Berita Riau
Dianggap Legalkan Seks, Mahasiswa Kembali Datangi DPRD Tolak Permendikbud Nomor 30
Forum Pemuda Dan Mahasiswa Peduli Negeri menolak Permendikbudristek No 30 Tahun 2021 karena sama halnya melegalkan seks bebas
Penulis: Nasuha Nasution | Editor: CandraDani
TRIBUNPEKANBARU.COM, PEKANBARU - Setelah sebelumnya mahasiswa dari Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslimin Indonesia (KAMMI) menggelar aksi penolakan terhadap RUU Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) dan Permendikbud nomor 30 di DPRD Riau, kali ini sekelompok mahasiswa kembali datangi DPRD Senin (6/12/2021) dengan tuntutan yang sama.
Massa yang mengatasnamakan pemuda dan Mahasiswa peduli negeri tersebut melakukan orasi di depan pagar gedung DPRD, mereka menyuarakan penolakan sejumlah pasal dan ayat dalam Permendikbud tersebut.
Menurut Kordinator Aksi Teddy Rahmat menjelaskan, dengan alasan mencegah kekerasan seksual di lingkungan kampus, Mendikbud Nadiem Makarim mengeluarkan Permendikbud Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan
dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS).
Menurutnya memang Peraturan ini lahir didasari oleh banyaknya laporan pelecehan seksual yang dilakukan dosen, pegawai bahkan pejabat kampus terhadap mahasiswi.
Permendikbud tersebut mendapat dukungan dari sejumlah kalangan, termasuk Menteri Agama Yaqut.
"Namun, sejumlah pasal dalam peraturan tersebut dinilai banyak kalangan, terutama para tokoh dan ormas-ormas Islam, seperti MUI Pusat, justru melegalkan seks bebas,"jelas Teddy.
Hal ini karena adanya frasa 'tanpa persetujuan korban menjadi pemicu penolakan terhadap peraturan tersebut.
Sebabnya, frasa tersebut dapat dipahami bila antara kedua belah pihak melakukan hubungan seksual karena consent, persetujuan, maka dipandang legal.
"Kami Forum Pemuda Dan Mahasiswa Peduli Negeri, Menolak Permendikbudristek No 30 Tahun 2021 karena sama halnya melegalkan seks bebas dan merupakan hak warga negara selama ada persetujuan pihak yang terkait, sebagaimana yang tercantum dalam pasal 5 ayat 2 tentang frasa 'Tanpa Persetujuan' yang artinya jika ada persetujuan maka bukan suatu tindakan terlarang,"ujar Teddy.
Permendikbudristek ini juga menurut Teddy berpotensi memberikan perlindungan pada penyimpangan perilaku seksual seperti LGBT.
Dalam Pasal 5 ayat 2 bagian (a) tercantum bahwa kekerasan seksual meliputi.
"menyampaikan ujaran yang mendiskriminasi atau melecehkan tampilan fisik, kondisi tubuh, dan/atau identitas gender korban,"ujar Teddy.
Teddy juga menambahkan, Satuan Tugas yang diarahkan oleh Permendikbud sebagai unit penanganan kekerasan seksual dikampus berpotensi hanya akan diisi oleh kaum feminis dan liberalis sebagai penafsir tunggal penanganan kekerasan seksual di kampus, sebagaimana bunyi Pasal 24 ayat (4).
Karena itu, pihaknya menyerukan kepada DPRD Provinsi Riau, agar secara bersama-sama menolak dilegalkannya Permendikbudristek No. 30 Tahun 2021.
Ini bukti kuat bahwa negara ini tidak bersendikan pada agama dan syariah, melainkan pada sekularisme-
liberalisme.
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/pekanbaru/foto/bank/originals/demo-tolak-ermendikbud-Nomor-30-Tahun-2021.jpg)