Mensos Juliari Korupsi Bansos Covid-19,Haris Azhar Ingatkan Jangan Senang Dulu: Di Daerah Bagaimana?
Penyerahan uang itu dilakukan pada Sabtu (5/12) sekitar pukul 2.00 WIB di salah satu tempat di Jakarta.
Penulis: | Editor: Firmauli Sihaloho
TRIBUNPEKANBARU.COM - Aktivis Hak Asasi Manusia Haris Azhar menanggapi penetapan Menteri Sosial Juliari P Batubara sebagai tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi terkait bansos Covid-19.
Kasus dugaan tindak pidana korupsi ini bermula dari informasi terkait adanya dugaan penerimaan uang oleh sejumlah penyelenggara negara yang diberikan oleh Ardian IM selaku swasta dan Harry Sidabuke kepada Matheus Joko Santoso selaku pejabat pembuat komitmen di Kemensos, Adi Wahyono dan Mensos Juliari Batubara.
Sedangkan khusus untuk Juliari, pemberian uang melalui Matheus Joko Santoso dan Shelvy N selaku sekretaris di Kemensos.
Penyerahan uang itu dilakukan pada Sabtu (5/12) sekitar pukul 2.00 WIB di salah satu tempat di Jakarta.
Uang itu sebelumnya telah disiapkan Ardian dan Harry di salah satu apartemen di Jakarta dan di Bandung.
Uang disimpan di dalam 7 koper, 3 tas ransel dan amplop kecil yang jumlahnya sekitar Rp 14,5 miliar.
Diduga Mensos Juliari P Batubara menerima Rp17 miliar dari bantuan korupsi sosial covid-19 yang berasal dari dua kali periode pengadaan bansos.
Baca juga: UPDATE Sidang Suami Inneke Koesherawati: Tersandung Kasus Suap, Masa Tahanan Dipotong
Baca juga: Petugas Penyelenggaran Pilkada yang Positif dan Reaktif Covid-19, Dinonaktifkan Saat Pencoblosan
Baca juga: Jelang Akhir Triwulan Ketiga, Premi Asuransi di Provinsi Riau Capai Rp1.584 Miliar
Dari OTT ini, KPK menemukan uang dengan sejumlah pecahan mata uang asing. Masing-masing yaitu sekitar Rp 11,9 miliar, sekitar USD 171,085 dan sekitar SGD 23.000.
Selain Juliari, KPK juga menetapkan empat tersangka lainny yakni Matheus Joko Santoso, Adi Wahyono, Ardian IM dan Harry Sidabuke.
Lantas apa tanggapan aktivis hak asasi manusia Haris Azhar terhadap kasus ini?
Haris Azhar mengungkapkan penilaiannya itu saat menjadi narasumber di program acara Indonesia Lawyers Club (ILC) Tv One dilansir TribunJakarta pada Rabu (9/12).
Haris menilai, penetapan Juliari sebagai tersangka membuat publik berasumsi menteri apa lagi yang akan ditangkap setelah ini.
"Tetapi saya khawatir ini semacam teater, melihat pendekatan KPK yang merupakan hukum pidana. Jadi peristiwanya sangat rigid," imbuh Haris Azhar.
Baca juga: TNI Dituding Lakukan Penembakan Pengawal Rizieq Shihab,Pangdam Jaya Angkat Bicara, Ini Penjelasannya
Baca juga: Pasien Covid-19 di Kuansing Bisa Berikan Hak Suara, Didatangi Petugas ke Rumah Masing-masing
Baca juga: Sosok Reza Laskar FPI yang Tewas dalam Insiden di Tol Jakarta-Cikampek, Rajin Bantu Dagangan Ibu
Lebih lanjut, Haris Azhar menyoroti penetapan tersangka Mensos Juliari harus dilihat secara luas dampaknya.
"Masalahnya bener-bener nempel soal korupsi dan pemenuhan HAM, ini cukup kewajiban negara harus dijalankan tetapi potensi kejahatannya juga semesta, meluas."
"Bansos ini melibatkan K/L di daerah juga dan masuk ke birokrasi perencanaan dan lain-lain, pertanyaan saya KPK kan tidak ada di tiap daerah dan kabupaten. Uang tersebut juga bukan cuma di Kemensos, tetapi juga di daerah. Yang ada di daerah itu siapa? kan ada Kejaksaan, Kepolisian dan Ombudsman. Tetapi ini semua menyatupadukannya dimana?" beber Haris Azhar.
Haris menjelaskan, Presiden dan DPR harusnya melaksanakan fungsi pengawasan setelah perencanaan program.
"Bukan hanya sekadar bicarakan hukuman mati. Tetapi harus ada konsep pemulihan dalam ham. Apakah dengan menghukum mati seseorang maka apakah minyak curahnya akan terkoreksi? Apakah ditangkapnya Mensos lalu kualitas beras menjadi membaik?," ucap Haris Azhar.
Haris menyatakan, KPK saat ini baru fokus terhadap akuntabilitas terhadap masalah Mensos Juliari, belum mengenai menjawab problem di lapangan.
Baca juga: Kapolres Dumai Wajibkan Hal Ini Kepada 294 Personel Pengamanan TPS, Apa Saja?
Baca juga: Jawaban Menohok Susi Pudjiastuti Soal Ekspor Benih Lobster: Untuk Profesor & Youtuber & Siapa saja
Baca juga: Cagub Sumbar Mulyadi Tidak Ikut Nyoblos di Pilgub Sumbar 2020, Ini Penyebabnya
"Bansos ini hanya sebagai alat kelengkapan foto bukan alat kelengkapan hidup bagi masyarakat miskin yang angkanya numbuh terus menurut BPS. Siapa yang mengawal dari hulu ke hilir?" tanya Haris Azhar.
Kemudian, Haris meminta adanya kesatupaduan antar lembaga untuk mengawal program bansos covid-19 ini.
"Makanya saya bilang kita jangan-jangan senang dengan tindakan teaterikal, menterinya ditangkap padahal dibawahnya gak ada perubahan. Itu penting untuk kita lihat."
"Kita harus melihat bagaimana kondisi kemiskinan yang terus tumbuh dan apakah bantuan itu membantu," ujar Haris.
Untuk itu, Haris Azhar meminta agar lembaga dan partai politik bekerjasama membuka kanal pengaduan dugaan korupsi di tiap daerah.
Selain itu, Haris Azhar juga menyoroti pelaksanaan Pilkada Serentak pada 9 Desember 2020.
"Aspek yang mau saya bahas itu siapa yang memeriksa selama ini? Pengawasan DPR, lembaga pengawasan seperti KPK dan sebagainya? bukan cuma hitungin ada pencoblosan yang salah atau tidak, bukan sekadar melihat kesalahan menantu Presiden ada atau tidak."
"Tetapi juga harus dilihat kenapa tiap masa kepresidenan itu Mensos ditangkap? termasuk jika dalam pembuktiannya nanti dia benar atau tidak. Ini ada uang legit di sektor bansos, atas nama bansos maka bisa dipakai buat apa dan penentuannya gerak cepat. Tetapi ada yang ringkih disitu secara sistematik dan struktural," imbuh Haris Azhar.
Dengan kondisi demikian, Haris khawatir adanya penyalahgunaan dana bansos di dalam pilkada maupun pemilu.
Untuk itu, ia meminta adanya pengawasan terhadap petahana yang maju di Pilkada karena mereka merupakan pengambil kebijakan yang besar, termasuk mengenai program bansos.
"Bagaimana caranya kita memeriksa pertanggungjawaban bansos yang selama ini jumlahnya triliunan?" tukas Haris Azhar.
Artikel ini telah tayang di Tribunjakarta.com dengan judul Juliari P Batubara Terjerat KPK, Haris Azhar: Kenapa Setiap Rezim Mensosnya Ditangkap?
