Pemko Pekanbaru
Super Hub Pemko Pekanbaru

Kini Masuk Babak Baru, Fakta Kasus Ijazah Jokowi Harus Dibongkar Transparan

Dia mengingatkan bahwa kepercayaan publik terhadap lembaga hukum hanya dapat terjaga jika proses hukum dilakukan secara terbuka

Kolase TribunSolo.com/Ahmad Syarifudin - Kompas.com/Rindi Nuris V
POMELIK IJAZAH JOKOWI - (kanan ke kiri) Presiden ke-7 RI Joko Widodo dan Pakar telematika sekaligus mantan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) KRMT Roy Suryo. Roy Suryo bersama Dokter Tifa, Rismon Sianipar mendadak mendatangi Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) untuk meminta bantuan setelah Jokowi menutup pintu damai terkait polemik ijazah palsu. 
Ringkasan Berita:
  • Perkara ini juga menjadi contoh bagaimana UU ITE digunakan untuk menangani hoaks dan pencemaran nama baik di era digital.
  • Para tersangka dijerat dengan pasal berlapis dari KUHP dan UU ITE, termasuk pencemaran nama baik, fitnah, dan manipulasi data elektronik.

 

TRIBUNPEKANBARU.COM - Pimpinan Pusat Gerakan Pemuda Al Washliyah (PP GPA) menyatakan dukungannya terhadap langkah Polda Metro Jaya.

Dukungan ini terkait penyelidikan kasus dugaan ijazah palsu yang menyeret nama mantan Presiden Joko Widodo.

Ketua Umum PP GPA, Aminullah Siagian, menilai bahwa tindakan kepolisian yang telah menetapkan delapan orang sebagai tersangka, termasuk Roy Suryo.

“Penegakan hukum harus berdasarkan bukti dan fakta, bukan opini publik atau tekanan politik,” ujar Aminullah kepada wartawan, Senin (10/11/2025).

Gerakan Pemuda Al-Washliyah (GPA) adalah organisasi kepemudaan yang berafiliasi dengan Al-Washliyah, sebuah organisasi Islam yang berdiri sejak 1930 di Medan, Sumatera Utara.

GPA berperan aktif dalam pembinaan generasi muda Indonesia, khususnya dalam bidang keagamaan, pendidikan, sosial, dan kebangsaan.

Menurutnya, langkah Polda Metro Jaya patut diapresiasi karena menunjukkan profesionalitas dan transparansi dalam menangani isu yang telah menimbulkan polemik di ruang publik. GPA, lanjutnya, mendukung penuh proses hukum yang obyektif dan tidak berpihak pada kepentingan tertentu.

Aminullah menegaskan, Gerakan Pemuda Al Washliyah sebagai bagian dari organisasi keumatan memiliki tanggung jawab moral untuk mengawal nilai-nilai keadilan dan kebenaran di Indonesia. 

Dia mengingatkan bahwa kepercayaan publik terhadap lembaga hukum hanya dapat terjaga jika proses hukum dilakukan secara terbuka, tanpa intervensi politik maupun tekanan sosial.

“Semua pihak harus menghormati proses hukum yang sedang berjalan. Jangan ada pihak yang memprovokasi atau menggiring opini yang dapat mencederai integritas aparat penegak hukum,” tegasnya.

Baca juga: Rekam Jejak Syahrial Abdi, Sekdaprov Riau yang Diamankan Usai KPK Geledah Kantor Gubernur

Baca juga: KPK Temukan Dugaan Tanah Negara Dijual untuk Proyek Whoosh: Ada Barang Milik Negara yang Dijual

Dalam pandangan GPA, dinamika isu ijazah Jokowi harus disikapi dengan kepala dingin.

Aminullah mengajak masyarakat agar tidak mudah terpengaruh oleh narasi liar di media sosial yang dapat menimbulkan disinformasi.

“Polda Metro Jaya harus diberi ruang untuk bekerja secara profesional dalam membongkar fakta sebenarnya. Ini penting agar kebenaran dapat terungkap secara terang benderang dan tidak menimbulkan kegaduhan di tengah masyarakat,” ujarnya.

Dengan posisi yang konsisten, GPA menegaskan komitmennya untuk terus menjadi kekuatan moral dan sosial yang mengawal prinsip keadilan, kejujuran, serta etika publik di tengah dinamika politik dan hukum nasional.

Langkah Polda Metro Jaya dalam mengusut kasus ijazah Jokowi dinilai menjadi ujian bagi independensi aparat hukum di tengah sorotan publik. GPA berharap, hasil penyelidikan dapat disampaikan secara terbuka kepada masyarakat agar tidak ada lagi ruang bagi spekulasi dan fitnah.

“Kebenaran tidak boleh ditutupi oleh opini, dan keadilan tidak boleh dikalahkan oleh tekanan. Negara hukum harus berdiri di atas kepastian dan kejujuran,” ujar Aminullah.

Dalam kasus ini, Polda Metro Jaya telah menetapkan beberapa tersangka, antara lain Roy Suryo, Rismon Hasiholan Sianipar, Tifauziah Tyassuma alias dr Tifa, dan beberapa orang lainnya. 

Selain ketiga orang tersebut, polisi juga mentersangkakan Eggi Sudjana, Kurnia Tri Rohyani, Damai Hari Lubis, Rustam Effendi, dan Muhammad Rizal Fadillah.

Para tersangka dijerat Pasal 310 KUHP dan/atau Pasal 311 KUHP dan/atau Pasal 27A juncto Pasal 32 juncto Pasal 35 UU Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua Atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

Kuasa Hukum Roy Suryo Cs, Ahmad Khozinudin menyebut, pihaknya masih mempertimbangkan upaya praperadilan atas penetapan tersangka kliennya.

"Untuk praperadilan kami tidak atau masih mempertimbangkan untuk mengambil itu karena praperadilan memang hak hukum bukan kewajiban hukum sehingga untuk menempuh atau tidaknya nanti kami pertimbangkan," ungkapnya saat dihubungi, Senin (10/11/2025).

Menurut dia, pertimbangan itu melihat kepentingan bagi kliennya yakni Roy Suryo Cs.

Khozinudin menyebut apabila ada urgensi yang diperlukan praperadilan akan dilakukan.

"Kami akan tempuh jika memang perlu," tukasnya.

Kasus ijazah Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat ini berkembang menjadi perkara hukum, dengan delapan orang resmi ditetapkan sebagai tersangka oleh Polda Metro Jaya atas tuduhan fitnah dan pencemaran nama baik terkait klaim ijazah palsu.

Latar Belakang Kasus

Sejak Maret 2025, isu mengenai keaslian ijazah Jokowi kembali mencuat di publik.
Tuduhan ini menyebutkan bahwa ijazah Jokowi dari sekolah dan universitas tidak sah atau palsu.
Jokowi sendiri melaporkan kasus ini ke polisi sebagai bentuk perlindungan nama baik dan klarifikasi publik.

Para Tersangka

Polda Metro Jaya menetapkan 8 orang tersangka dalam kasus ini:

Roy Suryo – pakar telematika, dikenal vokal dalam isu ini.
Eggi Sudjana – pengacara dan tokoh politik.
Kurnia Tri Royani.
M Rizal Fadillah.
Rusam Effendi.
Damai Hari Lubis.
Rismon Hasiholan Sianipar – ahli digital forensik.
Tifauziah Tyassuma (dr. Tifa) – aktivis kesehatan.

Proses Hukum

Polisi telah memeriksa 117 saksi dan ahli sebelum menetapkan status tersangka.

Para tersangka dijerat dengan pasal berlapis dari KUHP dan UU ITE, termasuk pencemaran nama baik, fitnah, dan manipulasi data elektronik.

Kasus ini dibagi dalam dua klaster:

-Klaster pertama: lima orang yang menyebarkan tuduhan.

-Klaster kedua: tiga orang yang melakukan analisis atau manipulasi data.

Reaksi Publik

  • MUI, IPW, dan Komisi III DPR menyatakan penetapan tersangka sudah sesuai prosedur hukum.
  • Roy Suryo menanggapi santai status tersangka, namun tetap menuding Kapolda Metro Jaya melakukan pembohongan publik.
  • Sebagian pihak mendesak agar tersangka segera ditahan demi menjaga ketertiban publik.

Signifikansi

Kasus ini menegaskan bahwa isu ijazah Jokowi adalah fitnah yang berimplikasi hukum serius, bukan sekadar perdebatan politik. Bahwa Penetapan tersangka menunjukkan komitmen aparat untuk menindak penyebaran informasi palsu yang merusak reputasi pejabat negara. Perkara ini juga menjadi contoh bagaimana UU ITE digunakan untuk menangani hoaks dan pencemaran nama baik di era digital.

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved