Pemko Pekanbaru
Super Hub Pemko Pekanbaru

STORY

STORY-KISAH Nyata Satu Keluarga di Riau, Tinggal di Gubuk Berdiding Terpal, Baim Sering Tidak Makan

Story atau kisah nyata satu keluarga di Riau, tinggal di gubuk berdiding terpal yang berjarak 700 meter dari kantor bupati, Baim sering tidak makan

Penulis: Mayonal Putra | Editor: Nolpitos Hendri
Tribun Pekanbaru/Mayonal Putra
STORY-KISAH Nyata Satu Keluarga di Riau, Tinggal di Gubuk Berdiding Terpal, Baim Sering Tidak Makan 

STORY-KISAH Nyata Satu Keluarga di Riau, Tinggal di Gubuk Berdiding Terpal, Baim Sering Tidak Makan

TRIBUNPEKANBARU.COM, SIAK - Story atau kisah nyata satu keluarga di Riau, tinggal di gubuk berdiding terpal yang berjarak 700 meter dari kantor bupati, Baim sering tidak makan.

Penderitaan keluarga Amir Chandra (50) dan Asmarani (37) masih belum berakhir, anak-anaknya masih kerap makan nasi tanpa lauk pauk karena keterbatasan biaya hidup.

Muhammad Ibrahim (9) anaknya kelas 3 SDN Merempan Hilir sudah terbiasa dengan ketiadaan, baik ketiadaan jajan saat pergi sekolah maupun ketiadaan makanan saat pulang ke rumah.

Baim, begitu panggilan sehari-harinya.

Anak tangguh yang bercita-cita ingin jadi pemadam kebakaran ini juga tetap ingin lanjut sekolah, meski jarang membawa uang jajan saat pergi ke sekolah.

Senin (6/1/2020), kesenangan juga belum menghinggapi keluarga miskin ini.

Padahal, di google maps, jarak rumah keluarga miskin ini dari kantor bupati Siak hanya 700 meter.

Kompleks perkantoran bupati Siak dengan keluarga miskin ini juga satu dusun, yakni dusun Tanjung Agung, Kelurahan Sungai Mempura, Kecamatan Mempura, Kabupaten Siak.

Saat Baim tiba di rumahnya yang berdinding terpal, ia mencari makan ke bagian dapur.

Baim hanya menemukan basi putih yang sudah dingin di dalam periuk.

Ia juga membuka tudung saji dan mangkok yang berada di dapur.

Ia tidak menemukan lauk pauk.

Persediaan juga tidak ada.

Hanya tersisa setengah botol kecap manis di dapur.

Ia ambil nasi putih itu secukupnya lalu dicampurnya dengan kecap tersebut.

Baim tampak lahap menikmati makan siangnya Senin, pekan pertama awal tahun 2020.

"Alhamdulillah, enak kok Om. Tadi udah lapar kali," kata Baim polos.

Baim menghabiskan makanannya dalam beberapa menit.

Kemudian mencuci tangan lalu cendawa.

Ia bersyukur dapat makan sepulang sekolah.

Ia sadar mungkin kedua orangtuanya belum makan siang itu.

"Kami sudah biasa seperti ini Om. Apa pun kadang dimakan asalkan kenyang," kata dia lagi.

Dunia telah begitu maju di luar.

Baim dan keluarganya masih tinggal di rumah terpal di dalam kebun karet.

Namun anak laki-laki ini tampak penuh semangat.

"Untung aja ada kecap. Ini kecap sisa sedekah orang pada kami 2 minggu lalu. Kalau gak ada kecap pakai garam juga gak apa-apa," kata dia.

Menahan lapar di sekolah juga sudah tak asing bagi anak 9 tahun itu.

Sebab ia menyadari kedua orangtuanya tidak berkemampuan seperti orang tua teman-temannya.

"Saya iba melihat bapak mamak, nanti kalau minta uang jajan mereka gak ada uang," kata dia.

Di rumah terpal itu, Baim juga terbiasa tidur di lantai beralaskan tikar tipis.

Sebab, adiknya Cinta (7) tahun tidur bersama mamanya di dalam kamar satu-satunya di dalam rumah itu.

Adiknya paling kecil Arjuna Chandar (5) tidur di atas dipan kayu yang berada di dalam rumah itu.

Manurut Amir Chandra, orang tua laki-laki Baim, anaknya tersebut termasuk tangguh.

Sebab, tidak banyak kehendak tapi tetap ingin sekolah.

"Cita-citanya ingin jadi pemadam, karena kami sering sekali terkena asap kebakaran hutan dan lahan," kata Amir.

Amir juga berharap Baim dapat tumbuh besar sebagai orang terdidik.

Ia mengharapkan anaknya tersebut kelak yang membantu melepaskan keluarganya dari jurang kemiskinan.

