Vonis Kasus Pemerasan Kepala Sekolah di Inhu, Mantan Kajari Inhu dan 2 Bawahan Ajukan Banding
Hakim telah menjatuhkan vonis terhadap mantan Kajari Inhu dan dua bawahannya terkait kasus pemerasan kepala sekolah di Inhu.
Penulis: Rizky Armanda | Editor: Ariestia
Lanjut Rosdiana, saat ini pihaknya tengah menunggu memori banding dari para terdakwa. Sedangkan untuk JPU, juga diminta untuk menyiapkan memori kontra banding untuk para terdakwa.
"Pernyataan banding kan sudah. Kita saat ini menunggu memori banding dan memori kontra banding dari kedua belah pihak (terdakwa dan JPU, red) untuk selanjutnya dilimpahkan ke Pengadilan Tinggi Pekanbaru," ungkap dia.
Sebelumnya dalam surat dakwaan JPU disebutkan, perbuatan para terdakwa terjadi pada kurun waktu Mei 2019 sampai dengan Juni 2020 lalu.
Terdakwa Hayin menerima uang Rp 769 juta, terdakwa Ostar menerima Rp275 juta dan satu unit iPhone X dan terdakwa Rionald menerima uang Rp115 juta.
Seluruh dana diterima Rp1,5 miliar lebih. Penerimaan itu bertentangan dengan kewajiban, dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatannya terdakwa selaku penyelenggara negara.
Uang yang diterima terdakwa itu berasal dari 61 Kepala SMP Negeri di Inhu.
Penerimaan uang itu berawal ketika kepala SMP itu menerima dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) tahun 2016 hingga 2018. Ada laporan yang masuk ke jaksa di Inhu, jika pengelolaan dana ada indikasi diselewengkan.
Namun bukannya melakukan penyelidikan, dan pelaksanaan tugas sesuai prosedur yang berlaku terhadap adanya dugaan tidak pidana korupsi dalam pengelolaan dana BOS itu, para terdakwa justru meminta uang kepada para kepala SMP agar kasus tidak dilanjutkan.
Tindakan para terdakwa bertentangan dengan Pasal 5 angka 4 dan 6 Undang-Undang (UU) Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.
Pasal 10 UU Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan RI, Pasal 23 huruf d, e dan f Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara.
Selanjutnya, Pasal 4 angka 1 dan 8 Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 Tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil, Pasal 4 huruf d, Peraturan Jaksa Agung RI Nomor: PER-067/A/JA/07/2007 tanggal 12 Juli 2007 perihal Kode Etik Perilaku Jaksa, Peraturan Jaksa Agung Nomor 006/A/JA/07/2017 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kejaksaan RI.
Terdakwa juga melanggar Peraturan Jaksa Agung RI Nomor: PER-039/A/JA/10/2010 tanggal 29 Oktober 2010 tentang Tata Kelola Administrasi dan Teknis Penanganan Perkara Tindak Pidana Khusus tentang Tata Kelola Administrasi dan Teknis Penanganan Perkara Tindak Pidana Khusus.
Perbuatan terdakwa juga bertentangan dengan Surat Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Nomor: B-845/F/Fjp/05/2018 tanggal 04 Mei 2018 perihal Petunjuk Teknis Pola Penanganan Perkara Tindak Pidana Khusus yang Berkualitas. (Tribunpekanbaru.com/Rizky Armanda)
