Menanti Kepastian UMP di Tengah Tuntutan Ekonomi
Pembahasan UMP dan Upah Minimum Kabupaten (UMK) tahun 2026 di Riau masih menunggu keputusan formula dari pemerintah pusat.
Penulis: Erwin Ardian1 | Editor: FebriHendra
Menanti Kepastian UMP di Tengah Tuntutan Ekonomi
Oleh: Erwin Ardian
Pemimpin Redaksi Tribun Pekanbaru
PENETAPAN Upah Minimum Provinsi (UMP) tahun 2026 kembali menjadi perhatian publik, khususnya di Riau. Kementerian Ketenagakerjaan menargetkan pengumuman UMP pada 21 November 2025, sementara formulanya masih digodok di Dewan Pengupahan Nasional.
Di tengah ketidakpastian regulasi baru pasca putusan Mahkamah Konstitusi, pekerja menaruh harapan besar agar upah tahun depan mampu menutup kenaikan kebutuhan hidup yang semakin menekan.
Hingga kini, pembahasan UMP dan Upah Minimum Kabupaten (UMK) di Riau belum menunjukkan perkembangan signifikan. Plt Kadisnakertrans Riau, Roni Rakhmat, memastikan bahwa pembahasan baru dilakukan satu kali dan masih menunggu keputusan formula dari pemerintah pusat.
Situasi serupa terjadi di Pekanbaru, di mana UMK baru akan dibahas, sambil menunggu petunjuk teknis terbaru dari Kemenaker. Ketidakpastian formula membuat daerah sulit bergerak.
Baca juga: UMP 2026 Segera Ditetapkan, Riau Tunggu Formula Baru Kenaikan Upah
Baca juga: Pakar: Menyoal UMP 2026, Riau Harus Realistis
Di sisi pekerja, tuntutan kenaikan UMP cukup tinggi. Serikat buruh meminta kenaikan 10,5 persen, bahkan SPSI Riau menilai kebutuhan riil pekerja idealnya naik 12 persen.
Mereka menilai kenaikan upah selama beberapa tahun terakhir selalu jauh dari standar kehidupan layak, apalagi harga kebutuhan pokok terus meningkat.
Beban ekonomi pasca pandemi belum sepenuhnya pulih pada level rumah tangga buruh. Namun, realitas ekonomi Riau menunjukkan tantangan besar.
Pertumbuhan ekonomi provinsi diprediksi hanya berada di kisaran 3,5 hingga 4,3 persen dengan inflasi sekitar 3 persen.
Mengacu pada formula PP 51/2023, potensi kenaikan UMP 2026 hanya berkisar 3,78 hingga 4,29 persen, tergantung nilai alfa (0,2–0,3). Artinya, permintaan kenaikan 10,5 persen jauh dari kemampuan ekonomi daerah.
Perbedaan sikap antara buruh dan pengusaha semakin nyata, terutama karena formula penghitungan upah selama ini dianggap buram dan tak sepenuhnya mencerminkan kebutuhan hidup layak.
Putusan Mahkamah Konstitusi yang menghapus sejumlah aturan terkait UMP membuat pemerintah harus menyusun formula baru yang lebih transparan dan adil.
Reformasi perhitungan upah menjadi kebutuhan mendesak, bukan sekadar administratif.
Pemerintah pusat berjanji menyusun formula baru yang mempertimbangkan pertumbuhan ekonomi, inflasi, biaya produksi, daya saing industri, serta Kebutuhan Hidup Layak (KHL).
Jika formula mampu mengakomodasi dua kepentingan besar—perlindungan pekerja dan keberlanjutan usaha—maka dinamika tahunan terkait penetapan upah dapat diredam. Hingga saat ini, dialog sosial antara buruh, pengusaha, dan pemerintah masih berlangsung.
| Kalah dari RD Kongo, Nigeria Gagal ke Piala Dunia 2026: Sang Pelatih Tuding Kongo Pakai Dukun |
|
|---|
| Olahraga Sekaligus Berdonasi, 251 Pegawai BRKS Selesaikan Tantangan Virtual Walk N Run 2025 |
|
|---|
| Indonesia dan Malaysia Adu Mekanik soal Klaim Gelar Durian Buah Nasional |
|
|---|
| 130 Soal Tes Perangkat Desa 2025 – Materi Pancasila dan UUD 1945 Lengkap Beserta Kunci Jawaban |
|
|---|
| IPA Kelas 7 Kurikulum Merdeka: Kunci Jawaban Halaman 206 tugas Aktivitas 7.4 Migrasi ke Bumi Baru? |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/pekanbaru/foto/bank/originals/Pemred-Tribun-Pekanbaru-Erwin-Ardian.jpg)