSP (Bantuan Operasional Satuan Pendidikan) yang seolah-olah dari masyarakat (LSM APP)," ujar Cahyono.

Kemudian, Brigadir BSP memerintahkan seseorang berinisial NVL membuat administrasi Dumas termasuk surat undangan kepada Kepsek.

Setelah Kepsek datang, ternyata mereka tidak diperiksa terkait Dana BOSP sesuai Dumas, melainkan diminta mengalihkan pekerjaan DAK fisik 2024 kepada rekan Brigadir BSP, Kompol Ramli (RS).

Apabila para kepsek tidak mau mengalihkan pekerjaan, mereka diminta menyerahkan fee atau persentase sebesar 20 persen dari anggaran.

"Adapun fee yang sudah diserahkan oleh 12 Kepsek kepada saudara BSP dan tim kurang lebih sebesar Rp 4,75 miliar," kata Cahyono.

Cahyono menyebut dari jumlah uang yang diminta, Brigadir BSP telah menerima secara langsung setidak-tidaknya dari empat kespek SMKN sebesar Rp 437.176.000.

Kemudian, Brigadir BSP menyerahkan uang total yang diterima sebanyak Rp 4.320.583.000 kepada Kompol Ramli (RS).

"Total uang yang diserahkan kepada saudara B dan R sebanyak Rp 4.757.759.000 dari 12 orang Kepsek SMKN yang bersumber dari anggaran DAK Fisik 2024," ucap Cahyono.

Kombes Bambang Tertianto mengatakan, Kompol Ramli tidak mengajukan banding usai dipecat.

"Tidak mengajukan banding,"kata Kombes Bambang Tertianto, Kamis (20/3/2025).

Bambang menerangkan, Kompol Ramli tidak mengajukan banding lantaran ia ditangkap berdekatan dengan masa pensiunnya sehingga, bandingnya tidak diproses.

"Karena batas pensiunnya dia kan beberapa hari setelah (diamankan) jadi tidak diproses bandingnya karena besoknya yang bersangkutan sudah terhitung batas waktu pensiun. Tidak pensiun."

Polda Sumut menerangkan, terkait pemerasan Kepsek baru dua orang yang ditetapkan sebagai tersangka.

Untuk personel lainnya masih berstatus sebagai saksi.

"Untuk personel lainnya pemeriksaan dilakukan di Propam Polda Sumut, hanya tempatnya saja. Penanganannya di Mabes Polri. Karena di Polda Sumut ada beberapa saksi yang diperiksa ya diperiksa di sini."

 Dalam kasus tersebut, penyidik menyita uang Rp 400 juta dalam koper di mobil Kompol Ramli.

Penyitaan dilakukan di sebuah bengkel saat upaya penangkapan tersangka.

Sementara itu, Wakil Ketua Komisi III DPR Fraksi Partai NasDem Ahmad Sahroni, meminta institusi Polri segera memecat dan menjatuhkan hukuman pidana terhadap 2 oknum polisi pelaku pemerasan terhadap 12 kepala sekolah di Sumut.

“Oknum pemeras ini sudah terlalu sering kita dengar aksi-aksinya dan merekalah yang bikin citra kepolisian buruk. Karenanya saya minta selain dipecat, pelaku juga dijatuhi hukuman pidana," kata dia dalam keterangannya Rabu (19/3/2025).

Selain itu, Sahroni meminta polisi turut melacak aliran uang hasil pemerasan tersebut.

"Terus, lacak juga itu uangnya mengalir ke mana, karena tidak mungkin mereka hanya beraksi berdua. Tentu ada setoran ke atasnya lagi,” ucapnya.

Sahroni menduga uang miliaran rupiah tersebut tidak hanya dinikmati kedua oknum polisi tersebut saja. 

“Jadi tolong Kortastipidkor usut lebih jauh kasus ini. Kalau ada potensi tersangka baru, sikat sekalian saja dan pecat semua. Orang-orang bermental pungli ini tidak punya tempat di kepolisian. Ini adalah momentumnya untuk bersih-bersih,” katanya.

( Tribunpekanbaru.com / Tribunnews.com)

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved