Pemko Pekanbaru
Super Hub Pemko Pekanbaru

Selamat Tinggal Gas Melon, DEB Mukti Sari Kian Berdaya Lewat Biogas

Bagi warga Desa Mukti Sari. Kotoran sapi mereka sulap menjadi sumber energi. Mbah Suhada sudah membuktikannya sendiri

Penulis: Syaiful Misgio | Editor: Hendri Gusmulyadi
Tribunpekanbaru/Syaiful Misgiono
Sudarman memperlihatkan bio slurry di reaktor biogas yang ada di belakang kandang sapinya di Jalan Seruling 11, Desa Mukti Sari, Kecamatan Tapung, Kabupaten Kampar, Sabtu, 24 Agustus 2024. 

"Bagi sebagian orang, kotoran sapi masih menjadi barang tak bernilai, tak terpakai dan tidak diminati. Namun tidak bagi warga Desa Mukti Sari. Kotoran sapi mereka sulap menjadi sumber energi. Mbah Suhada sudah membuktikannya sendiri. Dia mengubah kotoran sapi menjadi sumber rezeki, menghidupkan warga Desa Mukti Sari"

TRIBUNPEKANBARU.COM, PEKANBARU  - Sabtu, 24 Agustus 2024, cuaca di Kota Pekanbaru siang menjelang sore itu terasa menyengat. Saya pun bergegas meninggalkan hiruk pikuk Kota Pekanbaru menuju ke Desa Mukti Sari.

Setelah menempuh perjalanan selama lebih kurang dua jam, saya tiba di Desa Mukti Sari. Sebuah desa eks transmigrasi yang berada di Kecamatan Tapung, Kabupaten Kampar.

Letaknya strategis, berada di area sumur minyak Pertamina Hulu Rokan (PHR), tepatnya di Kota Batak. 

Dengan luas 1.250 kilometer persegi, Desa Mukti Sari memiliki 11 jalur atau lorong, penduduk setempat menyebutnya dengan istilah seruling. 

Ekonomi di desa ini sebagian besar ditopang dari sektor perkebunan kelapa sawit dan peternakan sapi.

Kedatangan saya di Desa Mukti Sari disambut dengan ramah oleh Sudarman. Dia adalah ketua kelompok tani Bhina Mukti Sari. Saya dijamu di teras rumahnya yang asri, di Jalan Seruling 11 Desa Mukti Sari

Udaranya sejuk, sesekali terdengar suara kicauan burung. Kami duduk di kursi kayu panjang bercat kuning dengan meja di tengahnya. Di atas meja tersaji dua toples yang didalamnya masing-masing berisi kopi dan gula. Kemudian ada tatakan gelas dan termos berisi air panas.

"Silahkan buat sendiri kopi nya, enak ini, asli dari Lampung," kata Sudarman. Saya pun menyeduh sendiri kopi yang sudah disiapkan oleh Sudarman di meja di teras rumahnya.

Sekilas tak ada yang beda dari sajian yang ada diatas meja itu. Kopi dan gula yang ada dalam toples itu sama seperti kopi dan gula pada umumnya.

Namun air panas yang digunakan untuk menyeduh kopi itu bagi saya terasa istimewa. Bukan dari mana sumber air itu berasal, tetapi bagaimana cara air itu dipanaskan menjadi spesial bagi saya.

"Air ini dimasak pakai kompor biogas," kata Sudarman membuka cerita.

Ya, air panas dalam termos yang tersaji di meja teras rumah Sudarman itu dimasak dengan menggunakan kompor berbahan bakar biogas. Energi terbarukan yang dihasilkan dari kotoran sapi. Tidak menggunakan bahan bakar gas elpiji, seperti yang umumnya digunakan oleh kebanyakan orang.

Meski menggunakan bahan bakar biogas dari kotoran sapi, tak tercium aroma apa pun dari kepulan uap air panas itu. Sama seperti air panas pada umumnya.

Ditengah obrolan singkat kami tentang biogas di desa Mukti Sari, Sudarman tiba-tiba mengajak saya masuk ke dalam rumah dan langsung menuju ke dapur. Sudarman lantas memperlihatkan kompor berbahan biogas itu.

Halaman 1/4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved