Menakar Peran Homeless Media dalam Melawan Anomali Informasi di Ruang Digital
Bagi Zaki, peristiwa itu merupakan salah satu contoh bagaimana pengelola akun berita di media sosial bekerja tanpa pedoman etik
Penulis: Firmauli Sihaloho | Editor: Firmauli Sihaloho
Ringkasan Berita:
- Akun-akun homeless media seperti @infopku memang digemari oleh gen z, sebagai populasi terbesar saat ini
- Akun-akun homeless media memiliki potensi untuk menjadi alat dalam melawan misinformasi dan disinformasi di ruang digital.
- Terkait peran homeless media dalam rantai misinformasi dan disinformasi, keberadaan mereka justru berpotensi memperkuat anomali tersebut.
TRIBUNPEKANBARU.COM - Sore itu, Senin (3/11/2025), awak media di Kota Pekanbaru dikejutkan dengan kabar Operasi Tangkap Tangan (OTT) Pemberantasan Korupsi (KPK) di Kantor Dinas PUPR Riau. Mereka langsung bergerak menelusuri kebenaran informasi tersebut dan mencari konfirmasi dari pejabat terkait.
Keuletan mereka semakin diuji saat dikabarkan Gubernur Riau, Abdul Wahid ikut terjaring dalam operasi tersebut. Baik itu media lokal maupun nasional, mereka mendapat instruksi yang sama dari ruang redaksi; segera menulis berita OTT tersebut dengan syarat sudah terkonfirmasi.
Menjelang malam, sebuah tangkapan layar percakapan antara seorang jurnalis dan Wakil Ketua KPK, Fitroh Rohcahyanto beredar di kalangan wartawan.
Dalam pesan itu, Fitroh membenarkan bahwa Gubernur Riau, Abdul Wahid turut terjaring. Konfirmasi singkat itu menjadi pemantik para jurnalis untuk bergerak cepat menulis.
Sementara Founder @infopku, Said Muhammad Zaki turut merasakan gelombang ketegangan yang sama. Dari balik layar laptopnya, ia terus memantau linimasa dan menunggu konfirmasi resmi dari media arus utama.
Begitu pemberitaan dipastikan tayang di portal berita besar, Zaki bergerak cepat mengolah informasi itu menjadi konten untuk disebarkan ke media sosial.
“Karena informasi ini tentu sangat dinantikan kebenarannya oleh masyarakat Riau. Apalagi, sebelumnya Gubernur Riau sudah tiga kali berturut-turut ditangkap KPK,” ujar dia kepada tribunpekanbaru.com, Senin (10/11/2025).
Meski begitu, Zaki yang mengelola akun @infopku di Instagram sejak 2012 paham betul kaidah dasar jurnalistik. Bahwa setiap kabar harus diverifikasi terlebih dahulu. Ia menyadari kecepatan bukan segalanya.
“Kami selalu memastikan suatu informasi itu bersumber dari pihak berwenang agar tidak menyesatkan publik dan menimbulkan kegaduhan,” terang dia.
Akun @infopku dalam perkembangannya dikategorikan sebagai homeless media atau media tanpa rumah. Remotivi dalam buku ‘Understanding Homeless Media: A Study on Social Media Based Informal Local News in Five Indonesian Cities 2024’ menyimpulkan homeless media sebagai media yang memproduksi dan menyebarkan berita sepenuhnya melalui media sosial seperti Instagram, TikTok, atau X. Akun ini umumnya tidak memiliki situs web, aplikasi, atau entitas legal seperti badan hukum. Mereka bergantung sepenuhnya pada platform pihak ketiga untuk beroperasi.
Akun-akun seperti @infopku memang digemari oleh gen z, sebagai populasi terbesar saat ini. Dalam survei Maverick tahun 2022, dari 722 gen z yang disurvei, sebanyak 40 persen menyukai konten akun homeless media seperti Folkative.
Kemudian media resmi CNN Indonesia sebesar 37 persen dan detik sebanyak 31 persen. Akun homeless media lainnya juga menjadi rujukan Gen Z, seperti USSFeed sebanyak 27 persen mengalahkan media arus utama Kompas.com sebanyak 23 persen.
“Setiap hari, kami minimal mengunggah enam konten, baik itu konten iklan maupun berita. Kalau ada peristiwa besar, biasanya sampai 9 konten dalam satu hari,” lanjut Zaki.
Dalam mengelola akun yang memiliki lebih dari 400 ribu pengikut itu, ia mengakui kerap dihubungi oleh pihak-pihak yang ingin diberitakan melalui platform tersebut. Biasanya, permasalahan pribadi dengan tawaran nominal yang beragam.
Namun, ia dengan tegas menolak. Sebab, ia menyadari saat konten itu memuat isu pribadi maka berisiko dijerat hukum, terutama melalui UU ITE. Berbeda dengan media resmi, homeless media tak memiliki payung perlindungan dari UU Pers.
Sementara untuk isu yang menyangkut kepentingan umum, Zaki memiliki standar. Misalnya, ketika ia mendapat video dari netizen yang memuat visual penemuan tanaman yang diduga ganja di kawasan pemukiman warga di Jalan Arwana pada pertengahan April lalu.
“Itu kan isu penting bagi masyarakat dan perlu segera ditindaklanjuti. Awalnya saya cek dulu, apakah sudah ada media lokal yang memberitakan. Ternyata ada, dan mereka sedang berupaya mengonfirmasi ke pihak terkait,” tutur dia.
Berdasarkan temuan tersebut, Zaki memutuskan untuk mengunggahnya ke Instagram. Dalam waktu singkat, unggahan tersebut menyita perhatian warganet dengan ribuan like dan komentar membanjiri postingan itu.
Namun, tugas Zaki tidak berhenti sampai di situ. Ia menyadari tanggung jawab untuk terus mengupdate informasi tersebut agar masyarakat mendapatkan kebenaran yang utuh.
“Setelah dilakukan uji labor, tanaman itu bukanlah ganja dan negatif narkoba. Saya kemudian mengedit caption tersebut dan menyematkan komentar dari akun @humaspoldariau yang menjelaskan temuan itu supaya netizen mendapatkan kebenarannya,” sambung Zaki.
Shabrina menjadi salah satu pengikut akun @infopku dalam satu tahun belakangan ini. Sebagai generasi Z yang baru menyelesaikan studi di Pulau Jawa dan melanjutkannya di Pekanbaru, Shabrina menyadari perlu untuk mengikuti akun informatif.
Menariknya, Shabrina mengaku tidak mengikuti akun media sosial dari media lokal resmi di Riau. Menurutnya, akun-akun seperti @infopku justru lebih cepat dalam menyajikan informasi.
“Biasanya mereka lebih cepat mendapatkan kabar, karena pengikutnya kan juga bisa mengirimkan berbagai macam peristiwa. Jadi informasinya datang dari banyak arah, bukan cuma dari jurnalis saja,” kata dia kepada tribunpekanbaru.com, Minggu (9/11/2025).
Meski begitu, Shabrina tetap menerapkan standar dalam menilai kebenaran informasi yang ia baca di media sosial. Ia tak langsung mempercayai setiap unggahan dari akun-akun informatif itu.
“Kalau informasinya terasa agak bias atau belum jelas sumbernya, biasanya saya cari dulu di portal media resmi. Dari situ biasanya informasinya akan lebih utuh karena memuat pernyataan pihak berwenang,” tuntas dia.
Fenomena Homeless Media di Era Digital
Dosen Ilmu Komunikasi FISIP UNRI, Dr. Chelsy Yesicha mengatakan Homeless media menempati posisi ambivalen dalam ekosistem media digital. Artinya, Ia berada di luar struktur institusional media arus utama, tetapi justru karena itu memiliki fleksibilitas tinggi.
“Homeless media menjadi media warga yang tumbuh dari minimnya hambatan akses dan distribusi pada platform digital terutama media sosial. Dalam perspektif kajian budaya dan media, homeless media berfungsi sebagai ruang artikulasi kelompok yang terpinggirkan sekaligus sebagai counter-public yang mampu menegosiasikan narasi dominan atau bisa menjadi ruang demokratisasi jika dipergunakan dengan tepat,” ujar dia kepada tribunpekanbaru.com, Selasa (11/11/2025).
Meski begitu, Chelsy menekankan posisinya juga rapuh mengingat mereka tidak memiliki legitimasi secara institusional, tidak punya strukturasi yang berimbas pada sumber daya verifikasi, sebab terikat pada algoritma platform.
Sehingga, katanya melanjutkan, homeless media adalah “informal public spheres” yang cair, cepat, dan sering kali emosional karena lebih personal.
Tidak hanya itu akun-akun serupa dapat menjadi korektif bagi media arus utama. Namun juga mudah jatuh pada logika ringan, afektif, bahkan sesuatu yang mengarah pada sensasional.
“Homeless media juga berpotensi melawan misinformasi atau disinformasi dalam konteks tertentu, misalnya dalam konteks pengalaman langsung dari peristiwa yang ditangkap oleh warga, yang merekam pengalaman langsung misalnya bencana, kekerasan aparat, ketidakadilan layanan publik. Mereka dapat menghadirkan bukti empirik yang tidak selalu tertangkap media arus utama. Hal seperti ini tidak mudah tersentuh oleh media arus utama karena lokasi yang jauh,” papar dia.
Kemudian dalam konteks marjinalisasi informasi, homeless media menurut dia dapat mengoreksi bias media arus utama semisal bias politik, ekonomi, atau bias geografis dengan menunjukkan fakta dari level akar rumput.
Sehingga, informasi dari mereka memberikan ruang dari sisi yang tidak pernah tersentuh oleh media.
Selanjutnya dalam konteks literasi kritikal komunitas. Homeless media dikelola komunitas yang memiliki kesadaran literasi digital dasar.
Artinya mereka melakukan verifikasi sederhana, mengecek locus peristiwa, bahkan triangulasi sumber/ berimbang akan menjadi sarana koreksi cepat terhadap narasi resmi atau framing media besar.
“Lalu, apakah ia bisa berfungsi sebagai media watchdog? Ya memungkinkan sebagai watchdog horizontal, yaitu pengawas media oleh warga biasa. Meski mereka juga tidak serta merta dapat dikatakan jurnalisme warga mengingat kelemahan yang umum terjadi, tidak ada tindakan standar jurnalistik yang mereka lakukan,” urai dia lebih lanjut.
Terkait peran homeless media dalam rantai misinformasi dan disinformasi, Chelsy menilai bahwa keberadaan mereka justru berpotensi memperkuat anomali tersebut.
Pasalnya, mekanisme yang diutamakan adalah membangun logika afektif dan kecepatan yang dianggap bagian dari aktualitas.
“Konten sering diunggah secara spontan, afektif, dan tanpa verifikasi. Kecepatan menjadi prioritas dibanding akurasi. Akibatnya, kurangnya kapasitas verifikasi sebab ketiadaan redaksi. Tidak ada standar editorial, atau keterampilan jurnalistik dalam membuat narasi. Akhirnya, apa yang disampaikan mudah bergeser dari fakta ke interpretasi, lalu ke klaim yang salah,” jelas dia.
Disadari atau tidak, tegas Chelsy, tindakan tersebut menjadi bagian dari rantai misinformasi bukan karena niat jahat, tetapi karena keterbatasan struktur dan kapasitas.
Pentingnya Regulasi bagi Homeless Media
Zaki berharap kepada pemerintah agar segera menyusun regulasi terkait homeless media. Sehingga dapat menjadi acuan bagi para pengelola.
“Aturan yang jelas ini bukan hanya penting untuk memberikan arah dan batasan, tetapi juga untuk melindungi pengelola akun dari potensi jerat hukum yang bisa muncul akibat kekeliruan dalam mempublikasikan informasi,” ujarnya.
Dalam penelusuran tribunpekanbaru.com, beberapa pengelola akun serupa pernah dilaporkan dan tidak sedikit yang berakhir dengan pidana. Seperti @infobatukota yang dilaporkan pada Juli 2024 lalu setelah mengunggah informasi yang tidak terkonfirmasi.
Adapun unggahan itu memuat informasi pribadi seseorang karena diduga menggelapkan uang perusahaan. Dalam pengakuannya kepada pihak berwajib, pengelola akun berdalih hanya meneruskan permintaan dari seorang pengikutnya. Namun, patut diduga kuat ada imbalan uang dalam permintaan itu mengingat tidak adanya urgensi informasi terkait kepada khalayak.
Bagi Zaki, peristiwa itu merupakan salah satu contoh bagaimana pengelola akun berita di media sosial bekerja tanpa pedoman etik maupun perlindungan hukum yang memadai.
Padahal, menurut Zaki melanjutkan, akun-akun homeless media memiliki potensi untuk menjadi alat dalam melawan misinformasi dan disinformasi di ruang digital.
"Jika dikelola dengan prinsip yang benar, media semacam ini bisa menjadi jembatan antara kecepatan informasi dan akurasi fakta di tengah derasnya arus berita di media sosial," singkat dia.
Terkait regulasi bagi homeless media, Dr. Chelsy menilai yang dibutuhkan bukan regulasi ketat, tetapi standar sesuai etika.
Lebih rinci, ia menyarankan beberapa pendekatan sebagai berikut:
- Regulasi berbasis prinsip (principle-based governance) yang menekankan aspek privasi, non-kekerasan, anti-sara, dan anti-fitnah.
- Peningkatan literasi digital dan kapasitas komunitas, regulasi pendidikan, bukan hukuman.
- Account /Platform responsibility, harus menyediakan mekanisme klarifikasi cepat, penanda konteks, dan edukasi bagi pembuat konten.
| Mardianto Manan Harap KPK Perjelas Kronologi Penangkapan Gubernur Riau Abdul Wahid |
|
|---|
| Arti Kata Amulet atau Amulet Artinya, Jimat, Jenis-jenis, Kegunaan, Contoh, Amulet dalam Agama |
|
|---|
| Arti Kata Fantasi - Fantasi Artinya, Contoh, Manfaat, Jenis-jenis, Dampak, Sastra, Seni, Bahasa Gaul |
|
|---|
| Arti Kata Outsourcing Artinya, Tujuan, Mekanisme, Jenis, Keuntungan, Kekurangan, Contoh Pekerjaan |
|
|---|
| Arti Kata Affordance - Affordance Artinya, Sejarah, Affordance dalam Desain Digital, Jenis, Contoh |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/pekanbaru/foto/bank/originals/Zaki-Founder-infopku.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.