Polemik Pajak Sarang Burung Walet, Pemkab Meranti vs Balai Karantina, Bupati : Misunderstanding
"Hanya terjadi misunderstanding. Jadi saya harapkan kedua belah pihak saling terbuka saling bisa berkomunikasi dan saling melengkapi data," pungkas Ir
Penulis: Teddy Tarigan | Editor: Nolpitos Hendri
"Saya melihat dari mekanisme pemungutan pajak, apabila ada sarang burung walet yang langsung dikeluarkan sertifikasi tanpa terlebih dahulu membayar pajak ini disebut penggelapan pajak," tegas Irwan.
Melalui rapat tersebut Pemkab Kepulauan Meranti berharap dapat membentuk asosiasi penangkar atau pengepul sarang burung walet yang akan memfasilitas dalam membayarkan pajak.
Bupati Irwan juga menegaskan tidak ada persaingan dengan Balai Karantina.
"Hanya terjadi misunderstanding. Jadi saya harapkan kedua belah pihak saling terbuka saling bisa berkomunikasi dan saling melengkapi data," pungkas Irwan.
Perwakilan pengepul sarang burung walet bernama Gusman yang sempat menanggapi pernyataan Bupati sempat keberatan apabila pihaknya diposisikan sebagai wajib pungut pajak sarang burung walet.
Dirinya mengatakan tidak semua hasil sarang burung walet yang dijual dari Kepulauan Meranti berasal dari dalam daerah.
"Terkadang hasil panen dari sarang burung walet itu tidak semua berasal dari Meranti seperti yang kita ketahui petani yang ada di Meranti ini dia memiliki gedung walet di Ambon, Kalimantan, Siak dan sekitar Riau pesisir," ungkap Gusman.
Gusman menjelaskan banyaknya penangkar sarang burung walet yang berasal dari daerah lain melakukan pengumpulan di Kepulauan Meranti karena mempengaruhi harga.
"Menjual dengan partai banyak dengan partai sedikit itu mempengaruhi harga dan di situ ada grade, grade itu yang menentukan harga," pungkasnya.
Gusman menyarankan agar Pemkab Kepulauan Meranti langsung turun ke wajib pajak untuk melakukan pemungutan pajak.
Di dalam rapat juga dibeberkan jumlah pungutan retribusi tidak maksimal, dari hampir seribu penangkaran walet yang tercatat dan tersebar diseluruh wilayah Kepulauan Meranti hanya berhasil memberikan pendapatan sebesar 750 juta/tahun.
Angka itu dinilai sangat kecil jika melihat data yang diberikan pihak Balai Karantina Selatpanjang kepada Dinas Pertanian dan Peternakan Meranti, hasil produksi ekspor walet yang keluar dari Kepulauan Meranti dengan rata-rata sebanyak 2 ton/bulan atau 24 ton/tahun.
Masalah yang terjadi saat ini juga para petugas pajak Pemkab Meranti sangat kesulitan untuk melakukan pemungutan restribusi di lokasi penangkaran, karena sebagian besar penangkaran yang dikunjungi berada dalam keadaan disegel dan pemiliknya banyak tidak berada di tempat.
Pemilik hanya muncul saat panen atau berhubungan dengan pengepul sarang burung walet.
Beranjak dari persoalan dan data yang dipaparkan dalam rapat, Bupati berkesimpulan menargetkan pemasukan pajak kepada Pemda sebesar 500 juta/bulan.
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/pekanbaru/foto/bank/originals/polemik-pajak-sarang-burung-walet-pemkab-meranti-vs-balai-karantina-bupati-misunderstanding.jpg)