Pemko Pekanbaru
Super Hub Pemko Pekanbaru

Sidang Kasus Suap Eks Kepala Kanwil BPN

Selain Anak dan Menantu, Istri Pertama Eks Kepala Kanwil BPN Riau Juga Tolak Bersaksi di Sidang

Eva Rusnati, istri pertama eks Kepala Kanwil Badan Pertanahan Nasional (BPN) Riau, M Syahrir, juga menolak bersaksi di sidang, Senin

Penulis: Rizky Armanda | Editor: Ariestia
Tribunpekanbaru.com/Rizky Armanda
Anak-anak dan menantu eks Kepala Kanwil Badan Pertanahan Nasional (BPN), M Syahrir, menolak untuk bersaksi di persidangan, Senin (24/7/2023) di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Pekanbaru. 

TRIBUNPEKANBARU.COM, PEKANBARU - Eva Rusnati, istri pertama eks Kepala Kanwil Badan Pertanahan Nasional (BPN) Riau, M Syahrir, juga menolak bersaksi di sidang, Senin (24/7/2023).

Selain Eva, anak-anak dan menantu Syahrir, yang menyandang status terdakwa dalam kasus suap pengurusan Hak Guna Usaha (HGU) perusahaan sawit dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) ini, juga menolak memberi keterangan sebagai saksi.

Hal ini disampaikan mereka saat hadir secara virtual atau lewat skema video conference dalam sidang di Pengadilan Tipikor Pada Pengadilan Negeri Pekanbaru.

Mereka dihadirkan sebagai saksi oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Istri M Syahrir, Eva Rusnati berikut 5 anaknya, Indah Ismiansyah, I Agassi, Ardiansyah, Adi Firmansyah, Verdiansyah dan seorang menantunya Deni Marzuki, kompak menyatakan menolak untuk bersaksi.

Baca juga: BREAKING NEWS : 5 Anak dan Satu Menantu Eks Kepala Kanwil BPN Riau Menolak Bersaksi di Persidangan

Majelis hakim yang dipimpin Dr Salomo Ginting, menanyakan kesediaan mereka satu persatu.

Termasuk mempertanyakan soal hubungan kekeluargaan mereka dengan terdakwa Syahrir.

Alhasil, istri, para anak dan menantu Syahrir sama-sama menyatakan menolak untuk bersaksi karena ada hubungan kekeluargaan.

"Bersedia jadi saksi?," tanya hakim.

"Kami mundur Yang Mulia, karena ada hubungan kekeluargaan," jawab mereka.

Hakim juga menanyakan soal kebenaran keterangan yang mereka berikan dalam BAP saat diperiksa KPK.

Mereka menyatakan jika keterangan yang mereka berikan, benar adanya.

Terkait hal ini, terdakwa Syahrir pun tak keberatan. Alhasil, mereka pun dipersilakan oleh hakim untuk meninggalkan video conference via zoom tersebut.

Sebelumnya, JPU KPK dalam dakwaannya menyebut Syahrir diduga menerima gratifikasi dari perusahaan-perusahaan maupun pejabat yang menjadi bawahannya ketika menjabat Kepala Kanwil BPN Riau dan Kepala Kanwil BPN Maluku Utara. Tidak hanya itu, KPK menjerat Syahrir dengan TPPU karena uang itu dialihkannya dengan membeli sejumlah aset.

Tidak tanggung-tanggung, selama menjabat menjabat Kakanwil BPN Provinsi Maluku Utara dan Riau sejak Tahun 2017-2022, Syahrir telah menerima uang gratifikasi, yang keseluruhannya berjumlah Rp20.974.425.400.

Rincian gratifikasi yang diterima Syahrir, sebesar Rp5.785.680.400, saat menjabat sebagai Kakanwil BPN Provinsi Maluku Utara dan Rp15.188.745.000 saat menjabat sebagai Kepala Kanwil BPN Provinsi Riau.

Di Provinsi Riau, M Syahrir menerima uang untuk pengurusan hal atas tamah di Kanwil BPN Riau dari perusahaan seperti PT Permata Hijau, PT Adimulia Agrolestari, PT Ekadura Indonesia, PT Safari Riau, PTPN V, PT Surya Palma Sejahtera, PT Sekar Bumi Alam Lestari, PT Sumber Jaya Indahnusa Coy, PT Meridan Sejati Surya Plantation.

M Syahrir juga menerima uang dari ASN di lingkungan Kanwil BPN Provinsi Riau, untuk pengurusan izin HGU perusahaan, pengurusan tanah dan pihak lainnya yang memiliki hubungan kerja dengan Kanwil BPN Provinsi Riau. Di antaranya, dari Risna Virgianto yang menjabat sebagai Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Kuantan Singingi tahun 2019 sampai tahun 2021 sebesar Rp15 juta.

Kemudian dari Satimin terkait pengurusan tanah terlantar/permohonan HGU PT Peputra Supra Jaya pada tahun 2020 sebesar Rp20 juta. Jusman Bahudin terkait pengurusan pendaftaran HGU PT Sekarbumi Alam Lestari sebesar Rp80 juta.

Lalu dari Ahmad Fahmy Halim terkait pengurusan perpanjangan HGU PT Eka Dura Indonesia sebesar Rp1 miliar. Siska Indriyani selaku Notaris/PPAT di Kabupaten Kampar sebesar Rp30 juta.

Dari Indra Gunawan terkait pengurusan HGU PT Safari Riau/PT ADEI Plantation & Industry sebesar Rp10 juta. Suhartono terkait pengurusan perpanjangan HGU First Resource Group (antara lain PT Riau Agung Karya Abadi, PT Perdana Inti Sawit Perkasa, PT Surya Intisari Raya, PT Meridan Sejati Surya Plantation) sebesar Rp15 juta dan menerima uang terkait jabatannya Rp15.188.745.000.

Uang miliaran itu kemudian dialihkannya ke rekening lain dan digunakan untuk membeli sejumlah aset. Diantaranya, sejumlah bidang tanah, rumah toko (Ruko), kendaraan dan lainnya.

JPU menjerat Syahrir dengan Pasal 12 huruf a dan huruf b jo. Pasal 18 UU RI Nomor .31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 65 ayat (1) KUHP dan Pasal 3 UU RI Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang jo Pasal 65 ayat (1) KUHP. (Tribunpekanbaru.com/Rizky Armanda)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved