Pemko Pekanbaru
Super Hub Pemko Pekanbaru

Gubernur Riau Jadi Tersangka KPK

Fitra Sebut KPK Harus Mengusut Tuntas Seluruh Jaringan Korupsi Proyek Infrastruktur di Riau

Fitra Riau menilai bahwa penangkapan Gubernur Riau tersebut menguak bagaimana praktek korupsi sengaja direncanakan sejak awal. 

Penulis: Budi Rahmat | Editor: M Iqbal
FOTO/DOK
Koordinator FITRA Riau,Tarmidzi 

Ringkasan Berita:
  • Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran ( Fitra ) Riau mengeluarkan 4 tuntutan pasca OTT KPK pada Gubernur Abdul Wahid.
  • Fitra Riau menuntut, KPK harus mengusut tuntas seluruh jaringan korupsi proyek infrastruktur di Riau
  • Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Riau menyebut praktik tersebut sebagai tindakan culas dan pengkhianatan terhadap amanat rakyat.

 

TRIBUNPEKANBARU.COM, PEKANBARU - Inilah empat tuntutan Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran ( Fitra ) Riau pasca OTT KPK pada Gubernur Abdul Wahid.

Fitra Riau menilai bahwa penangkapan Gubernur Riau tersebut menguak bagaimana praktek korupsi sengaja direncanakan sejak awal. 

Salah satu akar permasalahan korupsi dalam pengadaan barang/jasa (PBJ) adalah penetapan pagu anggaran yang tidak wajar sejak tahap perencanaan. 

"Ketika nilai proyek sejak awal dibengkakkan atau disusun tanpa basis analisis harga yang akurat, maka ruang untuk praktik “kickback” dan suap dalam proses tender otomatis terbuka," ungkap Koordinator Fitra Riau, Tarmidzi pada siaran persnya, Kamis (6/11/2025)

Menurut Tarmidzi, pada titik ini, korupsi bukan lagi ada kesempatan atau isedental, tetapi direncanakan sejak tahap 
penyusunan anggaran (corruption by design).

Fitra mencatat audit BPK tahun 2024 menemukan 153 temuan dalam pengelolaan keuangan Provinsi Riau. Diantaranya 93 temuan ketidakpatuhan terhadap regulasi. 

Temuan berulang terutama terkait pengadaan  barang/jasa, seperti perjalanan dinas fiktif/kelebihan pembayaran dan proyek infrastruktur bermasalah. Itu menunjukkan buruknya tata kelola anggaran. 

Dibeberkan Tarmidzi, Fitra menilai celah utama korupsi terjadi dalam pengadaan barang dan jasa daerah, dengan pola:

  • Penetapan pagu anggaran yang tidak wajar. Misalnya; harga proyek dinaikkan agar ada ruang  membayar suap/kickback. Sebaliknya, Jika pagu dibuat wajar, kontraktor berpikir dua kali untuk 
    menyuap karena margin tidak mencukupi.
  • Intervensi politik dalam proyek daerah. Kebiasaan adanya “jatah proyek” menjadi alat balas budi politik setelah pilkada.
  • Pengawasan internal yang lemah. Seharusnya tahapan pencegahan korupsi sudah mulai dari internal  seperti Inspektorat dan audit BPK.
  • Transparansi data sangat terbatas. publik sulit mengakses informasi lelang, penawaran harga, hingga progres proyek.

Karena itu, Fitra Riau menuntut, KPK harus mengusut tuntas seluruh jaringan korupsi proyek infrastruktur di Riau, bukan hanya pelaku yang tertangkap.

Kemudian DPRD Provinsi Riau wajib mengambil langkah politik yang tegas terhadap Gubernur dan  mengevaluasi total pengelolaan infrastruktur.

Selanjutnya  Pemerintah Provinsi Riau harus menghentikan seluruh praktik rente dan memastikan  transparansi anggaran infrastruktur, terutama proyek jalan dan jembatan yang bernilai ratusan 
miliar rupiah.

Segera dilakukan audit publik secara independen terhadap proyek-proyek infrastruktur yang bernilai fantastis

"Fitra Riau menegaskan Korupsi anggaran publik adalah kejahatan terhadap kemanusiaan.  Ketika jalan rusak, jembatan tak tuntas, layanan masyarakat terbengkalai, di situlah rakyat menanggung langsung hasil korupsi.  Dan itu adalah akibat dari pemimpin yang tidak berempati terhadap rakyatnya sendiri," beberapa Tarmidzi.

Rakyat jadi Korban Culas 

Di tengah tekanan fiskal yang kian membelit, Provinsi Riau menghadapi tantangan serius dalam tata kelola keuangan daerah. 

Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved