Terungkap Ternyata Ini Alasan Rusia Lakukan Serangan, Putin : Kami Tidak Akan Duduki Ukraina!
Serangan yang dilakukan Rusia ternyata disebabkan masalah Ini. Rusia tidak ingin duduki UKraina. Namun mereka lakukan hal penting ini
Penulis: Budi Rahmat | Editor: Budi Rahmat
Meski begitu, menurut Hikmahanto, sanksi tersebut tidak akan efektif karena adanya tiga alasan.
"Pertama, sanksi ekonomi baru akan terasa di level masyarakat Rusia dan para elit dalam waktu 6 bulan bahkan satu tahun ke depan," ucap Guru Besar Universitas Indonesia itu.
"Kedua, Rusia harus dibedakan dengan Iran ataupun Korea Utara yang masih sangat bergantung pada banyak negara," sambung Hikmahanto.
Alasan ketiga adalah karena Rusia akrab dibantu oleh sekutu-sekutunya, bahkan oleh China yang melihat potensi keuntungan secara finansial.
Hikmahanto menilai, penyelesaian melalui Dewan Keamanan PBB tidak akan membuahkan hasil. Hal ini mengingat di dalam DK PBB ada Rusia yang merupakan Anggota Tetap yang memiliki hak veto.
"Apapun draf resolusi yang bertujuan untuk melumpuhkan Rusia secara militer akan diveto oleh Rusia," ucap dia.
Satu-satunya upaya terbuka untuk penyelesaian damai Rusia vs Ukraina disebut adalah melalui Majelis Umum (MU) PBB. Sebab dalam MU PBB tidak ada hak veto dan semua negara anggota memiliki satu suara yang sama.
Baca juga: Boris Johnson Ngamuk Serang Rusia dengan Sanksi Ekonomi, Bantuan Militer untuk Ukraina Tidak Ada
Baca juga: Warganya Panik, Ketakutan, Pemerintah Ukraina : Tenang, Militer Sedang Mengusir Pesawat Rusia
Selain itu, semua negara yang menjadi anggota MU PBB bisa berperan.
"Dalam sejarahnya MU PBB pernah melaksanakan tugas menjaga perdamaian. Pada tahun 1950 saat pecah perang di Semenanjung Korea, MU PBB mengeluarkan resolusi yang disebut sebagai Uniting For Peace," jelas Hikmahanto.
Resolusi tersebut dapat meminta negara-negara yang bertikai untuk segera melakukan gencatan senjata.
KOMPAS.com/Nabilla Tashandra Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana dalam sebuah acara diskusi di bilangan Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (7/1/2017)
Bila seruan ini tidak digubris, kata Hikmahanto, maka MU PBB dapat memberi mandat kepada negara-negara untuk mengerahkan pasukan terhadap negara yang tidak mematuhi gencatan senjata.
"Tentu proses di MU PBB harus diinisiasi oleh sebuah negara anggota PBB," terang dia.
Menurut Hikmahanto, Indonesia dapat mengambil peran ini. Hal itu lantaran Indonesia saat ini memegang Presidensi G-20 dan memiliki kewajiban konstitusional untuk turut dalam ketertiban dunia.
"Presiden Jokowi dapat mengutus Menlu Retno Marsudi untuk melakukan shuttle diplomacy dengan melakukan pembicaraan ke berbagai pihak, termasuk Presiden MU dan Sekjen PBB, Menlu Rusia, Menlu Ukraina, Menlu negara-negara Eropa Barat dan AS," papar Hikmahanto.
