Pemko Pekanbaru
Super Hub Pemko Pekanbaru

Buruh Minta Batalkan Aturan Potong Gaji untuk BP Tapera, Regulasinya Dinilai Sangat Buruk

Aspek Indonesia menolak aturan iuran BP Tapera yang telah diterbitkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan ditetapkan pada 20 Mei 2024.

Tribunpekanbaru.com/mayonal
Ilustrasi buruh Demo 

TRIBUNPEKANBARU.COM - Polemik gaji yang akan dipatong untuk simpanan BP Tapera, masih menjadi perdebatan.

Banyak yang menyatakan ketidaksetujuannya terkait aturan baru yang buat rezim Jokowi itu.

Salah satunya datang dari serikat pekerja, yang merasa keberatan dengan adanya iuran BP Tapera.

Presiden Asosiasi Serikat Pekerja (Aspek) Indonesia Mirah Sumirat menolak Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024 tentang Perubahan Atas PP Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) yang telah diterbitkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan ditetapkan pada 20 Mei 2024.

PP tersebut menyebutkan bahwa simpanan peserta tapera akan berasal dari pekerja yang menerima gaji, seperti pegawai negeri, BUMN, dan swasta. Selain itu, pekerja mandiri.

Dalam PP tersebut, besaran simpanan dana Tapera yang ditarik setiap bulannya yakni 3 persen dari gaji atau upah pekerja.

Setoran dana Tapera tersebut ditanggung bersama oleh pemberi kerja, yakni sebesar 0,5 persen dan pekerja sebesar 2,5 persen.

Sementara untuk pekerja mandiri atau freelancer ditanggung sendiri oleh pekerja mandiri.

Menurut Mirah, PP ini merupakan sebuah regulasi yang sangat buruk.

Ia mengatakan, peraturan soal iuran BP Tapera dipotong dari gaji ini makin memperburuk kondisi ekonomi buruh.

"Di tengah-tengah keterpurukan, kelesuan, kemelorotan ekonomi kehidupan para pekerja buruh, ini BP Tapera justru makin memperburuk kondisi ekonomi buruh," kata Mirah kepada Tribunnews, Selasa (28/5/2024).

Mirah memandang buruh masih babak belur dari adanya undang-undang (UU) Omnibus Law Cipta Kerja, hingga dampak dari Covid-19.

UU Omnibus Law Cipta Kerja disebut telah menghasilkan upah murah bagi buruh, sedangkan dampak COVID-19 telah menyebabkan adanya PHK masal di mana-mana. Belum lagi lapangan pekerjaan yang makin sempit.

Lebih lanjut, kata Mirah, saat ini tengah terjadi kenaikan harga pangan sembako yang luar biasa tinggi.

"Ditambah lagi daya beli yang rendah karena upahnya murah, ini tentu makin memperburuk," ujarnya.

Sementara itu, tabungan para pekerja buruh ini semenjak COVID-19 ini sudah habis terkuras dan sampai sekarang tidak menabung karena malah makin minus.

"Ini sungguh satu regulasi keputusan yang sangat buruk. Batalkan!" pungkas Mirah. (Tribunnews)

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved