Aksi Demonstrasi di Pati

BREAKING NEWS: DPRD Pati Sepakat Angket Pemakzulan Bupati Sudewo, Gerindra Juga Setuju

Meski demikian, Ali Badrudin, perwakilan DPRD, mengingatkan bahwa DPRD Pati tidak berwenang langsung memberhentikan bupati.

Patikab.go.id
Akhirnya Bupati Pati, Sudewo meminta maaf kepada publik setelah menuai kecaman lantaran menaikkan Pajak Bumi dan Bangunan 

TRIBUNPEKANBARU.COM - Drama politik di Kabupaten Pati semakin memanas.

Menyusul gelombang demonstrasi besar-besaran, DPRD Pati mengambil langkah bersejarah.

DPRD Pati menyetujui hak angket dan membentuk panitia khusus (pansus) untuk mengusut pemakzulan Bupati Sudewo.

Keputusan ini diambil dalam Rapat Paripurna yang digelar tak lama setelah aksi protes, menandakan respons cepat dari parlemen daerah terhadap tuntutan publik.

Langkah ini membuka jalan bagi penyelidikan lebih mendalam terhadap kebijakan kontroversial Sudewo dan bisa menjadi akhir dari masa jabatannya yang baru seumur jagung.

Seluruh fraksi, termasuk PDI Perjuangan, PPP, PKB, PKS, Partai Demokrat, Partai Golkar, bahkan Partai Gerindra yang menaungi Bupati Sudewo, sepakat bulat untuk menyetujui hak angket dan pembentukan pansus pemakzulan.

Momen langka ini disambut riuh gembira oleh perwakilan demonstran yang hadir, menandai bersatunya kekuatan politik di parlemen daerah melawan sang bupati.

Meski demikian, Ali Badrudin, perwakilan DPRD, mengingatkan bahwa DPRD Pati tidak berwenang langsung memberhentikan bupati.

Baca juga: Tanggapi 9 Bulan Kinerja Pemerintahan Prabowo, Mahfud MD: Prabowo Tangani Kerbau Ngamuk di Pasar

Baca juga: UPDATE Demontrasi Warga Pati: Bupati Sudewo Tolak Mundur, DPRD Gelar Paripurna Hak Angket

Proses pemakzulan tetap harus melalui mekanisme panjang yang melibatkan Mahkamah Agung, memastikan bahwa setiap langkah dijalankan sesuai dengan koridor hukum. Ini adalah babak baru yang menegangkan dalam dinamika politik Pati.

"Mencermati kondisi di masyarakat dan banyaknya warga yang terluka, kami sepakat mengambil hak angket dan membentuk pansus," kata Ketua DPRD Kabupaten Pati Ali Badrudin.

Sementara Bupati Sudewo sebelumnya menolak untuk mundur.

“Kalau saya kan dipilih oleh rakyat secara konstitusional dan secara demokratis, jadi tidak bisa saya harus berhenti dengan tuntutan seperti itu. Semua ada mekanismenya,” tegasnya dalam konferensi pers di dalam kantor bupati, dalam tayangan YouTube KompasTV.

Menanggapi langkah DPRD Pati yang menggelar rapat paripurna pada Rabu siang, untuk membahas penggunaan hak angket, ia menyatakan menghormati proses tersebut.

“Itu kan hak angket yang dimiliki DPRD, jadi saya menghormati hak angket tersebut,” katanya.

Hak angket memungkinkan DPRD menyelidiki kebijakan atau tindakan kepala daerah.

Jika ditemukan pelanggaran serius, DPRD dapat mengusulkan pemberhentian bupati kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri, sesuai UU Nomor 23 Tahun 2014.

Sosok Sudewo

Sudewo terpilih sebagai Bupati Pati periode 2025-2030, didampingi oleh Wakil Bupati Risma Ardhi Chandra pada Pilkada 2024 lalu.

Pada Pilkada 2024 tersebut, Sudewo diusung oleh Partai Gerindra.

Di dunia politik, Sudewo pernah mencalonkan diri sebagai Bupati Karanganyar berpasangan dengan Juliyatmono. 

Meski gagal meraih kemenangan, ia tidak menyerah. 

Sebaliknya, ia semakin aktif dan sempat menjadi koordinator tim sukses Pilkada Jatim 2025 dan koordinator tim sukses Pilgub Jateng pada 2008. 

Ia kemudian dipercaya menjadi Ketua Bidang Pemberdayaan Organisasi DPP Partai Gerindra pada tahun 2019. 

Karier politiknya semakin kuat saat ia menjabat sebagai anggota DPR RI selama dua periode, yaitu 2009-2013 dan 2019-2024. 

Ia juga dikenal sebagai tokoh yang dekat dengan Ketua Umum Partai Gerindra sekaligus Presiden RI, Prabowo Subianto.

Kontroversi Bupati Sudewo

Meskipun baru beberapa bulan menjabat, Sudewo sudah mengeluarkan beberapa kebijakan kontorversi selain kenaikan pajak PBB 250 persen.

Berikut ini kebijakan kontroversinya:

1.  Pemangkasan pegawai honorer RSUD Soewondo

Pada Maret 2025, Sudewo melakukan pengurangan pegawai non-ASN di RSUD Soewondo.

Sudewo menilai, saat ini RSUD RAA Soewondo Pati mengalami kelebihan tenaga honorer atau non-ASN.

Jumlah tenaga honorer yang ada jauh melebihi kebutuhan.

Sudewo juga menyoroti mekanisme penerimaan tenaga honorer di RSUD RAA Soewondo yang selama ini menurutnya tidak jelas.

Dia pun menginstruksikan Direktur RSUD RAA Soewondo, Rini Susilowati, agar melakukan rasionalisasi jumlah pegawai.

"Pengurangan pegawai non-ASN atau pegawaian honorer di Rumah Sakit Soewondo harus dilakukan karena jumlahnya terlalu banyak. Banyak yang nganggur. Jumlahnya (tenaga honorer) sangat berlebih. Ada 500-an. Padahal seharusnya cukup hanya 200-an," kata dia, Sabtu (22/3/2025).

2. Larangan sound horeg

Pada Mei 2025, Sudewo mengeluarkan peraturan larangan sound horeg di Kabupaten Pati.

Larangan ini memicu protes dari pelaku sound horeg.

Setelah sempat memanas, larangan itu dicabut.

Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved