MENGUAK, Alasan Pemerintah Menaikkan Iuran BPJS Kesehatan 100 Persen yang Resmi Berlaku 2020
Sementara itu, Kepala Humas BPJS Kesehatan M. Iqbal Ana Ma'ruf menyampaikan bahwa kenaikan iuran tersebut akan berlaku mulai 1 Januari 2020.
MENGUAK, Alasan Pemerintah Menaikkan Iuran BPJS Kesehatan 100 Persen yang Resmi Berlaku 2020
TRIBUNPEKANBARU.COM - Presiden Joko Widodo (Jokowi) ternyata sudah resmi menaikan Iuran BPJS Kesehatan Terbaru.
Iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan naik sebesar 100 persen pada Kamis (24/10/2019).Kenaikan iuran itu berlaku bagi Peserta Bukan Penerima Upah (PBPU) dan peserta bukan pekerja.
Adapun aturan tersebut tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.

• Rekaman Video Milik Almarhum Andi Ditemukan, Band Seventeen akan Dibuatkan Film Dokumenter Kemarin
• AKHIRNYA, Pernikahan Luna Maya Dibeberkan Maia Estianty, InsyaAllah taun depan, tunggu waktunya!
• VIDEO NEWS: Pelepasan Kontingen Riau Ke Porwil Bengkulu 2019
• Lagi Asik Bermain Ponsel, Bagian Sensitif Wanita Ini Diraba Pria dalam Lift, Bagian Vital Ditendang!
"Untuk meningkatkan kualitas dan kesinambungan program jaminan kesehatan perlu dilakukan penyesuaian beberapa ketentuan dalam Peraturan presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan," ujar Jokowi dalam Perpres No.75 Tahun 2019.
Kemudian, penjelasan mengenai kenaikan iuran BPJS Kesehatan sebesar 100 persen terangkum dalam Pasal 34 Perpres Nomor 75 Tahun 2019.
Tarif kenaikan
Dalam pasal tersebut, dijelaskan bahwa besar iuran yang harus dibayarkan sebesar Rp 42.000 per bulan untuk kelas III, sebesar Rp 110.000 per bulan untuk kelas II, dan sebesar Rp 160.000 per bulan untuk kelas I.
Sementara itu, Kepala Humas BPJS Kesehatan M. Iqbal Ana Ma'ruf menyampaikan bahwa kenaikan iuran tersebut akan berlaku mulai 1 Januari 2020.
"Untuk (kelas) mandiri akan berlaku di 1 Januari 2020, dengan penyesuaian sebagaimana dalam Perpres dimaksud. Kelas I dari Rp 80.000 menjadi Rp 160.000, kelas II dari Rp 51.000 menjadi Rp 110.000, dan kelas III dari Rp 25.500 menjadi Rp 42.000," ujar Iqbal saat dihubungi Kompas.com, Rabu (30/10/2019).
Iqbal menambahkan, kenaikan iuran juga berlaku bagi Penerima Bantuan Iuran (PBI) dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Namun, untuk golongan PBI ini yang awalnya dikenakan tarif iuran sebesar Rp 42.000 per bulan menjadi Rp 19.000 per bulannya yang dibayarkan oleh pemerintah.
• Viral, Baru Seminggu Menikah Langsung Jadi Duda, Pengantin Wanita Meninggal Kelelahan Seusai Resepsi
• Toyota Crown Hybrid Mobil Pimpinan DPR, Ini Rincian Tunjangan Anggota DPR, Istri, Anak, Hingga Beras
• Polres Pelalawan Riau Limpahkan Mantan Kades Sungai Solok Penilap Dana Desa Rp 1,4 M ke Kejaksaan
• GEGER, Mayat Pandai Besi Mengapung di Bendungan, Dililit Kain Sarung Sembarai Memegangi Parang
• Pasca Kehilangan Bayi Kembarnya, Ammar Zoni dan Irish Bella Berdandan Aneh irish ayamore Paripurna

Aturan untuk PBI ini mulai berlaku sejak 1 Agustus 2019.
"PBI (APBD dan APBN) berlaku per 1 Agustus 2019. Khusus PBI (APBD) periode Agustus-Desember 2019 ditanggung oleh Pemerintah Pusat untuk selisih Rp 23.000 menjadi Rp 42.000 atau Rp 19.000," ujar Iqbal.
Sebelumnya, rencana kenaikan iuran pun disetujui oleh pihak BPJS Kesehatan dari usulan dari Menteri Keuangan Sri Mulyani pada Agustus 2019.

Sri Mulyani mengungkapkan bahwa usulan kenaikan tersebut demi menutup defisit keuangan yang ada.
Di sisi lain, Iqbal juga pernah menyebutkan bahwa pangkal permasalahan keuangan di tubuh BPJS Kesehatan adalah karena adanya ketidaksesuaian antara jumlah pembayaran pengguna dan uang yang dikeluarkan BPJS Kesehatan.
kompas.com
Resmi Berlaku 2020, Alasan Iuran BPJS Kesehatan Naik 100 Persen, Kelas II Rp 51.000 Jadi Rp 110.000
Artikel ini telah tayang di tribun-medan.com dengan judul Resmi Berlaku 2020, Alasan Iuran BPJS Kesehatan Naik 100 Persen, Kelas II Rp 51.000 Jadi Rp 110.000.
===
Akhirnya BPJS Kesehatan Jawab, Gak Bisa Urus SIM & Paspor jika Tak Daftar BPJS Kesehatan?
Beredar kabar jika masyarakat yang belum terdaftar sebagai peserta BPJS Kesehatan, tak bisa mengurus SIM, STNK, IMB, dan paspor, mulai 1 Januari 2019.
Benarkah kabar itu?
• Ramalan Zodiak Hari Ini Ada yang Jatuih Cinta, Rabu (30/10/2019) Aries Merasa Sangat Kesal
• Ditunjuk Jokowi Jadi Calon Kapolri Gantikan Tito, Ini Sepak Terjang & Kehebatan Komjen Idham Azis
Direktur BPJS Kesehatan Fahmi Idris membantah kabar tersebut.
"Bahwa untuk memulai sanksi itu sudah ada normanya, tapi apakah untuk mengeksekusinya satu Januari. Saya tegaskan itu belum," kata Fahmi dalam jumpa pers di Jakarta, Kamis (20/12).
Sebelumnya, tersebar foto selebaran yang mengimbau masyarakat untuk segera mendaftarkan diri dan seluruh anggota keluarganya ke BPJS Kesehatan pada tanggal 1 Januari 2019.
• Tiada Ampun! Kopassus Kopaska dan Denjaka Kejar Perompak Sampai ke Pantai, Perahu Ditenggelamkan
Jika tidak, akan dikenakan sanksi berupa pencabutan layanan publik, antara lain Izin Mendirikan Bangunan (IMB), Surat Izin Mengemudi (SIM), dan paspor.
Namun Fahmi menegaskan bahwa BPJS tidak memiliki kemampuan untuk memberikan sanksi terkait pelayanan publik.
Sanksi administratif bagi setiap orang yang belum mendaftarkan diri dan keluarganya sebagai peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) tertuang dalam aturan pemerintah; tepatnya, Perpres No. 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan dan PP No. 86 Tahun 2013.
Tapi, Fahmi mengatakan, penerapan sanksi tersebut sangat tergantung pada pihak-pihak yang bekerja sama dengan BPJS.
• Modus Ngaku Bisa Cegah Santet, Seorang Ayah Setubuhi Siswi SMA Berkali-kali, Putrinya Hanya Nurut
"Soal SIM tentu kita harus bicara dengan kepolisian, lalu paspor dengan imigrasi," ia mencontohkan.
Ia menyatakan bahwa hingga saat ini belum ada keputusan untuk mulai menerapkan sanksi tersebut mulai 1 Januari 2019.
"Nah apakah 1 Januari (2019) berjalan... nah sampai kemarin kita diskusikan termasuk kita bicarakan di DPR ya itu belum ada keputusan untuk dijalankan," ujarnya.
Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 Tentang Jaminan Kesehatan
Pasal 17
(1) Kewajiban melakukan pendaftaran sebagai Peserta Jaminan Kesehatan yang telah ditentukan sesuai dengan batas waktunya namun belum dilakukan maka dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
• Syarat Dukung Prabowo Dilontarkan Amien Rais, Muncul Pernyataan Gerindra Sufmi Dasco
(2) Kewajiban melakukan pendaftaran sebagai peserta Jaminan Kesehatan bagi PBPU dan BP dilaksanakan paling lambat tanggal 1 Januari 2019.
Pasal 19
Ketentuan lebih lanjut mengenai prosedur pendaftaran dan administrasi kepesertaan diatur dengan Peraturan BPJS Kesehatan setelah berkoordinasi dengan kementerian/lembaga terkait.
Peraturan Pemerintah Nomor 86 Tahun 2013 Tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif Kepada Pemberi Kerja Selain Penyelenggara Negara Dan Setiap Orang, Selain Pemberi Kerja, Pekerja, Dan Penerima Bantuan Iuran Dalam Penyelenggaraan Jaminan Sosial
• Akan Ada Penambahan Provinsi Baru di Peta Indonesia, Papua Bakal Dimekarkan Jadi 4 Provinsi
Pasal 4
(1) Setiap orang, selain pemberi kerja, Pekerja, dan penerima bantuan iuran yang memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan wajib:
a) mendaftarkan dirinya dan anggota keluarganya sebagai peserta kepada BPJS; dan
b) memberikan data dirinya dan anggota keluarganya secara lengkap dan benar kepada BPJS.
• ICW Bocorkan 4 Menteri Jokowi Diduga Terlibat Skandal Penggelapan Harta Panama Papers, Siapa Saja?
Pasal 9
(2) Sanksi tidak mendapat pelayanan publik tertentu yang dikenai kepada setiap orang, selain pemberi kerja, Pekerja, dan penerima bantuan iuran yang memenuhi persyaratan kepesertaan dalam program jaminan sosial meliputi:
a) Izin Mendirikan Bangunan (IMB)
b) Surat Izin Mengemudi (SIM)
c) sertifikat tanah
d) paspor; atau
e) Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK).
(3) Pengenaan sanksi tidak mendapat pelayanan publik tertentu dilakukan oleh unit pelayanan publik pada instansi Pemerintah, pemerintah daerah provinsi, atau pemerintah daerah kabupaten/kota
Sanksi ini adalah salah satu ikhtiar BPJS untuk meningkatkan cakupan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), yang sampai Oktober 2018 mencapai 75,88%, dengan menyasar kelompok yang disebut 'missing middle'—warga yang bekerja di sektor informal (non-salaried worker) – tanpa keharusan dari majikan untuk mendaftar ke BPJS – dan tidak hidup dalam kemiskinan.
Menurut peneliti di Fakultas Kedokteran UI, Rina Agustina, kebanyakan dari kelompok tersebut adalah warga berusia 20-35 tahun.
Padahal, mereka sangat dibutuhkan untuk menunjang JKN karena relatif jarang sakit.
Studi yang diterbitkan di jurnal ilmiah The Lancet, di mana Rina menjadi penulis pertamanya, mendapati bahwa 50% dari warga usia 20-35 tahun dari kelas menengah dan menengah-bawah belum tercakup JKN.
Namun Ketua Departemen Ilmu Ekonomi UI Teguh Dartanto berpendapat bahwa sanksi pencabutan layanan publik seharusnya diterapkan kepada peserta JKN yang menunggak iuran.
Ia menyoroti bahwa sebagian besar peserta yang nunggak sebenarnya tidak miskin, karena warga miskin sudah tercakup dalam Program Bantuan Iuran (PBI) nasional dan daerah.
Dari perspektif ekonomi, sanksi yang berlaku sekarang – berupa penghentian jaminan kesehatan dan denda – tidak berkelanjutan, kata Teguh.
• Klasemen Semantara & Jadwal MotoGP Malaysia 2019 Sirkuit Sepang, Rossi Turun Peringkat 7 (VIDEO)
"Artinya kita juga harus balance mengenai layanan sebagai sebuah hak warga negara, tapi juga kita harus memikirkan keberlanjutan sistem ini jangka panjangnya seperti apa."
Bagaimanapun, ia menilai bahwa sanksi pencabutan layanan publik tidak memungkinkan untuk diterapkan pada awal 2019 lantaran ongkos politik yang terlalu besar.
• Kumpulan Nama-nama Bayi Perempuan Islami Serta Arti Nama Anak Perempuan Islami
"Karena mungkin akan menciptakan kegaduhan... dan itu mungkin tidak efektif," ujarnya. (*)