Berita Riau

POLEMIK Obat Mengandung Ranitidine di Riau, Diskes Pastikan sudah Tidak Ada di Puskesmas dan RSUD

Penulis: johanes
Editor: Nolpitos Hendri
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

POLEMIK Obat Mengandung Ranitidine di Riau, Diskes Pastikan sudah Tidak Ada di Puskesmas dan RSUD

POLEMIK Obat Mengandung Ranitidine di Riau, Diskes Pastikan sudah Tidak Ada di Puskesmas dan RSUD

TRIBUNPELALAWAN.COM, PANGKALAN KERINCI - Polemik obat mengandung ranitidine di Riau, Dinas Kesehatan atau Diskes pastikan sudah tidak ada di Puskesmas dan RSUD.

Satu di antara Diskes yang sudah memastikan adalah Diskes Pelalawan, pascapenarikan obat ranitidine dari pasaran oleh Badan Pengawasan Obat-obatan dan Makanan (BPOM) beberapa hari yang lalu.

Baca juga berita Riau hari ini :

Baca: BREAKING NEWS : Karhutla Landa Sumatera, Hotspot di Sumatera 543 Titik, Hotspot di Riau 15 Titik

Baca: Sediakan Wanita Seksi, Cafe dan KTV SCH Diduga Jadi Tempat Prostitusi, Diawasi Satpol PP Pekanbaru

Baca: SIAPA Sekdaprov Riau? Kantongi Rekomendasi Komisi ASN, Pemprov Riau akan Kirim Tiga Nama ke Mendagri

Baca: KAPITRA Ampera Menuju Kursi Jaksa Agung pada Kabinet Kerja Jilid II Jelang Pelantikan Jokowi-Maaruf

Baca: BOCAH 4 Tahun Dicabuli Tetangga di Riau, Terungkap Setelah Korban Merintih Sakit di Bagian Intim

Ini bentuk respon langsung pemerintah daerah termasuk Kabupaten Pelalawan melalui Diskes.

Dinas Kesehatan (Diskes) Pelalawan langsung melakukan sosialisasi dan pemberitahuan kepada petugas medis serta unit pelayanan kesehatan yang berada dibawah koordinasinya.

Obat tukak lambung itu berbahaya jika dikonsumsi karena bisa memicu penyakit kanker bagi penggunanya.

"Setelah mendapatkan informasi itu, saya langsung sampaikan kepada semua jajaran kita. Agar tidak menggunakan obat itu lagi," kata Pelaksana tugas (Plt) Kepala Dinas Kesehatan (Diskes) Pelalawan, Asril M.Kes, kepada tribunpelalawan.com, Jumat (11/10/2019).

Asril mengakui jika sampai kini pihaknya belum menerima pemberitahuan tertulis dari BPOM terkait bahaya obat ranitidine tersebut.

Hanya saja langkah cepat perlu diambil secara internal di seluruh Poskes, Pustu, Puskesmas, hingga Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Selasih.

"Kalau Puskesmas hingga RSUD serta unit pelayanan kesehatan milik Pemda sudah tidak memakai obat itu lagi," tambahnya.

Sedangkan pemberitahuan ke apotik, toko obat, klinik dan rumah sakit swasta Diskes belum bisa berbuat banyak lantaran belum mengantongi surat resmi dari instansi terkait.

Baca juga berita Riau hari ini :

Baca: Pilkada Riau 2020, ISTRI Bupati Bengkalis Kasmarni Resmi Mendaftar sebagai Bakal Calon Bupati ke PAN

Baca: Curriculum Vitae Ustadz Abdul Somad LENGKAP, Terungkap Gelar UAS dari Kesultanan Matan Ketapang

Baca: Sekolah Islam As Shofa Pekanbaru Liburkan Siswa karena Kabut Asap di Riau, Disdik Belum Tahu

Jika pemberitahuan itu telah diterima, Diskes akan berkoordinasi dengan instansi lain seperti kepolisian dan BPOM daerah.

Untuk mencari cara agar bisa dilakukan sosialisasi dan penarikan.

"Jika langsung dilakukan penarikan, kita takut ada penolakan dan bahkan perlawanan seperti yang sudah-sudah. Makanya harus hati-hati juga," tandas Asril.

Direktur RSUD Selasih Pangkalan Kerinci, dr Zul Anwar menyatakan, pihaknya menghentikan penggunaan obat ranitidine setelah adanya pemberitahuan dari BPOM.

Namun hanya untuk merk Zantak dan Kimia Farma saja seperti yang disampaikan oleh BPOM.

Sedangkan ranitidine merk lain masih aman untuk dikonsumsi pasien yang membutuhkannya.

"Informasi yang saya dengar untuk (obat) dua merk itu dalam proses produksinya terpapar oleh zat tertentu yang diduga bisa memicu kanker. Makanya langsung kita hentikan sementara," tandas dr Zul Anwar.

RSUD Selasih tetap memakai obat ranitidine dari merk lain yang masih aman untuk diberikan kepada pasien.

Penghentian sementara akan dilakukan hingga ada pemberitahuan lebih lanjut lagi atas hasil temuan tersebut.

Macam-macam Obat yang Mengandung Ranitidine

Badan Pengawas Obat dan Makanan ( BPOM) menarik obat yang mengandung ranitidine yang disebut mengandung cemaran N-Nitrosodimethylamine (NDMA).

Mengutip situs resmi BPOM, Senin (7/10/2019), yang dilansir Kompas.com, ranitidine adalah obat yang digunakan untuk pengobatan gejala penyakit tukak lambung dan tukak usus.

Informasi soal kandungan NDMA pada ranitidine awalnya disampaikan oleh US Food and Drug Administration (US FDA) serta European Medicine Agency (EMA).

Kedua lembaga tersebut sebelumnya mengeluarkan peringatan tentang adanya temuan cemaran NDMA dalam jumlah relatif kecil pada sampel produk yang mengandung bahan ranitidine.

NDMA merupakan turunan zat Nitrosamin yang dapat terbentuk secara alami. Menurut studi, ambang batas cemaran yang diperbolehkan adalah 96 ng/hari (acceptable daily intake).

Dan bersifat karsinogenik atau dapat memicu kanker jika dikonsumsi melebihi ambang batas dalam jangka waktu yang lama.

Hasil studi inilah yang dijadikan dasar oleh BPOM untuk mengawal keamanan obat yang beredar di Indonesia.

Dengan demikian, hasil studi tersebut menjadi acuan bagi BPOM untuk memerintahkan industri farmasi pemegang izin edar produk untuk melakukan penarikan kembali (recall) seluruh bets produk dari peredaran.

Selain itu, industri farmasi juga diwajibkan untuk melakukan pengujian secara mandiri terhadap cemaran NDMA, serta menarik produk dengan sukarela apabila kandungan cemaran melebihi ambang batas yang diperbolehkan.

Kepada Kompas.com, Kepala NPOM, Penny K Lukita, mengatakan, pihak industri farmasi atau produsen obat harus melaporkan hasil penarikan ke BPOM.

Adapun tenggat waktu penarikan adalah selama 80 hari kerja.

Untuk menjaga kehati-hatian, Badan POM telah menerbitkan Informasi awal untuk Tenaga Profesional Kesehatan pada 17 September 2019 terkait keamanan produk ranitidin yang terkontaminasi NDMA.

Di Indonesia, ranitidine telah mendapatkan persetujuan sejak tahun 1989.

Biasanya, ranitidine tersedia dalam bentuk tablet, sirup, maupun injeksi.

Berikut daftar obat ranitidine yang ditarik dari peredaran:

Ranitidine Cairan Injeksi 25 mg/mL, pemegang izin edar PT Phapros Tbk

Nomor Bets Produk Beredar:

95486 160 s/d 190

06486 001 s/d 008

16486 001 s/d 051

26486 001 s/d 018

Zantac Cairan Injeksi 25 mg/mL, pemegang izin edar PT Glaxo Wellcome Indonesia

Nomor Bets Produk Beredar:

GP4Y JG9Y XF6E

Rinadin Sirup 75 mg/mL, pemegang izin edar PT Global Multi Pharmalab

Nomor Bets Produk Beredar:

0400518001

0400718001

0400818001

Indoran Cairan Injeksi 25 mg/mL, pemegang izin edar PT Indofarma

Nomor Bets Produk Beredar:

BF171008

Ranitidine Cairan Injeksi 25 mg/mL, pemegang izin edar PT Indiofarma

Nomor Bets Produk Beredar:

BF171009 s/d 021

Sebelumnya diwartakan, Setelah Amerika Serikat, penarikan obat maag ranitidine mulai terjadi di beberapa negara lain, di antaranya di Bangladesh.

Badan pengawas obat-obatan Bangladesh pada Minggu (29/9/2019) mengeluarkan larangan penjualan obat maag populer ranitidine, selama penyelidikan potensi zat penyebab kanker dalam obat tersebut.

Langkah itu mereka lakukan setelah Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat (FDA) memperingatkan bahwa beberapa pil ranitidine mengandung sejumlah kecil N-nitrosodimethylamine (NDMA), zat yang menurut mereka kemungkinan bersifat karsinogen, alias memicu kanker.

"Kami telah melarang impor bahan baku, produksi dan penjualan ranitidine hingga pemberitahuan lebih lanjut," kata Khandaker Sagir Ahmed, direktur otoritas pengawas obat-obatan Bangladesh, menambahkan bahwa keputusan tersebut diambil sebagai tindakan pencegahan.

Produsen obat di seluruh dunia telah mulai menarik obat maag yang dikonsumsi secara luas, antara lain dengan nama dagang Zantac.

Sementara FDA dan regulator obat Eropa tengah meninjau apakah tingkat NDMA rendah di ranitidine menimbulkan risiko kesehatan bagi pasien.

Perusahaan farmasi Bangladesh yang terkena dampak ini adalah Beximco Pharmaceuticals dan Square Pharmaceuticals.

Masing-masing memproduksi ranitidine dengan merek Neoceptin R dan Neotack.

Otoritas pengawas obat Bangladesh akan menguji sampel obat tetapi juga meminta produsen dalam negeri untuk menguji obat mereka di laboratorium terakreditasi dan mengirim laporan ke pengawas, kata Ahmed seperti dikutip Reuters yang dilansir Kontan.

Ranitidine merupakan obat yang kerap digunakan sebagai terapi pengobatan terkait dengan asam lambung.

Situs resmi Badan Pengawas Obat dan Makanan AS (FDA) tengah mengkaji beberapa obat ranitidine karena mengandung N-Nitrosodimethylamine (NDMA) kadar rendah.

NDMA disinyalir sebagai sumber karsinogen atau zat penyebab kanker pada manusia.

NDMA juga dikenal sebagai pencemar lingkungan yang kerap ditemukan dalam air, makanan termasuk daging, produk susu, dan sayuran.

FDA akan mengambil tindakan terkait investigasi yang saat ini tengah dilakukan.

Saat ini tidak ada larangan dari FDA kepada individu untuk berhenti minum Ranitidine.

Meski demikian, bagi pasien yang khawatir dan ingin menghentikan pemakaian obat ini, diimbau untuk berkonsultasi terlebih dahulu kepada tenaga ahli.

Di Singapura, Otoritas Ilmu Kesehatan Singapura (HAS) menemukan delapan merk obat ranitidine yang mengandung sejumlah pengotor NDMA yang melebihi batas aman.

Kompas.com menulis, atas penemuan tersebut HAS menghentikan penjualan dan pasokan obat-obatan ranitidine yang tercemar.

Penentuan aman tidaknya didasarkan pada batas aman jika pasien terus meminum obat yang terkena dampak setiap hari selama 70 tahun seumur hidup.

Dalam penelitiannya, HSA menemukan produk-produk tersebut sudah melebihi kadar aman.

Tribunpelalawan.com/Johannes Wowor Tanjung - POLEMIK Obat Mengandung Ranitidine di Riau, Diskes Pastikan sudah Tidak Ada di Puskesmas dan RSUD

Berita Terkini