"Kalau kami orangtua sudah sangat terbiasa hidup sebegini adanya. Tapi anak-anak kami kadang kasihan. Saya sendiri kadang menangis menjelang mata terpejam di malam hari melihat Baim terlepak di lantai," kata Amir.

Amir bukan tidak berjuang untuk mendapatkan penghasilan.

Pagi-pagi ia sudah bangun dan melakoni pekerjaan apapun.

"Kadang saya menebas ladang orang, diupah seharian kerja Rp 60 -70 ribu," kata dia.

Kadang ia tidak mendapatkan pekerjaan, sehingga tidak ada penghasilan apapun yang bakal dibawa pulang.

Sedangkan istrinya Asmarani (37), juga tengah bunting 4 bulan.

Asmarani sudah rabun, jadi sulit melalukan pekerjaan.

"Kalau tidak hujan, istri saya keluar bersama anak saya Cinta, memanggul karung untuk mencari karah-karah," kata Amir.

Amir mengaku memang sering tidak makan.

Namun Asmaranilah yang selalu punya cara bagaimana perut suami dan anak-anaknya dapat terisi, sehingga dapat tidur dengan nyenyak malam hari.

"Kalau ada pisang muda saya rebus pisang itu. Sudah masak saya hidang lalu kami makan bersama anak-anak," kata Asmarani menimpali.

Tidak hanya pisang, ubi pun jika ada tetap menjadi makanan yang enak bagi keluarga yang tinggal di bumi Siak yang kaya raya itu.

Amir dan Asmarani merupakan pasangan suami istri dan orang asli Siak.

"Dapat tinggal di sini saja kami sudah bersyukur. Masih ada banyak orang yang perhatian dengan nasib kami," kata Asmarani.

Asmarani bercerita rumah terpal yang ditempatinya adalah rumah yang dibuat oleh suaminya Amir secara berangsur.

Tanahnya merupakan tanah hibah dari seorang dermawan bernama Suyitno.

"Sebelum pindah ke rumah ini, kami justru menumpang-numpang di pondok orang," kata dia.

Rumahnya hanya berukuran 4×5 meter.

Atapnya sudah seng, namun dindingnya terpal.

Tiang-tiang hanyalah kayu bulat dari dalam kebun karet.

Pintunya hanyalah tirai dari karpet bekas.

Jika ada binatang buas yang datang di malam hari, bisa saja masuk ke dalam rumah itu tanpa hambatan.

Tapi Amir dan Asmarani yakin, tidak ada yang bakal mengganggu mereka selama tinggal di sana.

"Kami di sini juga menjaga kebun-kebun. Tidak mengganggu. InsyaAllah tak akan ada yang mengganggu kami di sini," kata dia.

Kondisi keluarga Amir Chandra ini juga sedang dibantu oleh banyak orang.

Termasuk pemerintahan setempat.

Camat Mempura Desi sudah berupaya keras agar keluarga ini mendapat penghidupan yang layak.

Senin ini ia sudah mengantarkan proposal yang diajukan Unit Pengumpul Zakat (UPZ) Mempura ke Baznas Siak.

"Masuk ke Baznas juga mempunyai persyaratan. Semua persyaratan juga sudah dilengkapi, dan proposal itu sudah masuk ke Baznas hari ini," kata Desi.

Desi bakal terus menindaklanjuti bantuan dana zakat dari Baznas, supaya mendapat bantuan yang cepat keluarga Amir tersebut.

Sedangkan secara pemerintahan, Desi menyebut Amir dan istrnya masih terkendala persoalan administrasi.

"Amir awalnya mempunyai istri yang diceraikannya. Namun akte perceraian belum ada. Begitupun Asmarani yang awalnya punya suami dan bercerai, akte cerai juga belum ada. Mereka berdua menikah secara syariat namun tidak didaftarkan di KUA, ini semua yang harus kita bantu menguruskannya," kata dia.

Legalitas terkait akte perceraian dan akte nikahnya bakal diurus di Pengadilan Agama (PA) Siak.

Desi dan jajarannya bakal mengurus hingga tuntas.

"Jika semua legalitas dan keadministrasian warga itu sudah clear, mereka bakal dapat semua bantuan yang ada dari pemerintah," kata Desi.

Tribunpekanbaru.com / Mayonal Putra - STORY-KISAH Nyata Satu Keluarga di Riau, Tinggal di Gubuk Berdiding Terpal, Baim Sering Tidak Makan

STORY-KISAH Nyata Satu Keluarga di Riau, Tinggal di Gubuk Berdiding Terpal, Baim Sering Tidak Makan

STORY-KISAH Nyata Satu Keluarga di Riau, Tinggal di Gubuk Berdiding Terpal, Baim Sering Tidak Makan

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved