Pemko Pekanbaru
Super Hub Pemko Pekanbaru

Kisah Warga Aceh Pemegang Obligasi untuk Pembelian Pesawat Pertama RI

Surat ini mencuat setelah sebelumnya Nyak Sandang asal Aceh Jaya dijamu secara khusus oleh Presiden Joko Widodo di Jakarta.

Editor: M Iqbal
NYAK Sandang atau juga disapa Ayah Sandang, pemegang obligasi pembelian pesawat Seulawah RI-001, didampingi Kepala Dinas Perpustakaan dan Arsip Aceh, Zulkifli M Ali, menandatangani honorium sebagai narasumber sebesar Rp 5 juta dari Pemerintah Aceh. Foto direkam di Lamno, Aceh Jaya, Jumat (9/3). (SERAMBI/M NASIR YUSUF) 

Baca: Karena Lapar, Demi Menyambung Hidup, Nenek Ini Terpaksa Curi 3 Pepaya, Ia Dilaporkan ke Polisi  

Ibrahim Laweung menunjukkan obligasi pembelian pesawat pertama RI yang menjadi cikal bakal Garuda Indonesia Airways. (Kolase Serambinews.com/ist)

Sang ayah meninggal pada tahun 1998.

Ibrahim mengaku, semasa hidup, ayahnya belum pernah menerima pembayaran utang oleh negara atau kompensasi lainnya atas kepemilikan obligasi tersebut.

Begitu pun, Ibrahim yakin orang tuanya sangat ikhlas memberikan sumbangan tersebut.

Kalaupun kini diungkap ke publik, hanya sekadar untuk menunjukkan betapa warga di Serambi Mekkah ini begitu mencintai Republik Indonesia.

'‘Ini bukti cinta Aceh untuk perjuangan mendirikan Republik Indonesia,” tandas Ibrahim yang akademisi ini.

Surat obligasi tersebut memang tidak lagi asli, hanya fotokopi.

Saat tsunami menimpa Aceh 26 Desember 2004, kata Ibrahim, dokumen asli tersebut hilang di rumah abangnya, Gampong Asoe Nanggroe, Kecamatan Meuraxa, Banda Aceh.

Bahkan sebagian besar keluarganya menjadi korban tsunami.

Pernah Tagih Utang, Dijawab Terlambat Datang

Sebagai pemegang obligasi bernilai Rp 8.600, Ibrahim Laweung (53) mengaku ayahnya pernah menagih pembayaran ke BI atas kepemilikan surat pernyataan utang tersebut.

Namun kala itu, bank tersebut malah bilang ayahnya terlambat datang.

Baca: Diimingi Uang untuk Keluarganya yang Miskin, Gadis 11 Tahun Dirudapaksa 6 Pria, Akhirnya Melahirkan

Fotokopi obligasi senilai Rp 5600 atasnama Keuchik Abdullah yang diterbitkan untuk keperluan pembelian pesawat pertama Republik Indonesia, pada tahun 1950. (Istimewa)

“Kata orang di BI saat itu, ‘Kok Bapak telat sekali datang’,” tutur Ibrahim Laweung kepada Serambinews.com, di Banda Aceh, Jumat (23/3/3018).

Ibrahim menceritakan kembali penuturan ayahnya kepadanya, 20 tahun yang lalu.

Sumber: Tribunnews
Halaman 2/4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved