Pemko Pekanbaru
Super Hub Pemko Pekanbaru

Tol Padang-Pekanbaru Terkendala, Mengenal Tingkatan Tanah Ulayat di Minangkabau

Akibat belum tuntasnya pembebasan lahan itu, pembangunan fisik menjadi mangkrak dan terancam dihentikan sementara pada tahun ini.

(Dok. Biro Komunikasi Publik Kementerian PUPR).
Tol Padang-Sicincin ditargetkan beroperasi pada Desember 2021.. 

Bunyi pepatah tersebut adalah”Nanketek dipagadang, nan hanyuik dipnitehi, nan hilang dicari, nan patah ditimpa,nan sumbiang dititiak, nan buruak dipaelok”.

Dalam pepatah itu terkandung makna yang sangat mendalam, betapa berharganya tanah ulayat bagi kehidupan masyarakat hukum adat di Sumatera Barat.

Tanah ulayat merupakan pengikat bagi masyarakat adat di Sumatera Barat agar hubungan sesama suku tetap terjaga, dengan utuh.

Sementara pada Jurnal "PERANAN PENGHULU TERHADAP HAK ULAYAT DI MINANGKABAU", Eviandi Ibrahim dari STIH Putri Maharaja Payakumbuh menuliskan tanah ulayat merupakan penguasaan bersama dari suatu kaum/suku, dan Nagari, oleh karena itu sukar sekali unutuk menentukan siapa pemiliknya, karena konsepnya bukan hak milik, tapi hak menguasai secara kolektif.

Dalam pelaksanaannya hak ulayat ini berlaku ke luar dan ke dalam , maksudnya adalah bahwa orang asing yang bukan
anggota masyarakat hukum tidak diizinkan memperoleh hak atas tanah ulayat, kecuali kalau dibayar uang adat dan diizinkan oleh kepala adat bersangkukan.

Peruntukan, penggunaan, penguasaan dan pemilikan ditentukan oleh persekutuan masyarakat hukum adat.

Peruntukan dan penggunaan tanah ulayat tersebut dilakukan berdasarkan musyawarah dan mufakat untuk kepentingan bersama anggota persekutuan dan kepentingan umum.

Menurut kepercayaan masyarakat Minangkabau, tanah sebagai pusaka (hak ulayat) dari nenek moyang mempunyai sifat religius magis.

Sehingga tanah sebagai pusaka harus dipelihara keberadaannya dan ini telah dipatrikan dalam ketentuan adat, bahwa terhadap
tanah ulayat ada rumusan “ Jua indak dimakan bali “ artinya tanah ulayat sebagai pusaka tinggi tidak dapatdiperjual belikan.

Masyarakat Minangkabau,memandang tabu perjual belikan tanah ulayat ini, karena dalam anggapan mereka bila terjadi tanah ulayat diperjual belikan maka yang melakukan itu akan mendapatkan kutukandari arwah nenek moyang mereka dan ada saja bencana yang menimpa mereka, baik berupa kesengsaraan hidup maupun datangnya berbagai penyakit dan bencana lainnya.

Selain itu menurut penelitian di lapangan, tidak dapatnya tanah ulayat diperjual belikan adalah karena :

1. Tanah Ulayat sebagai pusaka, yang turun temurun mempunyai kaitan yang tidak boleh dipisahkan antara generasi terdahulu, sekarang dan yang akan datang. Oleh karena itu suatu kewajiban bagi generasi sekarang untuk menjaga dan memeliharanya guna diwariskan pada generasi yang akan datang.

2. Merupakan lambang atau simbol dari persekutuan masyarakat adat mereka.

3. Kepemilikan penguasaannya secara kolektif/bersama.

4. Tanah ulayat menunjukan adanya hubungan pertalian darah antara generasi sekarang dengan generasi
sebelumnya.

Dengan demikian kalau ada yang menjual tanah ulayat, selain dapat menghilangkan sifat religius magisnya juga akan menurunkan martabat dari persekutuan, bahkan dapat menghilangkan identitas dari masyarakat hukum tersebut. Karena itu sulit untuk menjual tanah ulayat itu.

Halaman 3/3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved