Taliban Disebut Tebar Ketakutan, Mahasiswi Afganistan Melawan, 'Saya Tidak akan Pernah Lakukan Itu'
Tak gentar dengan kebijakan Taliban, mahasiswi ini pilih melawan. Bahkan secara tegas ia mengatakan tidak akan pernah melakukan hal tersebut
TRIBUNPEKANBARU.COM- Taliban disebut kembali menebar ketakutan bagi kaum perempuan.
Mereka menyebar poster yang berisi himbauan agar perempuan mengenakn Burqa.
Namun, imbuan tersebut dinilai seperti menebar teror.
Baca juga: Taliban Kembali Berulah, Keluarkan Aturan yang bikin Geleng Kepala, Warga Afganistan Makin Menderita
Seorang mahasiswi melawan. Ia mengatakan awalnya ketakutan ketika mendapati banyaknya poster yang dipasang Taliban di titik keramaian.
Ia khawatir karena Taliban bisa saja memukulinya.
Namun, meskipun ada ketegasan Taliban terkait dengan imbauan tersebut, mahasiswi ini memilih untuk bersikap biasa-biasa saja.
"Apa yang mereka coba lakukan adalah menyebarkan ketakutan di antara orang-orang," ujar seorang mahasiswa dan pembela hak-hak perempuan, yang tidak ingin disebutkan namanya, kepada AFP.
"Kali pertama saya melihat poster-poster itu, saya benar-benar ketakutan, saya pikir mungkin (Taliban) akan mulai memukuli saya. Mereka ingin saya mengenakan burqa dan tidak terlihat apa-apa, saya tidak akan pernah melakukan itu."
Polisi agama Taliban memasang poster di sekitar ibu kota Kabul yang memerintahkan para perempuan Afghanistan untuk menutup aurat, kata seorang petugas pada Jumat (7/1/2022).
Poster yang berupa gambar burqa menutupi wajah itu dipasang di kafe-kafe dan toko-toko minggu ini oleh Kementerian Promosi Kebajikan dan Pencegahan Kejahatan.
“Menurut hukum Syariah, wanita Muslim harus mengenakan jilbab,” bunyi poster itu, mengacu pada praktik menutup aurat.
Seorang juru bicara kementerian, yang bertanggung jawab untuk menegakkan interpretasi keras Taliban terhadap hukum Islam, mengonfirmasi kepada AFP pada Jumat bahwa mereka berada di balik perintah tersebut.
“Jika seseorang tidak mengikutinya, bukan berarti dia akan dihukum atau dipukuli, itu hanya dorongan bagi wanita Muslim untuk mengikuti hukum Syariah,” kata Sadeq Akif Muhajir.
Di Kabul, para perempuan sudah menutupi rambut mereka dengan jilbab, meskipun beberapa mengenakan pakaian Barat yang sederhana.
Di luar ibu kota, burqa yang menjadi wajib bagi perempuan di bawah rezim pertama Taliban pada 1990-an, masih umum dikenakan.
Taliban, yang sangat membutuhkan pengakuan internasional untuk memungkinkan aliran dana dibuka kembali ke Afghanistan yang dilanda perang, sejauh ini menahan diri untuk tidak mengeluarkan kebijakan nasional.
Baca juga: Dokter Muda yang Baru Menikah Meregang Nyawa Ditangan Taliban, Ini Pemicunya Masalah Sepele Ini
Baca juga: Miris, Muncul untuk Pertama Kali ke Publik, Petinggi Taliban Ini Mengemis ke Negara lain
Sebaliknya, mereka menerbitkan panduan untuk pria dan wanita yang bervariasi dari satu provinsi ke provinsi lainnya.
"Ini tidak bagus. 100 persen, ini akan menciptakan ketakutan," kata Shahagha Noori, pengawas restoran Kabul tempat poster itu dipasang oleh Taliban.
"Saya pikir jika Taliban mendapatkan pengakuan internasional, maka mereka akan mulai menegakkannya."
Meskipun Taliban menjanjikan versi yang lebih ringan dari aturan garis keras rezim 1996 hingga 2001, sebagian besar perempuan tidak dimasukkan ke pekerjaan pemerintah, dan sekolah menengah untuk anak perempuan tetap ditutup di beberapa provinsi.
Perempuan Afghanistan juga dilarang bepergian sendirian dalam perjalanan jauh.
Belum ada negara yang secara resmi mengakui Pemerintah Taliban, dan para diplomat menghadapi tugas sulit menyalurkan bantuan ke ekonomi Afghanistan yang dilanda krisis tanpa menopang kelompok garis keras itu.
Wanita Lakukan Protes
Kerumunan perempuan berbaris melalui ibu kota Afghanistan.
Selain menyerukan hak-hak perempuan untuk dihormati, mereka juga menuduh pihak berwenang Taliban diam-diam membunuh tentara yang melayani bekas pemerintah yang didukung AS.
Dilansir Tool News, pada Selasa (28/12/2021), sekitar 30 wanita berkumpul di dekat sebuah masjid di pusat Kabul.
Mereka berbaris beberapa ratus meter meneriakkan "keadilan, keadilan" sebelum dihentikan pasukan Taliban.
Taliban berusaha mencegah wartawan meliput pawai, yang diorganisir melawan “pembunuhan misterius terhadap orang-orang muda, terutama mantan tentara negara itu”.
Baca juga: MENENGOK 100 Hari Pertama Taliban Menguasai Afghanistan: Apa yang Terjadi?
Baca juga: Ekonomi Afganistan Hancur, Marak Perdagangan Obat-obatan, Senjata dan Manusia, Taliban Tak Berdaya
Taliban juga menahan sekelompok wartawan dan menyita peralatan dari beberapa fotografer.
Mereka juga menghapus gambar dari kamera sebelum mengembalikannya.
Sejak Taliban kembali berkuasa pada bulan Agustus, Taliban secara efektif melarang protes tanpa sanksi.
Mereka juga sering melakukan intervensi untuk memblokir demonstrasi yang menentang kekuasaannya.
Protes itu sendiri terjadi beberapa minggu setelah laporan terpisah oleh PBB, Amnesty International, dan Human Rights Watch.
Ketiga badan itu mengatakan ada tuduhan lebih dari 100 pembunuhan di luar proses hukum oleh Taliban sejak pengambilalihan kekuasaan.
“Saya ingin memberitahu dunia, memberitahu Taliban untuk berhenti membunuh. Kami menginginkan kebebasan, kami menginginkan keadilan, kami menginginkan hak asasi manusia," kata pengunjuk rasa Nayera Koahistani kepada AFP.
Baca juga: Ekonomi Afganistan Hancur, Marak Perdagangan Obat-obatan, Senjata dan Manusia, Taliban Tak Berdaya
Baca juga: Militer Australia Antar Nyawa ke Afganistan, Susah Payah Tangkap Taliban Hanya untuk Dilepas Lagi
Dalam sebuah pernyataan yang dibacakan oleh pengunjuk rasa Laila Basam, para demonstran meminta Taliban "untuk menghentikan mesin kriminalnya".
Pernyataan itu juga menyebut mantan tentara dan mantan karyawan pemerintah yang digulingkan berada "di bawah ancaman langsung".
Ini jelas melanggar amnesti umum yang diumumkan Taliban pada Agustus lalu.
Para pengunjuk rasa juga menyampaikan keberatan terhadap pembatasan yang dihadapi perempuan di bawah pemerintahan Taliban.(*)
(Tribunpekanbaru.com)
