Berita Kampar
Otak Utama di Balik Bentrok Berdarah Kampar Ditahan, Ini Sosoknya! 17 Orang Resmi Tersangka
Dari 17 tersangka yang resmi ditetapkan tersangka, satu di antaranya merupakan otak utama di balik peristiwa bentrok berdarah di Kampar
Penulis: Fernando Sihombing | Editor: Nurul Qomariah
Bermula dari kedatangan sekitar 70 orang di areal perkebunan kelapa sawit milik Koperasi Iyo Basamo sekitar pukul 15.30 WIB.
Mereka menyuruh warga Desa Terantang meninggalkan lokasi.
Warga termasuk pria berinisial MS (50) selaku pelapor tindak kekerasan tersebut, sudah berkumpul di lokasi sejak sekitar pukul 14.00 WIB.
Menurut dia, pelaku melakukan pengusiran dengan kekerasan menggunakan senjata tajam dan tumpul. Pelaku juga melempari korban dengan batu.
"Sehingga mengakibatkan pelapor beserta 13 orang masyarakat lainnya mengalami luka-luka," ujarnya.
Ia mengatakan, Kapolres Kampar mendapat kabar tentang penyerangan oleh sekelompok orang terhadap warga Terantang sekitar pukul 16.30 WIB.
Lalu Kapolres memerintahkan Waka Polres, Kabag Ops, Kasat Reskrim dan Kasat Intelkambuntuk mengumpulkan personil. Kemudian diberangkatkan ke lokasi.
Sekitar pukul 19.45 WIB, Kapolres memimpin personil gabungan Polres dan Polsek jajaran melakukan penyelidikan.
Akhirnya sekitar pukul 21.00 WIB, operasi gabungan yang juga melibatkan TNI berhasil mengamankan 17 terduga pelaku.
"Setelah dilakukan pemeriksaan, 17 orang tersebut mengakui telah melakukan penyerangan dan tindakan kekerasan terhadap masyarakat desa Terantang," ungkap Rachmat.
Ia mengimbau seluruh masyarakat Kampar agar tidak melakukan kekerasan dalam penyelesaian masalah. Ia menegaskan, Polres akan menindak tegas pelaku kekerasan.
Seperti diketahui, bentrokan dilatarbelakangi rebutan dua kepengurusan Koperasi Iyo Basamo. Antara kubu Yuslianti dengan Hermayalis.
Sebelumnya, kuasa hukum kubu Yuslianti, Iskandar Halim menuding pelaku penyerangan adalah orang suruhan Hermayalis.
Sedangkan kuasa hukum kubu Hermayalis, Asep Ruhiat mengklaim untuk mempertahankan lahan koperasi agar tidak dipanen massal.
( Tribunpekanbaru.com / Fernando Sihombing )
