Berbahaya! Pemindahan Ibukota Negara dari Jakarta ke Kalimantan, Ini Alasannya
Mantan KSAL Laksamana Slamet Soebijanto menilai pemindahan Ibukota Negara (IKN) dari Jakarta ke Kalimantan berbahaya bagi sistem pertahanan negara
Penulis: Guruh Budi Wibowo | Editor: Rinal Maradjo
TRIBUNPEKANBARU.COM, PEKANBARU - Rencana pemindahan Ibukota Negara ( IKN ) dari Jakarta ke Kabupaten Penajem Paser Utara, Kalimantan Timur sepatutnya ditolak.
Pernyataan itu disampaikan oleh Mantan Kepala Staf Angkatan Laut Laksamana Slamet Soebijanto dalam tayangan bincang-bincang di kanal Youtube @Pusat Kajian dan Analisa Data pada Jumat (4/2/2022).
"Dari aspek pertahanan keamanan. Rencana itu harus ditolak," katanya.
Slamet Soebijanto mengatakan, pertahanan adalah bagian sangat krusial dalam keberadaan sebuah bangsa dan negara.
Ia mengatakan, keberadaan sistem dan fungsi pertahanan keamanan yang baik, akan semakin efektif dalam melindungi warga dan segenap tumpah darahnya.
"Oleh karena itu, pemindahan ibukota negara tak boleh main-main," sebutnya lagi.
Slamet Soebijanto menyebutkan, memindahkan Jakara ke Penajam Paser Utara itu berarti Membubarkan pertahanan yang sudah ada saat ini.
"Jika dipindahkan, maka sistem hankam kita akan kacau balau," tambahnya.
Baca juga: Sah, UU IKN Digugat ke MK, Ini Isi Lengkap Gugatannya, Pemerintah: Pembahasan Sudah Sesuai Aturan
Baca juga: Dulu Presiden Minta Pembangunan IKN Tak Bebani APBN, Ternyata Kini 53,3 Persen Gunakan APBN
Ia juga menjelaskan, jika pemindahan ibukota negara ke Kalimantan tetap dilakukan,
Maka akan ada jeda waktu untuk membenahi sistem hankam Indonesia.
"Sampai terbangunnya sistem yang baru itu butuh waktu yang panjang. Tidak setahun dua tahun," katanya.
Ia menyebutkan, di masa-masa jeda itulah, titik kelemahan pertahanan dan keamanan di Indonesia akan melemah.
"Jadi sangat bahaya Memindahkan Jakarta ke sana,"katanya.
Jenderal bintang empat itu juga mengatakan,
tujuan bernegara adalah untuk melindungi setiap warga negara dan tumpah darah,
"kalau mengacu kepada statement ini, yang harus dijaga masih kurang di daerah ini. Masih banyak langkah yang harus dilakukan, kenapa harus pindah." tanyanya.
Ia juga menyentil, rencana di balik pemindahan itu, bermotifkan pada kepentingan oleh kelompok-kelompok tertentu.
Sebab pemindahan itu ia nilai bukan atas dasar kepentingan bangsa dan negara.
"Secara tidak langsung, dia itu adalah pengkhianat bangsa,"katanya.
Ancaman Bagi Lingkungan Hidup
Sebelumnya, Wahana Lingkungan Hidup ( Walhi) Kalimantan Timur menilai Pemindahan Ibukota Negara akan memberi ancaman kepada masyarakat dan lingkungan hidup.
Hal itu disampaikan oleh Yohana Tiko, Direktur Eksekutif Walhi Kalimantan Timur dalam Talkshow Indonesia Lawyer Club yang ditayangkan melalui kanal Youtube @indonesialwayerclub pada Jumat (21/1/2022)
Ia mengatakan, proyek Ibukota Negara yang akan menghabiskan anggaran sekitar Rp 1000 triliun itu akan memberikan banyak ancaman terhadap masyarakat, lingkungan dan satwa.
Ada tiga permasalahan mendasar jika IKN dipaksakan tetap berada di kawasan Kalimantan Timur, tepatnya di Kabupaten Penajem Paser Utara dan Kabupaten Kutai Timur.
Yohana mengatakan, ancaman pertama adalah terganggunya tata air di kawasan itu, kawasan lindung dan juga bentang alam di Teluk Balikpapan.
Baca juga: INI 3 Ancaman Jika Ibukota Negara Pindah, Walhi Lakukan Penolakan
Baca juga: Media Asing Sorot Pemindahan Ibukota Negara, Dinilai Telan Biaya Besar
Letak kawasan IKN, itu berada di antara hutan konservasi Taman Hutan Bukit Suharto, Hutan Lindung Manggar dan Hutan Lindung Bukit Senewai
"kawasan itu adalah sumber air bersih bagi masyarakat Kota Balikpapan, Panajam Paser Utara, dan Kota Samarinda," sebutnya.
Yohana menyebutkan, jika kawasan itu dibuka, maka daerah serapan air alami itu akan hilang dan menganggu pasokan air bersih bagi masyarakat.
Permasalahan kedua, lanjut Yohana, adalah ancaman terhadap Flora dan Fauna serta meningkatnya resiko konflik satwa dan manusia.
"Beberapa flora dan fauna endemik Kalimantan Timur juga terancam punah. Seperti bekantan, pesut dan dugong," katanya.
Perempuan yang juga anggota dari Koalisi Masyarakat Menolak Ibukota Negara itu juga menguraikan kerusakan terhadap ekosistem mangrove di Teluk Balikpapan.
"Ada 2.603 hektare hutan mangrove yang rusak karena dijadikan sebagai pelabuhan bongkar muat," katanya.
Ancaman ketiga adalah penyingkiran ribuan masyarakat yang bekerja sebagai petani dan nelayan yang hidup turun menurun di kawasan itu.
Sebab, mereka harus dipindahkan karena daerah tempat tinggal mereka dikosongkan untuk dijadikan kawasan ibukota Negara.
"Nah, ancaman-ancaman itulah yang akan terjadi jika Ibukota Negara tetap dipaksakan di kawasan itu," sebutnya.
Jadi Undang-Undang
Pada mulanya, wacana pemindahan Ibukota Negara itu alisa IKN diseriusi oleh Presiden Jokowi ketika 2019 silam,
Dalam sidang tahunan DPR/MPR. Jokowi menyampaikan Ibu Kota akan pindah ke Kalimantan Timur dengan segenap alasan yang dirasa olehnya mendesak.
Setelah itu pemerintah mulai menyusun RUU IKN.
Periodenya cukup panjang. Selain karena pembahasannya yang sangat kompleks, pada 2020 Indonesia dihadapkan pada pandemi covid-19.
Sehingga seluruh perhatian tak bisa dialihkan dari Covid-19.
Namun pada Sidang Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada Selasa (18/1/2022), akhirnya disetujui Rancangan Undang-undang (RUU) Ibu Kota Negara (IKN) menjadi UU.
Ibu Kota pindah ke Kalimantan akhirnya menjadi kenyataan.
"Apakah RUU tentang ibu kota negara ini, semua anggota menyetujui," tanya Pimpinan Sidang Puan Maharani.
( Guruh Budi Wibowo / Tribunpekanbaru.com )
