Soal Dana 4,4 Triliun dari Keluarga Soeharto, Gun Romli Sentil Menkeu Purbaya
Tercatat, per 15 Oktober 2025, sebanyak Rp 7,21 triliun dari total Rp 60 triliun tunggakan pajak dari 200 pengemplang pajak telah berhasil ditagih.
Ringkasan Berita:
- Ditargetkan hingga akhir tahun ini DJP dapat menagih sekitar Rp 20 triliun. Sementara Rp 40 triliun sisanya akan ditagihkan pada 2026.
- Dia memastikan 200 penunggak pajak ini tidak dapat lari dari kewajibannya kepada negara.
TRIBUNPEKANBARU.COM - Menteri Keuangan RI, Purbaya Yudhi Sadewa kembali menjadi sorotan.
Kali ini, ia mendapat “tantangan” dari politikus PDIP, Guntur Romli.
Tantangan itu berkaitan dengan dana Rp4,4 triliun yang masih menjadi kewajiban Keluarga Soeharto.
Diketahui, Kementerian Keuangan memang tengah agresif memburu para pengemplang pajak.
Sedikitnya 200 wajib pajak besar sudah masuk radar, dengan potensi pemasukan negara yang diperkirakan bisa mencapai Rp20 triliun.
Gun Romli pun menyatakan dukungan sekaligus memberi dorongan kepada Purbaya untuk tetap tegas, termasuk dalam menagih kewajiban kepada pihak-pihak besar seperti Keluarga Soeharto.
Gun Romli memuji gebrakan berani sang menteri.
Menurutnya, langkah itu sudah tepat.
Namun, masih ada kewajiban negara lain yang juga harus diselesaikan.
Gun Romli menyebut bahwa selain menagih para pengemplang pajak, pemerintah juga harus menagih dana sebesar Rp 4,4 triliun dari Keluarga Soeharto.
"Keren nih Pak Purbaya mau menagih, pengemplang pajak 20 triliun keren pak, tapi saya mau nitip nih pak. Ada Rp 4,4 triliun yang harus juga ditagih dari Keluarga Soeharto. Itu sudah ada putusannya pak, Mahkamah Agung Nomor 140 PK/PDT 2015. Kan lumayan tuh pak 20 triliun ditambah 4,4 triliun jadi 24,4 triliun segera pak," katanya seperti dikutip dari Instagramnya pada Jumat (14/11/2025).
"Keren Pak Purbaya, tagih terus pengemplang pajak dan juga hartanya Keluarga Soeharto," tambahnya.
Baca juga: Pakar: Menyoal UMP 2026, Riau Harus Realistis
Baca juga: Eks Wakil Ketua DPRD Riau Asri Auzar Segera Jalani Sidang Perdana Dugaan Penipuan dan Penggelapan
Sempat tagih 200 pengemplang pajak
Sebulan menjabat, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi membuat gebrakan mengejar 200 penunggak pajak jumbo untuk memperkuat penerimaan negara.
Dari penagihan tunggakan pajak ini, Purbaya dapat mengantongi sekitar Rp 60 triliun untuk masuk ke penerimaan negara.
"Kita punya list 200 penunggak pajak besar. Itu yang sudah inkrah. Kita mau kejar, eksekusi," ujarnya dalam konferensi pers APBN KiTa di kantornya, Jakarta, Senin (22/9/2025).
Dia memastikan 200 penunggak pajak ini tidak dapat lari dari kewajibannya kepada negara.
"Dalam waktu dekat ini kita tagih, dan mereka enggak bisa lari," tegasnya.
Langkah ini menjadi bagian dari quick win Kementerian Keuangan di bawah kepemimpinan Purbaya.
Dia menegaskan bahwa pemerintah ingin memperkuat penerimaan negara tanpa menaikkan tarif pajak maupun menciptakan beban baru bagi masyarakat.
"Saya naikin pendapatan bukan dengan naikan tarif tapi dorong aktivitas ekonomi supaya pajak lebih besar, Anda juga enggak kerasa bayarnya. Kalau ekonominya tumbuh kenceng kan Anda bayar pajaknya happy. Itu yang kita kejar," ucapnya.
Tercatat, per 15 Oktober 2025, sebanyak Rp 7,21 triliun dari total Rp 60 triliun tunggakan pajak dari 200 pengemplang pajak telah berhasil ditagih.
Perolehan itu meningkat Rp 216 miliar dibandingkan data 8 Oktober lalu.
Jumlah tersebut didapat dari 91 wajib pajak yang telah mulai membayar dan mencicil tagihan pajak.
Ditargetkan hingga akhir tahun ini DJP dapat menagih sekitar Rp 20 triliun. Sementara Rp 40 triliun sisanya akan ditagihkan pada 2026.
Langkah Purbaya ini mendapat dukungan dari kalangan ekonom.
Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menilai, upaya mengejar pengemplang pajak besar jauh lebih efektif dibanding kembali membuka program tax amnesty.
"Daripada tax amnesty memang lebih baik mengejar potensi pajak yang belum disetor dari pengusaha kakap terutama di sektor ekstraktif," ujar Bhima kepada Kompas.com, Jumat (17/10/2025).
Menurut Bhima, pemerintah juga perlu memperkuat penelusuran terhadap selisih data ekspor-impor sejumlah komoditas yang berpotensi menimbulkan kebocoran pajak.
Misalnya, mengenai ekspor produk kayu wood pellet ke Jepang. Studi Celios menemukan selisih data yang tercatat di Ditjen Bea dan Cukai dengan data di tujuan ekspor.
Jika pemerintah serius menagih tunggakan pajak dan menutup kebocoran penerimaan, maka rasio pajak Indonesia bisa naik signifikan tanpa perlu menambah pajak baru bagi masyarakat.
"Rasio pajak bisa di atas 12 persen tanpa ada beban pajak baru ke kelas menengah," tuturnya.
| MK Sudah Melarang, INILAH Personel Polri Aktif yang Masih Duduki Jabatan Sipil |
|
|---|
| Hujan Mengguyur Pekanbaru Beberapa Hari Ini, Tidak Ada Lagi Lahan Titik Lahan Terbakar |
|
|---|
| Permohonan Ditolak, Zarof Ricar Tetap Divonis 18 Tahun |
|
|---|
| Malam Menegangkan di Perlintasan Gajah di Pekanbaru, Anto Minta Datuk Tak Mengganggu |
|
|---|
| Viral Penjual Sosis Melenggang di Catwalk: Saeruroh Tampil di JFW 2025 |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/pekanbaru/foto/bank/originals/Menkeu_Purbaya_21102025_1.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.