Ada Uang Ketok Palu Dugaan Tipikor Proyek Jalan Duri - Sei Pakning, Nama Indra Gunawan Eet Disebut
Firzal Fudhail, menjadi orang pertama yang bersaksi dalam sidang lanjutan perkara dugaan korupsi proyek peningkatan Jalan Duri - Sei Pakning
Penulis: Rizky Armanda | Editor: Ilham Yafiz
Lanjut dia, hal ini bertentangan dengan kewajiban terdakwa selaku Kepala Daerah sebagaimana Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah dan ditambah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang tentang Pemerintahan Daerah.
Maupun kewajiban terdakwa selaku Penyelenggara Negara sebagaimana Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN).
Lanjut JPU, terdakwa Amril Mukminin sebelumnya merupakan anggota DPRD Kabupaten Bengkalis periode masa jabatan tahun 2014 -2019.
Pada tahun 2012 saat terdakwa masih menjadi anggota DPRD Kabupaten Bengkalis, telah ditandatangani Nota Kesepakatan antara Pemerintah Daerah Kabupaten (Pemkab) Bengkalis dengan DPRD Kabupaten Bengkalis tentang Penyelenggaraan Kegiatan Tahun Jamak tahun anggaran 2013-2015 Nomor 09/MoU-HK/X/2012 dan Nomor 06/DPRD/PB/2012 tanggal 18 Oktober 2012, yang pada pokoknya DPRD menyetujui dianggarkan 6 paket kegiatan pembangunan jalan yang dibiayai dari APBD Kabupaten Bengkalis tahun anggaran 2013 sampai dengan 2015 (multiyears).
Selanjutnya pada tahun 2013, Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Pemkab Bengkalis melakukan proses pelelangan terhadap 6 paket proyek tersebut.
Termasuk diantaranya proyek peningkatan jalan Duri – Sei Pakning. Setelah melalui tahapan proses evaluasi lelang, PT Citra Gading Asritama (CGA) sebagai salah satu peserta lelang ditetapkan menjadi pemenang.
Namun karena ada sanggahan dari peserta lelang lain yang menyatakan PT CGA di-blacklist oleh Bank Dunia (World Bank), penunjukkannya sebagai penyedia barang atau jasa (rekanan) dibatalkan oleh Dinas PUPR Pemkab Bengkalis.
Atas pembatalan tersebut PT CGA melakukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Pekanbaru dan setelah melalui upaya hukum kasasi maka Mahkamah Agung (MA) dalam putusan Nomor 233 K/TUN/2015 tanggal 7 Juli 2015 menyatakan, membatalkan keputusan pembatalan penunjukkan penyedia barang/jasa paket pekerjaan pembangunan jalanDuri – Sei Pakning (multiyears) dan memerintahkan PPK Dinas PUPR Pemkab Bengkalis untuk memproses kontrak (perjanjian) pekerjaan dengan PT CGA.
Atas dasar putusan MA tersebut, sekitar bulan Januari - Februari 2016, Ichsan Suadi selaku pemilik PT CGA menemui terdakwa yang saat itu sudah resmi ditetapkan sebagai calon Bupati Bengkalis terpilih periode masa jabatan tahun 2016-2021 (tinggal menunggu pelantikan).
Pertemuan dilakukan di kedai Kopi Tiam yang berada Jalan Riau, Pekanbaru. Ichsan menyampaikan perihal putusan MA terkait dimenangkannya gugatan PT CGA atas pekerjaan pembangunan jalan Duri – Sei Pakning, Kabupaten Bengkalis.
Beberapa hari kemudian, Ichsan kembali menemui terdakwa di restoran Starbucks Coffee, Mall Plaza Indonesia Jakarta dan meminta bantuan agar PT CGA dapat segera ditunjuk mengerjakan proyek pembangunan jalan Duri-Sei Pakning Kabupaten Bengkalis.
"Ichsan Suadi lalu memberikan amplop coklat berisi uang sebesar 100 ribu Dollar Singapura atau setara dengan Rp1 miliar, yang diterima terdakwa melalui Azrul, ajudan terdakwa yang ikut dalam pertemuan tersebut," urai JPU.
Dalam pengurusan selanjutnya, Ichsan Suadi menugaskan anggotanya, Triyanto untuk meneruskan koordinasi dengan terdakwa.
Hal ini dikarenakan Ichsan sedang diproses hukum dalam perkara lain.
Triyanto kemudian menemui terdakwa pada bulan Mei - Juni 2016 di rumah dinas Bupati Bengkalis.
Triyanto menyampaikan bahwa dirinya selaku perwakilan PT CGA yang diutus Ichsan Suadi untuk menindaklanjuti hasil putusan MA dan berharap dapat segera ditandatangani kontrak pekerjaan pembangunan jalan Duri – Sei Pakning.
"Terdakwa menanggapi dengan mengatakan akan mengupayakannya, sehingga mengarahkan Triyanto agar berkoordinasi dengan Tarmizi selaku Plt. Kepala Dinas PUPR Pemkab Bengkalis," sebut JPU KPK, Feby.
Atas arahan itu, Triyanto pun menemui Tarmizi, dan juga Ardiansyah, selaku Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) di kantor Dinas PUPR Pemkab Bengkalis.
Oleh karena proyek tersebut belum dianggarkan pada APBD TA 2016, maka Dinas PUPR Pemkab Bengkalis mengusulkan anggaran untuk proyek tersebut pada usulan atau rencana APBD Kabupaten Bengkalis TA 2017 - 2019 (multiyears).
Alhasil, proyek pembangunan jalan Duri – Sei Pakning tersebut disetujui untuk dianggarkan pada APBD Kabupaten Bengkalis secara tahun jamak (multiyears) dengan pembuatan Nota Kesepakatan antara Pemkab Bengkalis dengan DPRD, tentang penganggaran kegiatan tahun jamak TA 2017-2019 Nomor 14/MoU-HK/XII/2016 dan Nomor 09/DPRD/PB/2016 tanggal 13 Desember 2016 yang ditandatangani terdakwa selaku Bupati Bengkalis dan Abdul Kadir selaku Ketua DPRD Kabupaten Bengkalis.
Berlanjut pada bulan Februari 2017, Triyanto menemui terdakwa di restoran Hotel Adi Mulya Medan.
Triyanto menjanjikan commitment fee dari PT CGA kepada terdakwa, karena proyek pembangunan jalan Duri – Sei Pakning telah dianggarkan dan tinggal menunggu penandatanganan kontrak pekerjaan.
Terdakwa lalu mengarahkan Triyanto agar berkoordinasi dengan Tajul Mudarris, selaku Plt. Kepala Dinas PUPR Pemkab Bengkalis merangkap Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).
Triyanto kemudian memberikan amplop coklat berisi uang sebesar 150 ribu Dollar Singapura atau setara Rp1,5 miliar kepada terdakwa yang diterima melalui Azrul, pada saat selesai pertemuan.
Triyanto ditemani rekannya, lalu menindaklanjuti arahan terdakwa untuk menemui Tajul Mudarris dan Ardiansyah di Dinas PUPR Pemkab Bengkalis untuk berkoordinasi.
Setelah beberapa kali berkoordinasi, selanjutnya pada tanggal 24 Mei 2017 bertempat di Hotel Batiqa, Pekanbaru, ditandangani surat perjanjian kontrak Nomor 600/PUPR/SP-MY/V/2017/001 untuk pekerjaan pembangunan Jalan Duri – Sei Pakning, Kabupaten Bengkalis (multiyears), antara Sandi Muhammad Siddiq, yang mewakili pihak PT CGA dengan Tajul Mudarris, selaku PPK Dinas PUPR dengan nilai kontrak sebesar Rp498.645.596.000,00.
Adapun jangka waktu pelaksanaan pekerjaan sejak tanggal 24 Mei 2017 sampai dengan tanggal 20 Desember 2019.
Pada bulan Juni 2017, terdakwa memerintahkan Azrol, ajudannya untuk menghubungi Triyanto agar menghadap ke rumah dinas Bupati Bengkalis.
Pada pertemuan itu, terdakwa menanyakan kelanjutan realisasi commitment fee dari PT CGA, dengan alasan untuk keperluan lebaran.
Atas permintaan tersebut, Triyanto melaporkan kepada Ichsan Suadi. Setelah mendapatkan persetujuan, selanjutnya Triyanto membawa uang yang telah disiapkan PT CGA ke Pekanbaru.
"Pada tanggal 27 Juni 2017, Triyanto menghubungi Azrul. Mereka sepakat bertemu di pinggir jalan dekat hotel Royal Asnof Pekanbaru untuk menyerahkan uang sebagaimana yang diminta terdakwa. Selanjutnya Triyanto memberikan amplop coklat yang berisi uang sebesar 170 ribu Dollar Singapura, atau setara Rp1,7 miliar, untuk diserahkan kepada terdakwa. Triyanto menjanjikan akan memberikan sisa commitment fee setelah lebaran," tutur JPU.
Selanjutnya, sekitar awal bulan Juli 2017, terdakwa memerintahkan ajudannya Azrul menghubungi Triyanto.
Guna menanyakan realisasi kekurangan commitment fee yang telah dijanjikan.
Seperti sebelumnya, Triyanto melaporkan kepada Ichsan. Setelah mendapatkan persetujuan, barulah Triyanto membawa uang yang telah disiapkan.
Sisa commitment fee itu senilai Rp100 Dollar Singapura. Uang itu diambil ajudan terdakwa di kamar Hotel Grand Elite.
JPU menilai, perbuatan ini bertentangan dengan kewajiban terdakwa selaku Kepala Daerah sebagaimana ketentuan Pasal 76 ayat (1) huruf e Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah dan ditambah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang tentang Pemerintahan Daerah.
Selain itu bertentangan juga dengan kewajiban terdakwa selaku Penyelenggara Negara sebagaimana ketentuan Pasal 5 angka 4 dan Pasal 5 angka 6 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.
"Perbuatan terdakwa merupakan tindak pidana sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 12 huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP," tegas JPU Feby.
( Tribunpekanbaru.com / Rizky Armanda )