Pemilu 2019
Pleno HITUNG ULANG Suara Pemilu 2019 di Mandau Riau, Sisa 43 TPS yang Dihitung Target Rabu Selesai
Pleno PPK Kecamatan Mandau dalam hitung ulang suara Pemilu 2019 di Mandau Riau, sisa 43 TPS yang dihitung target Rabu selesai
Penulis: Muhammad Natsir | Editor: Nolpitos Hendri
Pleno HITUNG ULANG Suara Pemilu 2019 di Mandau Riau, Sisa 43 TPS yang Dihitung Target Rabu Selesai
TRIBUNPEKANBARU.COM, PEKANBARU - Pleno PPK Kecamatan Mandau dalam hitung ulang suara Pemilu 2019 di Mandau Riau, sisa 43 TPS yang dihitung target Rabu selesai.
Pleno tingkat kecamatan Mandau sampai hari ini masih berlangsung, Pleno menyisakan sebanyak 43 TPS yang harus diselesaikan penghitungan suara di Kecamatan Mandau.
Hal ini diungkap Safroni Komisioner KPU Bengkalis Divisi Hukum dan Pengawasan kepada Tribunpekanbaru.com Selasa (14/5/2019) siang.
Baca: HATI-HATI! Tim Subdit V Cyber Polda Riau Berantas Kejahatan di DUNIA MAYA, Tangani Kasus Pidana ITE
Baca: MASJID Ar Rahman di Riau BERUSIA 123 Tahun, Bahan Bangunannya dari SINGAPURA, Dibangun Tukang China
Baca: MISTERI Kematian 15 Penyelenggara Pemilu di Riau, Dokter Sebut Bukan karena Lelah, Benarkah Diracun?
Baca: BATALKAH PUASA Melihat Aurat Wanita atau GADIS SEKSI Saat Jalan di Mal? Ini Kata Ustazah Nella Lucky
Baca: Mudik Lebaran 2019 di Riau, Pemudik Gunakan Jalur Darat Diprediksi Naik Pakai Mobil Pribadi dan Sewa
Untuk penyelesaian pleno ini pihak PPK Kecamatan Mandau menyiapkan 13 kelas untuk melakukan penghitungan.
Dari 13 kelas yang sudah disediakan ini tidak semuanya digunakan karena faktor Sumber Daya Manusia yang tersedia juga terbatas.
"Dimana saksi meminta menghadirkan KPPS sementara masa kerja KPPS hanya pada hari pelaksanaan pemungutan suara saja," terang Safroni.
Sehingga pelaksanaan penghitungan ulang hanya dilaksanakan petugas dari PPK dan PPS dan didampingi dari sekretariat KPU Bengkalis.
"Target kita dengan sisa 43 TPS ini bisa diselesaikan hingga dini hari nanti dan pleno kecamatan besok siang atau malam pleno selesai," ungkap Safroni.
Dengan harapan jika kondisi ini berjalan sesuai rencana KPU Bengkalis akan melaksanakan pleno kabupaten lanjutan pada Kamis ini.
"Harapan kami pleno kabupaten bisa dilaksanakan Kamis ini. Tetapi tentu menunggu pelaksanaan pleno kecamatan selesai sesuai rencana," pungkasnya.
Untuk pelaksanaan pleno kabupaten nantinya akan dilanjutkan di Bengkalis.
Baca: Diduga Ada Praktik Pungli di RUSUNAWA Jalan Yos Sudarso, Walau Bayar Uang Mulyarti Tetap Kena Imbas
Baca: Tindak Pidana Pemilu Penggelembungan Suara, Gakkumdu Tentukan Kelanjutan, Mandau Masih Hitung Ulang
Baca: GADIS 19 Tahun di Riau Simpan NARKOTIKA Jenis Sabu-sabu, KP Alias Tini Ditangkap Polisi di Rumahnya
Jadi hasil pleno kecamatan Mandau setelah selesai akan di bawa langsung ke Bengkalis.
Sementara itu, sejauh ini kondisi seluruh komisioner KPU Bengkalis masih dalam keadaan sehat meskipun lembur dalam mengawal pelaksanaan pleno di kecamatan Mandau.
"Alhamdulillah kami komisioner masih dalam keadaan sehat, tetapi memang ada beberapa kelelahan petugas kesekretariatan kelelahan, namun sudah diistirahatkan," tandasnya.
MISTERI Kematian 15 Penyelenggara Pemilu di Riau, Dokter Sebut Bukan karena Lelah, Benarkah Diracun?
Misteri tentang sebab utama kematian 15 penyelenggara Pemilu 2019 di Riau, secara nasional ada dokter yang sebut bukan karena lelah, benarkah diracun?
Jumlah petugas penyelenggara Pemilu 2019 yang meninggal di Riau terus bertambah, hingga Senin (13/5) dari data yang ada di KPU jumlah yang meninggal sudah mencapai 15 Orang, sedangkan yang sakit mencapai 110 orang.
Terakhir petugas yang meninggal adalah petugas dari Kabupaten Kuantan Singingi, dan petugas terbaru yang sakit juga terus bertambah yakni, ada dua petugas di Rokan Hulu dan dua orang di Kota Dumai.
Baca: BATALKAH PUASA Melihat Aurat Wanita atau GADIS SEKSI Saat Jalan di Mal? Ini Kata Ustazah Nella Lucky
Baca: Mudik Lebaran 2019 di Riau, Pemudik Gunakan Jalur Darat Diprediksi Naik Pakai Mobil Pribadi dan Sewa
Baca: Tindak Pidana Pemilu Penggelembungan Suara, Gakkumdu Tentukan Kelanjutan, Mandau Masih Hitung Ulang
"Sekarang jumlah yang meninggal sudah 15 orang yang sakit 110 orang, itu data per Senin (13/5)," ujar Komisioner KPU Riau Divisi Sosialisasi Nugroho Noto Susanto kepada Tribunpekanbaru.com.
Menurut Nugroho Noto Susanto meskipun sebelumnya sudah disampaikan data ke KPU RI untuk melengkapi data penyaluran santunan, bagi yang baru meninggal dan data yang sakit ini akan tetap dilaporkan ke KPU RI.
"Akan kami laporkan juga ke KPU RI, karena mereka juga petugas yang meninggal dalam menjalankan tugas Pemilu, "ujar Nugroho Noto Susanto.
Nugroho Noto Susanto menyampaikan pihaknya dari daerah hanya menyampaikan data ke KPU RI, sedangkan yang menentukan atau yang mengkategorikan penerima santunan masuk dalam kategori yang mana nantinya adalah KPU RI.
"Mereka (KPU RI) yang akan menentukan nanti masuk kategori mana si penerimanya," ujar Nugroho.
Sebagaimana diketahui untuk angkanya sendiri sudah ditetapkan yakni bagi keluarga yang meninggal mendapatkan Rp36 juta, untuk petugas KPPS cacat permanen Rp 30,8 juta.
Sedangkan bagi petugas KPPS yang mengalami luka berat Rp 16,5 juta dan luka ringan Rp 8,25 juta.
Baca: GADIS 19 Tahun di Riau Simpan NARKOTIKA Jenis Sabu-sabu, KP Alias Tini Ditangkap Polisi di Rumahnya
Baca: UNIK! Masjid Tua PUNYA 6 MENARA di Pekanbaru, 10 Mahasiswi Cantik Ikuti Karantina Alquran IZI
Baca: BEA CUKAI Dumai GAGALKAN Penyelundupan NARKOTIKA Jenis Sabu-sabu Seberat 1.4 Kg Berkat Image X-Ray
"Untuk santunan ini nanti keluarga korban langsung terima lewat rekening masing-masing, tidak melalui daerah lagi, "ujarnya.
Dikutip dari Tribunnews.com, Kementerian Kesehatan mengambil langkah cepat menjawab misteri meninggalnya ratusan Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) Pemilu 2019.
Upaya yang dilakukan Kementerian yaitu melakukan autopsi verbal di 34 provinsi.
Namun saat ini, Kemenkes baru merampungkan autopsi 17 privinsi.
Autopsi verbal adalah investigasi atas kematian seseorang melalui wawancara dengan orang terdekat korban, mengenai tanda-tanda kematian.
"Memang ini belum dapat dipublikasikan, jadi masih data sementara. Ini masih 17 dari 34 provinsi. Jadi masih menunggu hasil keseluruhannya," kata Tri Hesti Widyastuti dalam diskusi 'Membedah Persoalan Kematian Mendadak Petugas Pemilu dari Perspektif Keilmuan', di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Senin (13/5/2019).
Baca: KPU Riau Targetkan Pleno Selesai Rabu 15 Mei, Siap Hadapi Gugatan Peserta Pemilu di MK
Baca: Ketua SRIKANDI Jokowi-Maaruf Sebut Bupati di Riau MONSTER, Dilaporkan ke Polisi Pencemaran Nama Baik
Baca: Antisipasi Cacar Monyet atau Monkeypox, Bandara SSK II Pasang Thermal Scanner, Belum Ada Laporan
Tri Hesti mengungkapkan, berdasarkan lokasi, petugas KPPS meninggal dunia pasca-Pemilu 2019 paling banyak berada di luar DKI Jakarta.
Serta, kematiannya tidak terjadi pada 17 April 2019 alias saat pemungutan suara, melainkan setelah proses pemungutan suara dilakukan.
"Angka kejadian meninggalnya jarang terjadi saat tanggal 17, tapi setelah beberapa hari menjalani perawatan. Tanggal 21 sampai 25 April baru ada yang meninggal," bebernya.
Dalam proses dilakukannya autopsi verbal, menurut Hesti, telah melalui surat edaran Dinkes Provinsi, selanjutnya berkoordinasi dengan puskesmas tiap daerah, untuk mengirim petugasnya melakukan autopsi verbal kepada KPPS yang sakit maupun yang meninggal.
Dari hasil tersebut, didapat fakta petugas KPPS meninggal berusia di atas 50 tahun. Pemicu kematian terbanyak adalah gagal jantung dan strok.
"Kesimpulan baru 17 provinsi, ada beberapa belum diketahui masih kita telusuri. Tapi penyebab terbanyak, gagal jantung, stroke, kecelakaan lalu lintas," ungkapnya.
Sebelumnya, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) menyayangkan pemberitaan bohong alias hoaks petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) bernama Sita Fitriati tewas diracun, beredar di sosial media.
Baca: PENGUMUMAN Kelulusan, Meski Dilarang Siswa Siswi SMA di Pekanbaru Tetap Konvoi dan Coret Itunya
Baca: PENGUMUMAN Nilai UN di Riau, Hindari Siswa Gelar Aksi Coret Baju Sekolah Umumkan Hasil UN di Website
"Pertama kita sangat sedih kalau ada pihak memberitakan bohong atau fitnah, dipolitisasi seakan-akan korban meninggal akibat itu (diracun)," ujar anggota Bawaslu Mochammad Afifuddin saat ditemui di Kantor KPU, Jakarta Pusat, Sabtu (11/5/2019).
"Kita sangat menyesalkan. Mengutuk praktik-praktik di luar sisi kemanusiaan, misalnya ada korban meninggal karena diracun," imbuhnya.
Afifuddin menjelaskan, berdasarkan pengamatan Bawaslu, penyebab petugas KPPS meninggal bervariasi, namun didominasi oleh faktor fisik seperti kelelahan.
"Ada juga faktor psikologis. Mereka kerja beruntun, apalagi harus hadapi tekanan publik. Pengawasan sangat ketat secara psikologis juga berdampak," ulasnya.
"Kalau daya tahan tubuh sedang lemah dan penyakit lain juga bisa memicu. Intinya tidak ada korban meninggal atas apa yang dipikirkan itu terjadi," tambahnya.
Afifuddin memberikan penghormatan setinggi-tingginya kepada petugas KPPS yang gugur.
"Mari doakan agar dapat diterima di sisi terbaik, sambil melanjutkan perjuangan mereka dengan proses rekapitulasi dari tingkat provinsi ke nasional," ajaknya.
Sebelumnya, petugas KPPS meninggal bernama Sita Fitriati asal Bandung, dijadikan bahan hoaks oleh pihak tidak bertanggung jawab.
Pemilik akun Facebook bernama Doddy Fajar dan akun Twitter PEJUANG PADI @5thsekali, menyebarkan berita bahwa Sita Fitriati, petugas KPPS 32, RW 23, Kelurahan Kebon Jayanti, meninggal dunia akibat diracun.
Informasi tersebut dibantah oleh kakak Sita Fitriati, Muhammad Rizal. Menurutnya, terdapat sejumlah informasi yang salah terkait adiknya itu. Keluarga korban pun mengaku telah melaporkan kejadian tersebut ke pihak kepolisian.
Kabar meninggalnya Sita Fitriati, petugas KPPS di Kelurahan Kebonjayanti, Kecamatan Kiaracondong, Kota Bandung, Jawa Barat, karena diracun, dipastikan hoaks.
Menurut Muhammad Rizal, kakak korban, Sita meninggal dunia bukan karena diracun seperti informasi hoaks yang beredar tersebut.
Rizal mengatakan, adiknya meninggal karena sakit. Dan sebelum Pemilu 2019, adiknya memang sedang sakit.
"Sita ini memang sebelumnya sakit, cuma dia enggak pernah mengeluh sakitnya apa. Jauh sebelum Pemilu juga memang sudah agak kurang sehat sepertinya," ujar Rizal kepada Tribun Jabar melalui sambungan telepon, Sabtu (11/5/2019).
"Meninggalnya itu hari kemarin, tanggal 8 Mei 2019. Sebelum meninggal itu dirawat di rumah sakit selama tiga hari," sambungnya.
Rizal mengaku kaget atas informasi hoaks tersebut. Apalagi, dalam informasi hoaks yang disebarkan itu, umur dan TPS-nya pun salah.
"Sita Fitriati itu betul adik saya, tapi umur 21 itu salah, yang benar 23. Ngarang-ngarang saja itu orang. Adik saya itu tugas di TPS 33, sedangkan yang dilingkari itu TPS 34," bebernya.
Selain itu, informasi hoaks yang menampilkan foto adiknya yang dilingkari itu, ternyata juga bukan adiknya.
"Foto juga salah, latar belakang pendidikan juga salah," jelasnya.
Dengan adanya informasi hoaks tersebut, pihaknya langsung melaporkan hal tersebut kepada pihak kepolisian setempat.
Kapolsek Kiaracondong Kompol Asep Saepudin juga memastikan hoaks petugas KPPS tewas diracun.
"Bukan, itu hoaks. Kami sudah menerima laporan tersebut dari keluarga petugas KPPS tersebut," ujar Kapolsek Kiaracondong Kompol Asep Saepudin via ponselnya, Jumat (10/5/2019).
Kapolsek lantas menerangkan informasi sebenarnya di balik kematian petugas KPPS itu. Kata dia, petugas KPPS bernama Sita Fitriati meninggal karena sebelumnya menderita penyakit TBC.
"Itu TBC sudah lama. Sedang dalam berobat dia jadi anggota KPPS. Pada saat pencoblosan, dia ngedrop, pulang jam 12 siang. Sampai kemarin dirawat di Rumah Sakit Hasan Sadikin enggak sembuh, terus meninggal dunia," papar Asep.
Informasi yang menyatakan bahwa Sita meninggal karena diracun tidak bisa diterima akal sehat. Sebab, kepastian meninggal diracun harus didukung alat bukti medis.
"Kalau benar (diracun) kita pasti bertindak, justru ini hoaks," cetus Asep.
Ada pun informasi yang disebar di media sosial itu adalah:
"Ditemukan zat kimia C11H16NO2PS dalam tubuh korban KPPS, efek dari Racun....VX (nama IUPAC: O-ethyl S-[2- (diisopropylmino) ethyl] methyphosphonothioate) merupakan senyawa golongan organofosfat yang sangat beracun."
Akun itu juga menggunggah dua foto. Pertama, memperlihatkan adanya gambar dengan tulisan 'Misteri Kematian Petugas KPPS 2019', dan foto kedua tampak dua perempuan dan salah satunya diduga sebagai petugas KPPS meninggal.
Lalu benarkah yang disampaikan dokter Ani Hasibuan?
Dilansir dari tayangan Catatan Demokrasi Kita edisi Selasa (8/5/2019), Ani Hasibuan tampak memberikan analisanya terkait dengan beban kerja dari petugas KPPS.
Menurutnya, beban kerja yang diemban petugas KPPS tidak memiliki kelebihan yang berarti.
"Saya melihat beban kerjanya KPPS. Itu beban kerjanya saya lihat tidak ada fisik yang sangat capek. Kan dia bergantian ada 7 orang. Ada aturan boleh bergantian," ungkap dokter Ani Hasibuan.
Karenanya, jika ada pernyataan yang menyebut bahwa ratusan petugas KPPS meninggal karena kelelahan menurut Ani Hasibuan adalah tidak tepat.
"Jadi kematian karena kelelahan saya belum pernah ketemu. Saya ini sudah 22 tahun jadi dokter belum pernah saya ketemu adalah penyebab kematian karena kelelahan," imbuh dokter Ani Hasibuan.
MISTERI Kematian 15 Penyelenggara Pemilu di Riau, Dokter Sebut Bukan karena Lelah, Benarkah Diracun? (Tribunpekanbaru.com/Nasuha Nasution)
(Tribunpekanbaru.com/Muhammad Natsir)