Pemko Pekanbaru
Super Hub Pemko Pekanbaru

Ekskavasi Candi Muara Takus

Ekskavasi Kawasan Candi Muara Takus Libatkan Masyarakat Setempat, Lahan Mayoritas Dikuasai Warga

Tim Balai Pelestarian Kebudayaan IV Kementerian Kebudayaan RI melibat warga dalam melakukan ekskavasi di kawasan Candi Muara Takus.

|
Penulis: Syaiful Misgio | Editor: M Iqbal
Foto/Istimewa
EkSKAVASI - Tim dari Balai Pelestarian Kebudayaan (BPK) Wilayah IV, bekerja sama dengan dosen dan mahasiswa Arkeologi Universitas Negeri Jambi, Dinas Kebudayaan Riau, Pemerintah Kabupaten Kampar melakukan ekskavasi atau penggalian di sekitar kawasan candi Muara Takus. Dalam penggalian ini tim juga melibatkan warga setempat. 

TRIBUNPEKANBARU.COM, PEKANBARU - Tim dari Balai Pelestarian Kebudayaan (BPK) Wilayah IV, bekerja sama dengan dosen dan mahasiswa Arkeologi Universitas Negeri Jambi, Dinas Kebudayaan Riau, Pemerintah Kabupaten Kampar melakukan ekskavasi atau penggalian di sekitar kawasan candi Muara Takus, di Desa Muara Takus, Kampar.

Total ada 27 titik galian dengan ukuran galian bervariasi. Ada yang ukuran 2x2 meter, tapi ada juga yang hanya setengah meter kali satu meter.

Sebagian besar titik penggalian berada di lahan yang dikuasai masyarakat setempat. Oleh karena itu, keterlibatan warga dalam proses ekskavasi menjadi bagian penting dari kegiatan ini.

“Kami sengaja melibatkan masyarakat dalam proses penggalian agar mereka menyadari bahwa di tanah yang mereka kelola terdapat potensi tinggalan arkeologis. Ini menjadi pembelajaran penting agar mereka lebih berhati-hati dalam mengelola lahan,” ujar Pamong Budaya Ahli Muda Dinas Kebudayaan Riau, Muhammad Fajri, Senin (20/10/2025).

Kawasan Percandian Muara Takus merupakan kompleks bangunan suci Buddha Mahayana yang menjadi bukti pentingnya perkembangan agama Buddha di Riau pada abad ke-4 hingga ke-11 Masehi. 

Kompleks ini terdiri dari beberapa bangunan, antara lain Candi Tuo, Candi Bungus, Stupa Mahligai, dan Candi Palangka, yang semuanya memberikan wawasan penting mengenai sejarah budaya di wilayah ini.

Tujuan dari ekskavasi ini adalah untuk menyelamatkan objek yang diduga sebagai cagar budaya atau ODCB yang terancam rusak akibat faktor manusia.

Kegiatan ekskavasi penyelamatan yang dilakukan selama sepuluh hari di awal September 2025 di kawasan Candi Muara Takus mengungkap sejumlah temuan penting yang memperkaya pemahaman tentang sejarah situs bersejarah tersebut. 

Ekskavasi ini merupakan bagian dari persiapan penataan kawasan candi yang dirancang oleh Kementerian PUPR, dan menjadi langkah awal untuk menjadikannya sebagai destinasi wisata unggulan.

Ekskavasi dilakukan atas dasar hasil pembacaan teknologi LiDAR oleh tim gabungan pada 2024. Hasil pemindaian menunjukkan adanya gejala permukaan yang mencurigakan, yang kemudian diuji kebenarannya melalui penggalian langsung di lapangan.

“Ekskavasi ini merupakan program Balai Pelestarian Kebudayaan (BPK) Wilayah IV, bekerja sama dengan dosen dan mahasiswa Arkeologi Universitas Negeri Jambi, Dinas Kebudayaan Riau, Pemerintah Kabupaten Kampar, aparat desa, dan masyarakat setempat,” ujar Fajri.

Salah satu temuan penting adalah dugaan struktur batu di sisi barat candi, sekitar 400 hingga 500 meter dari pusat candi. Di lokasi tersebut, ditemukan susunan batu berlapis di tepi sungai serta parit kuno yang diperkirakan berfungsi sebagai saluran drainase.

“Selama ini, kita membuat parit buatan untuk mengalirkan air dari permukaan kawasan candi. Ternyata, nenek moyang kita sudah memiliki sistem drainase sendiri. Ini membuktikan bahwa peradaban kala itu sudah sangat memperhitungkan pengelolaan air agar struktur tidak tergenang,” ungkap Fajri.

Fungsi drainase ini menjadi penting, karena saat ini masih sering ditemukan genangan air yang berpotensi merusak struktur bangunan candi. Oleh karena itu, temuan ini akan menjadi dasar untuk mengembalikan sistem pengairan sebagaimana aslinya.

Selain struktur dan sistem pengairan, tim juga menemukan puluhan pecahan gerabah dan keramik di tanggul sebelah utara candi. Berdasarkan analisis awal, artefak ini diperkirakan berasal dari masa Dinasti Tang (abad ke-7 hingga ke-9 Masehi).

“Ini membuktikan bahwa kawasan Candi Muara Takus bukan hanya pusat ibadah, tetapi juga merupakan kawasan permukiman. Para biksu, pemuka agama, dan masyarakat kemungkinan tinggal di sekitar candi,” kata Fajri. (Tribunpekanbaru.com/Syaiful Misgiono)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved