Pemko Pekanbaru
Super Hub Pemko Pekanbaru

Berita Nasional

Polemik Strobo Sirine Tot Tot Wuk Wuk, Warga: Kalau Mendesak, Berangkat Lebih Pagi

Dwi (40), juga karyawan swasta, menilai penggunaan sirene oleh pejabat maupun kendaraan pengawalan berbayar sudah melampaui batas.

Bangkapos.com/Jhoni Kurniawan
LAMPU STROBO - Foto ilustrasi dari lampu strobo kendaraan dinas kepolisian di Bangka Belitung. 

TRIBUNPEKANBARU.COM - Para pejabat diimbau untuk mengubah kebiasaan mereka dalam menghadapi rutinitas pagi yang kerap terjebak macet.

Alih-alih mengandalkan sirene dan lampu strobo yang berisik untuk menembus kemacetan, mereka sebaiknya berangkat lebih pagi agar tidak terlambat menghadiri rapat atau kegiatan penting lainnya.

Fenomena penggunaan sirene dan strobo di jalan-jalan kota kini menjadi sorotan tajam masyarakat.

Bukan hanya karena suara bising yang mengganggu ketenangan, tetapi juga karena sering kali alat-alat tersebut digunakan di luar situasi darurat. 

Kebiasaan ini memicu kemarahan dan kecemasan warga, yang merasa terganggu oleh kebijakan yang seharusnya menjadi contoh disiplin dan tata tertib.

Tami (39), seorang karyawan swasta, mengaku heran dengan pejabat atau pengendara berpelat tertentu yang kerap menggunakan patwal dan sirene hanya untuk mengejar waktu rapat atau kegiatan rutin.

Menurutnya, hal itu seharusnya bisa diantisipasi dengan berangkat lebih pagi.

“Kan bisa berangkat lebih pagi, kalau mereka rapat jam 09.00 WIB di gedung A, ya harusnya bisa prediksi jarak tempuh. Kita yang masuk kerja jam 09.00 WIB saja berangkat dari rumah jam 06.00 WIB,” ujar Tami kepada Kompas.com, Minggu (21/9/2025).

“Kenapa mereka tidak begitu, enggak perlu pakai ‘tot tot’,” lanjutnya.

Menurut Tami, fasilitas negara yang digunakan untuk kepentingan pribadi justru menambah kekecewaan masyarakat.

Baca juga: KRONOLOGI Letda FA Aniaya Ojol hingga Hidungnya Patah: Kini Minta Maaf

Baca juga: Litao, Anggota DPRD yang Jadi DPO Pembunuhan 11 Tahun Akhirnya Ditahan, Bukti Sudah Cukup

“Harusnya lebih bijak. Kecuali ada event besar seperti KTT ASEAN, masih bisa dimaklumi. Tapi kalau cuma mau meeting di Senayan lalu menutup jalan, itu berlebihan,” tuturnya.

Sementara itu, Dwi (40), juga karyawan swasta, menilai penggunaan sirene oleh pejabat maupun kendaraan pengawalan berbayar sudah melampaui batas.

“Kadang mereka maksa minta jalan padahal kita sama-sama pekerja. Mereka buru-buru, kita juga. Di luar negeri, biasanya cuma presiden atau wakil yang boleh pakai begituan. Kita bisa mencontoh yang bagus,” kata Dwi.

Menurut dia, sirene tidak hanya mengganggu karena bunyinya, tetapi juga karena dipakai tidak sesuai konteks.

“Kalau ambulans itu beda cerita, semua pasti kasih jalan. Tapi kalau cuma pejabat atau bahkan acara pernikahan pakai patwal, itu bikin kesal. Rasanya pengen kempesin saja bannya,” ucap Dwi dengan nada kesal.

Halaman
12
Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved