Menjaga Napas Bakau di Antara Riuh Angin Selat Rupat
Bandar Bakau bukan sekadar bentang alam. Ia adalah "tameng hidup" yang melindungi Dumai dari abrasi laut yang setiap tahun
Penulis: Donny Kusuma Putra | Editor: Sesri
"Saat itu Saya protes dengan cara saya sendiri. Waktu itu orang sibuk menebang Bakau, saya tanam lagi. Ditebang lagi, saya tanam lagi. Begitu terus. Saya yakin, bakau ini bagian dari nafas, bukan sekadar pohon," celoteh Darwis
Nama Bandar Bakau baru diresmikan Atuk Wis pada 2010 silam, terinspirasi dari Bandar Serai di Kota Pekanbaru. Dalam budaya Melayu, bandar adalah pusat kehidupan dan keramaian. "Kalau Pekanbaru punya Bandar Serai, kenapa Dumai tak punya? Maka saya namakan saja Bandar Bakau," ungkap Atuk Wis
Sejak itu, kawasan ini perlahan menjadi ikon lingkungan dan edukasi di Kota Dumai. Selain menyimpan keanekaragaman hayati, kawasan ini juga sarat nilai budaya.
Atuk Wis mengaitkan keberadaan hutan bakau ini dengan legenda Putri Tujuh, kisah rakyat yang melekat dalam memori orang Melayu Dumai.
Dalam cerita itu, buah bakau disebut sebagai senjata magis yang menaklukkan pasukan kerajaan Empang Kuala. "Saya percaya, bakau di sini bagian dari warisan legenda itu. Buahnya tumbuh, jadi hutan yang melindungi kota," ujar Darwis
Perjuangan Atuk Wis menjaga Bandar Bakau tak selalu mulus. Ia kerap dianggap mengganggu rencana pembangunan daerah, bahkan sempat dianggap menempati lahan tanpa izin, namun Ia tak gentar.
Perlahan, suara dan tindakannya justru menarik perhatian pemerintah dan lembaga lingkungan, yang mana Upayanya berbuah manis, hal itu dibuktikan dengan sejumlah penghargaan nasional Ia raih diantaranya, Adi Bhakti Mina Bahari 2009 dari Menteri Kelautan, Kader Konservasi Nasional 2010 dari Kementerian Kehutanan, Setia Lestari Bumi 2010 dari Gubernur Riau.
Puncaknya, melalui SK Menteri KLHK No. 903 Tahun 2016, kawasan Bandar Bakau ditetapkan sebagai hutan produksi terbatas, kemudian diperkuat dengan Perda Provinsi Riau No. 10/2018 dan No. 15/2019. Status hukum itu menegaskan bahwa kawasan ini kini terlindungi.
Meski begitu, perjalanan Atuk Wis tak selalu seindah penghargaan yang menghiasi dinding pondoknya. Di masa pandemi Covid-19, pengunjung sepi, dana konservasi seret, jembatan susur mulai lapuk. Ia sempat putus asa.
Namun, pada 2022 , datang kabar baik. PT Pertamina Hulu Rokan (PHR) hadir membawa semangat baru lewat program Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL).
"Waktu itu seperti angin segar di tengah musim kemarau. PHR datang, bukan hanya bawa bantuan, tapi bawa harapan," kata Atuk Wis tersenyum
Sejak 2022 hingga saat ini 2025, kolaborasi antara PHR dan Kelompok Pecinta Alam Bahari yang dipimpin Atuk Wis terus berjalan, yang mana PHR membantu pembangunan berbagai fasilitas penting di kawasan bandar Bakau.
Mulai Jembatan susur kayu sepanjang 85 meter dan susur batu 65 meter, Gapura utama, Balai seminar 10x12 meter, Panggung teater alam 15x15 meter serta Pusat Informasi Mangrove.
Tak berhenti di sana, PHR juga mendukung budidaya 5.000 bibit mangrove dan penanaman rutin di kawasan pesisir Dumai.
Program berlanjut di 2024 dan 2025 penyambungan jalur trekking, pembangunan toilet, spot swafoto, pemberdayaan UMKM lokal, hingga galeri batik tulis berbahan pewarna alami dari mangrove hingga menjadikan kawasan ini Ecoeduwisata
| PLN UIP Sumbagteng Sabet 3 Penghargaan di Ajang PLN TJSL Awards 2025 |   | 
|---|
| Energi Surya Menyertai Tumbuh Kembang Anak Istimewa: Masa Depan Kini Lebih Cerah |   | 
|---|
| Lingkar Kehidupan di Sudut Kota Dumai: Ketika Sampah,Ternak, dan Tanaman Hidup Saling Menghidupi |   | 
|---|
| Total Investasi Dumai Rp 6,1 Triliun Pada Triwulan Ketiga 2025 |   | 
|---|
| 90 PMI Bermasalah Dideportasi dari Malaysia Tiba di Dumai, Ada yang Demam Tinggi Hingga Lagi Hamil |   | 
|---|
 
												
 
			
 
						
					 
						
					 
						
					 
						
					 
						
					 
						
					 
				
			 
											 
											 
											 
											 
											
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.