Ratap Pedagang di Dalam Pasar Raya Belantik Siak, Dagangan di Luar Lebih Laku
Pedagang yang berjualan di dalam Pasar Raya Belantik Siak mengeluhkan keberadaan pedagang yang berada di luar.
Penulis: Mayonal Putra | Editor: M Iqbal
“Kami bayar retribusi Rp10 ribu per hari. Dulu cuma lima lapak, tapi dua tahun terakhir makin banyak,” katanya.
Ia mengaku mendapatkan izin lisan dari pengelola pasar untuk membangun lapak sederhana yang beratap dan bertiang. Namun, belakangan semakin banyak pedagang baru berdatangan, bahkan dari luar daerah.
“Banyak pedagang dari Sumbar jualan langsung dari mobil, bisa tiga kali masuk sehari. Harga mereka lebih murah, tentu kami kalah,” ujarnya.
Pedagang Resmi Tersisih
Sementara itu, di los bagian dalam, Yusnadi dan istrinya duduk termenung di balik tumpukan ikan kering. Mereka sudah berjualan lebih dari dua dekade, sejak masa pasar lama di bawah, sebelum dipindah ke Belantik.
“Baru dua tahun ini terasa paling berat,” katanya dengan suara berat
Omzet yang dulu bisa menembus Rp5 juta sehari, kini paling tinggi Rp1,5 juta. Padahal mereka tetap membayar retribusi resmi Rp4.000 per meja untuk kios kering dan Rp5.000 untuk kios basah.
“Tolonglah kami, Pak. Kami patuh aturan, tapi kalau di luar makin ramai, dagangan kami di dalam makin sepi,” ujarnya.
Ia juga menyebut, kualitas ikan kering yang dijualnya masih tetap sama. Namun posisi berdagang sangat menentukan. Jika harus keluar los untuk berjualan, maka pasar semakin hari semakin semraut.
Retribusi Ganda dan Dugaan Oknum Disperindag Main Mata
Semrautnya pasar Raya Belantik seperti disetting oleh oknum pengelola. Pedagang dalam pasar mengeluhkan perbedaan pungutan antara kios resmi dan lapak di luar los.
“Kalau di luar kutipannya Rp10 ribu per hari. Kadang ada karcis, kadang tidak,” ujar Bistari Zainuddin, pedagang yang dikenal vokal di pasar itu.
Ia menduga ada oknum yang bermain dalam pengelolaan retribusi pasar. Dari total potensi retribusi lapak resmi dan nonresmi, hanya Rp16–20 juta per bulan yang tercatat masuk ke kas daerah. Padahal, potensi sebenarnya jauh lebih besar.
“Empat tahun lalu setoran hanya Rp12 juta per bulan. Bayangkan kebocorannya,” kata pria yang akrab disapa Ucok itu.
Ucok mengaku pernah ditawari jatah bulanan oleh petugas, tapi ia menolak. Tawaran itu datang setelah ucok memberanikan diri membongkar dugaan permainan tukang kutip retribusi.
“Kalau saya ikut, berarti saya juga makan uang itu. Lebih baik saya bongkar,” ujarnya tegas.
Ia berencana melaporkan dugaan penyimpangan tersebut ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Siak. Karena itu ia meminta dukungan masyarakat. Tujuannya agar tata kelola pasar raya Belantik dilakukan sebagaimana mestinya.
Sementara persoalan itu belum menemukan titik terang, roda ekonomi di Pasar Raya Belantik terus berputar, meski tak seimbang. Di luar, transaksi cepat tanpa parkir, di dalam, waktu berjalan lambat bersama dagangan yang menumpuk. (Tribunpekanbaru.com/mayonal putra)
| Dagangan Jarmiati Kerap Busuk Karena Pelanggan Beralih ke Pedagang Liar di Pasar Raya Belantik |
|
|---|
| Workshop Kemenparekraf Ajarkan Pelaku Ekraf Siak Pahami Strategi Pemasaran Modern |
|
|---|
| Cuaca Panas, Petugas Berjibaku Padamkan Karhutla di Empat Daerah di Riau |
|
|---|
| Update Kasus Pembunuhan Teman Kencan Sejenis di Tualang, Polres Siak Ungkap Proses Hukumnya |
|
|---|
| Wabup Siak Lantik Delapan Pejabat Fungsional, Ini Pesan Pentingnya |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/pekanbaru/foto/bank/originals/pedgang-pasar-raya-belantik-dalam-dan-luar.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.