Pemko Pekanbaru
Super Hub Pemko Pekanbaru

Walau Joe Biden Menang Suara Terbanyak, Donald Trump Bisa Kembali Jadi Presiden AS, BEGINI Sistemnya

Negara bagian dengan populasi lebih besar punya lebih banyak jatah suara elektoral, seperti California ada 55 orang.

AFP
Joe Biden mendapatkan simpati muslim di AS 

TRIBUNPEKANBARU.COM - Saat ini, erhatian dunia kini tertuju pada Amerika Serikat.

Amerika Serikat tengah menjalani pemilihan umum guna menentukan presiden baru.

Pemilu untuk menentukan presiden Amerika Serikat periode 2020-2024 pada Selasa (3/11/2020).

Pada Pemilihan Presiden (Pilpres) AS kali ini, Donald Trump dari Partai Republik dan Joe Biden dari Partai Demokrat menjadi kandidat Calon Presiden.

Dari sejumlah survei, Joe Biden mendapat suara lebih unggul dibanding petahana, Donald Trump.

Baca juga: Baru 4 Bulan Bebas, Residivis di Desa Palas Pelalawan Ini Kembali Diringkus Satres Narkoba Polres

Baca juga: RSA Nusa Waluya II Tak Juga Beroperasi, Padahal Lebih 1 Bulan Sandar di Pekanbaru, Ini Penyebabnya

tribunnews
Debat final antara Donald Trump dan Joe Biden, Jumat (23/10/2020). (YouTube Sky News)

Meski demikian, calon yang mendapatkan suara lebih banyak bukan berarti menjadi pemenangnya.

Seperti saat Pilpres 2016 di mana suara Trump tidak lebih banyak dari rivalnya kala itu, Hillary Clinton.

tribunnews
Presiden AS Donald Trump memegang Alkitab saat berkunjung ke Gereja Episkopal St Johnannes di seberang Gedung Putih (reuters)

Baca juga: Pria ini Gelar Syukuran 6 Bulan Kandungan Istri yang Dihamili Pria Selingkuhannya

Baca juga: Ditutup Siang Ini, Ikuti Panduan Cara Daftar Kartu Prakerja Gelombang 11

Baca juga: Habib Rizieq Shihab Sebut Akan Tuntut Secara Hukum Orang yang Menyatakan Dirinya Overstay di Saudi

Clinton mendapat 2,8 juta suara lebih banyak dari Trump.

Meski demikian, Trump lah yang menjadi Presiden negara Paman Sam tersebut.

Pasalnya, AS menggunakan sistem memilih tidak langsung, yakni elektoral college dalam menentukan presiden beserta wakilnya.

Electoral college merupakan lembaga pemilih yang bekerja setiap empat tahun sekali, yaitu beberapa pekan setelah pemungutan suara oleh masyarakat di negara bagian.

Anggota electoral college adalah orang dari partai politik di tingkat negara bagian.

Mereka biasanya petinggi partai atau sosok yang berafiliasi dengan kandidat presiden dari partainya.

Pada sistem electoral college, warga tidak hanya memilih presiden dan wakil presiden, mereka juga harus memilih orang-orang yang bakal duduk dalam electoral college.

Baca juga: UPDATE Quick Count Hasil Pilpres AS 2020: Pukul 09.00 WIB, Joe Biden Ungguli Trump

Baca juga: Habib Rizieq Shihab Dijadwalkan Tiba di Indonesia Pada 10 November 2020, Cekal Dicabut?

Suara itu lalu dikumpulkan per negara bagian.

Negara bagian dengan populasi lebih besar punya lebih banyak jatah suara elektoral, seperti California ada 55 orang.

Sedangkan anggota electoral college berjumlah 538 orang.

Di negara-negara bagian dengan penduduk yang sedikit, mereka diwakilkan oleh minimal tiga orang.

Setiap orang dalam lembaga electoral college ini memiliki satu hak suara.

Kandidat yang mendapat suara mayoritas di suatu negara bagian merebut semua suara elektoral di negara bagian tersebut.

Pasangan yang mendapat 270 dari total 538 suara elektoral bisa keluar menjadi Pemenang Pilpres dan berhak menjadi Presiden.

Analisis Trump Vs Biden

Beberapa hari sebelum pemilu, keduanya telah terlibat debat panas mulai dari saling menyerang satu sama lain, hingga mengeluarkan pernyataan-pernyataan kontroversial.

Melihat perdebatan antara Trump dan Biden, Dosen Hubungan Internasional (HI) FISIP UNS Septyanto Galan Prakoso, S.I.P., M.Sc. melihat justru Trump berada di posisi yang lebih unggul dibandingkan Biden.

Dikutip dari YouTube TRIBUNWOW OFFICIAL, Senin (2/11/2020), analisa tersebut dilandaskan dari debat kedua calon presiden AS 2020 tersebut.

Galan melihat, strategi yang  digunakan oleh Biden untuk melawan Trump dalam debat dirasa tidak cocok.

"Biden memakai cara untuk melawan Trump tidak dengan semestinya," kata dia.

Ia menyinggung soal bagaimana Biden justru membalas sifat keras Trump dengan balasan yang sama keras.

"Dia tidak menunjukkan siapa yang lebih dewasa," kata Galan.

"Karena dia melawan api dengan api."

Galan mengatakan, publik AS sudah mengerti bahwa Trump memang memiliki sifat yang vokal.

Namun di sisi lain, sifat vokal Biden yang mencoba menanggapi cecaran Trump justru dapat menjadi bumerang bagi Biden.

"Tapi saya takutnya, publik Amerika tidak melihat yang mereka inginkan," kata Galan.

"Mereka mungkin ingin presiden yang lebih cool, lebih calm."

Ia kemudian mengungkit soal mantan presiden dari partai Demokrat sebelumnya, yakni Barrack Obama.

Galan menjelaskan bagaimana Obama mampu mempertahankan sikap kalem, dan tenang ketika maju menjadi presiden AS.

Berdasarkan analisis Galan, Obama yang memiliki sifat tenang dapat meraih simpati dari masyarakat negeri Paman Sam tersebut.

Galan lalu kembali menyinggung soal ucapan 'Insyaallah' yang sempat dilontarkan oleh Biden.

Ia melihat Biden menggunakan tersebut untuk menarik simpati, namun juga digunakan sebagai sindiran terhadap Trump.

"Itu mungkin (ingin) mengambil simpati dari golongan warga muslim," kata Galan.

"Tapi di sisi lain itu juga nyindir."

"Jadi kesannya sama-sama enggak dewasa," sambung dosen yang kini tengah menempuh studi doktoral di Taiwan itu.

Melihat fakta-fakta tersebut, Galan menilai Trump justru lebih unggul dibandingkan Biden.

"Trump tetap konsisten," ungkapnya.

Simak video selengkapnya mulai menit ke-15.00:

(TribunWow.com/Mariah Gipty/Anung Malik)

Artikel ini telah tayang di tribun-medan.com dengan judul Peluang Donald Trump jadi Presiden AS Lagi kendati Joe Biden Dulang Suara Banyak, Begini Sistemnya

https://medan.tribunnews.com/2020/11/04/peluang-donald-trump-jadi-presiden-as-lagi-kendati-joe-biden-dulang-suara-banyak-begini-sistemnya?page=all

Sumber: TribunWow.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved