Pemko Pekanbaru
Super Hub Pemko Pekanbaru

Gubernur Riau Jadi Tersangka KPK

Penjelasan Maksud Kode '7 Batang' Terkait Dugaan Pemerasan Gubernur Riau Abdul Wahid

Kode “7 batang” disebut-sebut dalam dugaan praktik pemerasan yang menjerat Gubernur Riau Abdul Wahid (AW). Ini maksudnya

|
Editor: Ariestia
Tribunnews.com/Ilham Rian Pratama
JADI TERSANGKA - Gubernur Riau Abdul Wahid dan dua orang lainnya mengenakan rompi oranye KPK, Gedung KPK, Jakarta, Rabu (5/11/2025). Gubernur Riau Abdul Wahid disebut sudah memiliki niatan untuk meminta jatah uang sejak awal menjabat Gubernur Riau. 
Ringkasan Berita:
  • Maksud kode “7 batang” yang digunakan untuk menyamarkan kesepakatan fee Rp7 miliar dalam kasus pemerasan anggaran.
  • Fee sebesar 5 persen diminta dari penambahan anggaran proyek Dinas PUPR-PKPP Riau tahun 2025.
  • Pejabat yang menolak permintaan fee diancam mutasi atau pencopotan jabatan.
 

 

TRIBUNPEKANBARU.COM, JAKARTA - Kode “7 batang” disebut-sebut dalam dugaan praktik pemerasan yang menjerat Gubernur Riau Abdul Wahid (AW).

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membongkar dugaan praktik pemerasan terkait pengalokasian penambahan anggaran di Dinas PUPR-PKPP Provinsi Riau Tahun Anggaran 2025.

Dalam praktiknya, terungkap adanya penggunaan bahasa kode “7 batang.”

Apa maksudnya?

Baca juga: KPK: Gubernur Riau Abdul Wahid Sudah Niat Minta Jatah Fee ke Jajaran Sejak Awal Menjabat

Baca juga: Gubernur Abdul Wahid Ditahan 20 Hari oleh KPK, Skandal Korupsi PUPR Riau

Wakil Ketua KPK, Johanis Tanak, menjelaskan bahwa kode tersebut  merujuk pada nilai kesepakatan fee yang diminta.

Kode itu terungkap dari hasil penyelidikan terhadap laporan masyarakat yang masuk ke lembaganya.

Kode “7 batang” digunakan oleh pejabat Dinas PUPR-PKPP Riau untuk melaporkan kesepakatan nilai fee kepada Kepala Dinas PUPR-PKPP Riau, M. Arief Setiawan (MAS).

“Hasil pertemuan tersebut kemudian dilaporkan kepada Kepala Dinas PUPR PKPP Riau (MAS) dengan menggunakan bahasa kode ‘7 batang’,” kata Johanis Tanak dalam jumpa pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (5/11/2025).

Makna di Balik Kode “7 Batang”

Tanak menjelaskan bahwa kode “7 batang” merujuk pada kesepakatan fee sebesar 5 persen dari total penambahan anggaran, atau senilai Rp7 miliar.

Menurutnya, permintaan tersebut bermula pada Mei 2025, saat Sekretaris Dinas PUPR-PKPP Riau, Ferry Yunanda (FRY), mengadakan pertemuan dengan enam Kepala UPT Jalan dan Jembatan.

Pertemuan itu membahas rencana pemberian fee sebesar 2,5 persen atas penambahan anggaran yang naik Rp106 miliar, dari Rp71,6 miliar menjadi Rp177,4 miliar.

Namun, ketika Ferry melaporkan hal itu kepada Kepala Dinas, M. Arief Setiawan, nilai fee tersebut justru dinaikkan.

“Saudara MAS yang merepresentasikan Saudara AW (Abdul Wahid), meminta fee sebesar 5 persen (Rp7 miliar),” jelas Tanak.

Adanya Ancaman Kalau Menolak

Permintaan itu disertai dengan ancaman bagi pejabat yang menolak.

“Bagi yang tidak menuruti perintah tersebut, diancam dengan pencopotan ataupun mutasi dari jabatannya. Di kalangan Dinas PUPR PKPP Riau, permintaan ini dikenal dengan istilah ‘jatah preman’,” ungkapnya.

Setelah adanya ancaman tersebut, seluruh Kepala UPT dan Sekretaris Dinas kembali bertemu dan akhirnya menyepakati besaran fee sebesar 5 persen atau Rp7 miliar, yang kemudian disamarkan dalam laporan dengan kode “7 batang”.

Tiga Pejabat Ditetapkan sebagai Tersangka

Dalam perkara ini, KPK telah menetapkan tiga orang sebagai tersangka, yakni:

  • Abdul Wahid (AW) – Gubernur Riau
  • M. Arief Setiawan (MAS) – Kepala Dinas PUPR-PKPP Provinsi Riau
  • Dani M. Nursalam (DAN) – Tenaga Ahli Gubernur Provinsi Riau

KPK mengungkapkan bahwa dari kesepakatan Rp7 miliar tersebut, telah terjadi tiga kali setoran dalam rentang Juni hingga November 2025, dengan total uang terkumpul mencapai Rp4,05 miliar.

Kronologi OTT

Operasi tangkap tangan (OTT) dilakukan KPK pada Senin, 3 November 2025.

Tim KPK terlebih dahulu mengamankan M. Arief Setiawan (MAS), Ferry Yunanda (FRY), dan lima Kepala UPT Wilayah I, III, IV, V, serta VI, bersama barang bukti uang tunai Rp800 juta.

Setelah itu, tim bergerak mencari Gubernur Abdul Wahid yang diduga bersembunyi.

“Tim KPK berhasil mengamankan Saudara AW di salah satu kafe di Riau,” kata Tanak.

Secara paralel, tim juga melakukan penggeledahan di rumah Abdul Wahid di Jakarta Selatan dan menemukan uang dalam pecahan asing, yakni 9.000 poundsterling dan 3.000 dolar AS, yang jika dikonversi setara dengan Rp800 juta.

“Sehingga total yang diamankan dari rangkaian kegiatan tangkap tangan ini senilai Rp1,6 miliar,” ujar Tanak.

Status Hukum dan Penahanan

Para tersangka kini ditahan selama 20 hari pertama, terhitung sejak 4 November hingga 23 November 2025.

KPK menjerat mereka dengan Pasal 12e dan/atau Pasal 12f dan/atau Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.

(*)

Sumber: Tribunnews.com

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved