Pemko Pekanbaru
Super Hub Pemko Pekanbaru

Serangan Gajah Liar di Riau

Malam Menegangkan di Perlintasan Gajah di Pekanbaru, Anto Minta Datuk Tak Mengganggu

Gajah dianggap sebagai makhluk yang dihormati dan memiliki hubungan historis dengan masyarakat setempat. 

|
Penulis: Budi Rahmat | Editor: Ariestia
Tribunpekanbaru.com/Budi Rahmat
PERLINTASAN - Perlintasan gajah di RT 02, RW 002 Kelurahan Rantau Panjang, Kecamatan Rumbai Barat, Pekanbaru. Jarak lokasi ini sekira 100 meter dari rumah Citra bocah 8 tahun yang diamuk gajah 

Dari literasi Tribunpekanbaru.com, memang kebiasaan masyarat Riau memanggil gajah dengan sebutan "atuk" atau "datuk" .

Itu adalah bentuk penghormatan.

Ini dilakukan karena gajah dianggap sebagai makhluk yang dihormati dan memiliki hubungan historis dengan masyarakat setempat. 

Alasan di balik sebutan ini sebagai wujud penghormatan dimana masyarakat Melayu secara umum menghormati gajah karena ukurannya yang besar dan dianggap sebagai makhluk yang bijaksana dan tua.

Kemudian kata "datuk" sendiri memiliki arti sesepuh atau orang yang dituakan.

Sebutan Datuk ini juga sebagai simbol kebesaran.

Dimana sebutan ini juga menunjukkan bahwa gajah adalah makhluk yang disegani, sehingga penting untuk dihormati keberadaannya.

Itu juga sebagai menghindari konflik.

Dengan memanggil gajah menggunakan sebutan yang hormat, masyarakat berharap dapat mengurangi potensi konflik saat bertemu dengan gajah liar, terutama ketika gajah memasuki area permukiman.

Bagi masyarakat Riau, keberadaan gajah tak hanya sekedar sebagai hewan saja, tetapi juga sebagai bagian dari komunitas mereka. 

Karena itulah pangggilan Datuk pada gajah secara turun temurun digunakan sebagai alat komunikasi.

"Memang sudah sejak dulu menggunakan kata Atuk atau Datuk.Dan biasanya gajah itu akan pergi ketika ada sapaan Datuk tersebut," terang Anto.

Harapan pada Pemegang Kebijakan

Masih di pelintasan gajah. Tribunpekanbaru.com melihat dengan seksama. Pelintasan itu seperti jalan setapak menuju rimbunnya kebun sawit.

Pada area perlintasan, tak ada tanaman sawit tinggi. Karena sengaja memang tidak lagi ditanami.

Menurut Anto, wasit yang ditanami di sini (pelintasan) tidak bisa tumbuh sampai tinggi. 

Halaman 2/3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved