Pemko Pekanbaru
Super Hub Pemko Pekanbaru

Ilham Tohti, Aktivis HAM Uighur China Terima Penghargaan dari Parlemen Uni Eropa

Ilham Tohti, Aktivis HAM Uighur China Terima Penghargaan dari Parlemen Uni Eropa.

Editor: Ilham Yafiz
tribunpekanbaru/Theorizky
Sejumlah relawan dari Syam Organizer menggelar aksi solidaritas untuk umat muslim Uighur di Jalan Sudirman Pekanbaru, saat hari bebas kendaraan bermotor, Minggu (23/12/2018) lalu. 

Seperti contoh, gerakan ini pernah melancarkan beberapa aksi teror dalam beberapa tahun.

Satu di antaranya adalah ledakan bom di Stasiun Kereta Kunning tahun 2014.

Ledakan besar ini tercatat telah menewaskan 30 warga sipil.

Inilah yang kemudian menjadi alasan bagi Pemerintah China untuk membenarkan kebijakan ‘keras’ terhadap Bangsa Uighur.

Pemerintah China melakukan cara dengan melakukan tindakan-tindakan seperti: persekusi, intimidasi dan kerja paksa di kamp-kamp konsentrasi yang disebut ‘kamp re-edukasi’ tersebut.

Cara ini dilakukan Pemerintah China terhadap berbagai macam kelompok oposisi yang dianggap akan mengganggu kekuasaan.

Tak Punya Ruang Gerak

Schroter menilai bahwa Pemerintah China berhasil melakukan ini lantaran banyak warga Uighur yang tidak memiliki ruang gerak.

Hal ini terjadi lantaran adanya pengawasan seksama yang dilakukan oleh Pemerintah China.

Melanggar Hak Asasi Manusia (HAM)?

Tindakan keras yang dilakukan oleh Pemerintah China disebut Schroter melanggar hak asasi manusia.

Ia juga menilai bahwa metode yang digunakan telah berhasil menundukkan aneka bentuk perlawanan.

“Inilah yang diinginkan Pemerintah China”, ungkap Schroter.

Perubahan Sikap Turki?

Menurut Schroter, kritikan terhadap Pemerintah China tentang pelanggaran Hak Asasi Manusia seringnya datang dari negara-negara barat.

Ia mengambil contoh Turki yang mendukung perjuangan etnis Uighur.

Melalui Perdana Menteri Turki, Recep Tayyip Erdogan pernah menyebut kebijakan China sebagai bagian dari ‘genosida’.

Pernyataan ini diucapkan Erdogan pada tahun 2009, ujarnya.

Erdogan juga pernah mendukung gerakan Bangsa Uighur dengan menampung pelarian etnis tersebut dari daerah Xianjiang, China.

Usai ditampung dan mendapat suaka, Erdogan juga membebaskan mereka dalam aktivitas politik.

Namun demikian sikap Turki mulai berubah seiring berjalannya waktu.

Pada tahun 2017, Menteri Luar Negeri Turki sempat mengeluarkan kebijakan ‘keras’ terhadap warga Uighur di tempat penampungan.

Sampai saat ini, demonstrasi dan aksi politik terhadap warga Uighur tidak lagi diperbolehkan.

Beberapa yang bebal bahkan dilaporkan ditangkap.

Pada musim panas tahun 2019, Erdogan memuji kebijakan Pemerintah China saat mengunjungi kamp warga Uighur.

“Sikap Ankara sudah berubah”, ungkap Schroter.

Perubahan sikap Turki dinilai Schroter memiliki dua alasan: pertama, adalah pengaruh memburuknya hubungan Turki dengan negara barat.

Menurutnya, Turki berusaha mencari kekuatan alternatif dan memakai China sebagai sekutu baru.

Kedua, menurut Schroter adalah relasi perdagangan.

Schroter menilai Turki sedang dalam masa krisis ekonomi dan membutuhkan hubungan perdagangan yang sehat.

Alih-alih membuka pintu bagi Turki, China justru tidak tertarik apakah Erdogan membungkam oposisi - Uighur - atau tidak.

Bagaimana SIkap Negara Lain?

Satu negara yang dijadikan contoh oleh Schroter adalah Iran.

Menurutnya, China merupakan negara terbesar pengimpor minyak dari Iran.

Hal itu dimungkinkan menjadikan alasan Iran tidak melayangkan gugatan terhadap kebijakan China.

Iran juga menjadi tempat bagi China untuk berinvestasi di bidang migas.

Selanjutnya adalah Pakistan dan Arab Saudi yang turut bungkam lantaran alasan yang sama, yaitu ‘ekonomi’.

Pangeran Muhammad bin Salman sempat memuji langkah yang diambil Pemerintah China terhadap minoritas Uighur.

Schroter menyebut banyak negara-negara mayoritas Muslim yang dipimpin oleh pemerintahan otoriter sering mendapat kritik lantaran dugaan pelanggaran HAM.

Hal ini berlaku bagi negara-negara seperti, Mesir, Pakistan, Iran, Arab Saudi, dan negara-negara teluk lainnya.

Schroter menyatakan bahwa China pada dasarnya tidak tertarik dengan urusan HAM.

“Negara manapun dapat berbisnis dengan China tanpa perlu takut mendapat kritik terkait kebijakan internal masing-masing”, pungkasnya.(*)

(TRIBUNNEWSWIKI.COM/Dinar Fitra Maghiszha)
Berita ini sebelumnya telah terbit di Tribunnewswiki dengan judul Dipenjara Seumur Hidup di China, Aktivis Etnis Uighur Ilham Tohti Terima Penghargaan dari Uni Eropa
Sumber: TribunnewsWiki
Halaman 4/4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved