Pemko Pekanbaru
Super Hub Pemko Pekanbaru

Berita Nasional

Bonatua Silalahi, Peneliti Ijazah Jokowi Ngaku Dapat Data Sampah: Tidak Jelas Sumbernya

Bonatua mengaku telah mengumpulkan sejumlah salinan ijazah yang dilegalisasi oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Editor: Muhammad Ridho
Tribunnews
KASUS IJAZAH JOKOWI - Bonatua Silalahi yang Teliti Ijazah Jokowi Tapi Malah Dapat Data Sampah, Kini Gugat UU Pemilu. 

TRIBUNPEKANBARU.COM - Bonatua Silalahi, seorang peneliti terkait ijazah Jokowi membeberkan alasan dirinya mengajukan uji materi terhadap Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Langkah ini berkaitan erat dengan penelitian yang tengah ia lakukan mengenai dokumen ijazah milik Presiden ke-7 RI, Joko Widodo.

Dalam rangka penelitiannya, Bonatua mengaku telah mengumpulkan sejumlah salinan ijazah yang dilegalisasi oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Ia menyebut bahwa dokumen tersebut ia dapatkan dari berbagai periode.

“Seorang peneliti itu harus menguji data, jadi data yang saya peroleh itu harus data primer. Jadi saya mengumpulkan benar, saya mengumpulkan beberapa fotokopi ijazah legalisir baik dari KPU ada 2014-2019 dari KPUD DKI 2012 dan dari Solo juga ada tim yang ngasih 2005-2010,” ujar Bonatua di kawasan MK, Jakarta Pusat, Rabu (19/11/2025), melansir dari Tribunnews.

Namun, temuan awal itu ternyata tidak membantu proses penelitian.

Bonatua menyebut dokumen-dokumen yang ia kumpulkan justru tidak dapat diuji secara akademik.

Baca juga: Polemik Ijazah Jokowi: KPU Solo Beralasan Masih Dicari, Soal Pemusnahan Disindir Roy Suryo

“Namun data ini secara penelitian ini data sampah. Maaf ya. Kenapa? Saya uji data ini ternyata tidak jelas sumbernya, tidak ada yang menghubungkan, mengkoneksikan data yang saya terima, yaitu fotokopi legalisir terhadap aslinya,” tegasnya.

Berangkat dari kendala tersebut, Bonatua kemudian menggugat Pasal 169 huruf R UU Pemilu, yang mengatur syarat pendidikan minimal bagi calon presiden dan wakil presiden, yakni lulusan SLTA atau sederajat.

Menurutnya, aturan tersebut tidak menyediakan mekanisme autentikasi ijazah asli yang menjadi fondasi dari syarat tersebut.

Kuasa hukum Bonatua, Abdul Gafur, menyatakan bahwa kliennya mengalami kerugian konstitusional karena tidak dapat memperoleh dokumen ijazah yang telah diverifikasi keasliannya.

“Yang dirugikan oleh Pak Bonatua dalam konteks kerugian konstitusional adalah Pak Bonatua tidak bisa mendapatkan dokumen ijazah Pak Joko Widodo yang sudah diverifikasi atau sudah dilakukan autentikasi untuk kepentingan penelitian,” jelasnya.

Dalam permohonan perkara 216/PUU-XXIII/2025, Bonatua meminta agar proses autentikasi ijazah diwajibkan bagi seluruh pejabat publik yang maju dalam Pilpres, Pemilu, maupun Pilkada.

Ia menilai bahwa ketentuan yang berlaku saat ini, di mana KPU hanya meminta fotokopi ijazah yang dilegalisasi, tidak cukup untuk memastikan validitas dokumen.

Menurut Bonatua, ketiadaan aturan mengenai verifikasi faktual, klarifikasi, atau autentikasi terhadap ijazah asli menimbulkan celah dalam proses seleksi kandidat.

Halaman 1/3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved