Pemko Pekanbaru
Super Hub Pemko Pekanbaru

Usulan Pahlawan Nasional 2025

Kisah Mahmud Marzuki, Singa Podium dari Kampar Riau yang Diusulkan Jadi Pahlawan Nasional

Mahmud Marzuki pejuang di Kampar Riau yang diusulkan menjadi Pahlawan Nasional.

|
Penulis: Fernando Sihombing | Editor: M Iqbal
Istimewa
Kibarkan bendera merah putih yang dijahit sang istri, Mahmud Marzuki kemudian bergerilya mengusir penjajah. Kini menjadi calon pahlawan nasional dari Kampar, Riau. 


Selain itu, pendidikan nonformal pada pelatihan Keahlian Mekanik di Simpang Tiga Pekanbaru. Berikut pengajian di surau-surau masyarakat.

 

Pada 1945-1946, ia menjadi Ketua I Komite Nasional Indonesia wilayah Kampar. Dalam rentang yang sama, ia juga Ketua Muhammadiyah Wilayah Kampar


Sebelumnya pada 1943-1944, ia memimpin Muhammadiyah Payakumbuh Sumatera Tengah. Ia juga Kepala Sekolah Madrasah Tsanawiyah Payakumbuh. 

 

Ia juga dikenal Singa Podium. Bagi beliau, mati syahid adalah kematian terbaik. Salah satu pidatonya paling terkenal saat di depan pasukan dan masyarakat di Lapangan Komisi Tiga Negara (KTN) Pulau Balai, Kuok. 

 

"Jangan takut mati dalam berjuang, karena mati dimanapun akan sama rasanya," demikian kutipan pidato sosok yang dipanggil dengan Ongku Mahmud dan Buya Mahmud itu. 


Selain itu, pidato ikoniknya di hadapan peserta upacara pengibaran bendera pertama setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia di Lapangan Kontroler Belanda atau Wedana Bangkinang pada 11 September 1945. 


"Siapa yang coba menurunkan Bendera Merah Putih yang telah dikibarkan ini, niscaya akan melihat banjir darah di lapangan ini," teriaknya di dalam kepungan pasukan sekutu Jepang, dan Belanda. 


Pada 2019, namanya mendapat tanda penghormatan. Ia ditetapkan menjadi Tokoh dan Pejuang Daerah Riau. 


Lahir di Kumantan, Bangkinang pada 1911, Mahmud saat anak-anak mengecap pendidikan di bangku Sekolah Rakyat (SR). Masa remajanya, ia melanjutkan pendidikan di sekolah Tarbiyatul Islamiyah pada 1927-1934.


Minat belajarnya bertahan setelah itu. Dalam keterbatasan biaya, ia kukuh melanjutkan pendidikan ke India. Ia pun berangkat pada 1934.


Perjalanannya untuk sampai ke India, tidak mudah. Ia kehabisan biaya saat tiba di Selat Panjang. Ia harus bekerja pada pamannya dan tinggal disana selama dua bulan.

 

Halaman 2/4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved