Siswa SMP Tewas di Padang
Diduga Tewas Dianiaya Polisi, Keluarga Dilarang Mandikan Jenazah Afif Maulana
Selain itu, pihak RS Bhayangkara juga tak memberi penjelasan kenapa jenazah Afif Maulana dilarang dimandikan di rumah duka.
TRIBUNPEKANBARU.COM - Pihak keluarga Afif Maulana, Siswa SMP Tewas di Padang sempat dilarang untuk memandikan jenazah korban.
Larangan itu setelah proses autopsi selesai dilakukan.
Demikian dijelaskan Koordinator Advokasi Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang, Diki Rafiqi.
Diki menerangkan keluarga hanya dibolehkan melihat wajah Afif.
Adapun jenazah Afif dibawa ke kediaman keluarga di Padang oleh pihak RS Bhayangkara Polri.
"Tapi sayangnya pihak keluarga tidak boleh memandikan jenazah di rumah dan hanya boleh melihat wajahnya saja," kata Diki kepada wartawan di Kantor LPSK, Jakarta Timur, Rabu (26/6/2024).
Padahal dijelaskan Diki, jika menganut kebiasaan masyarakat di Padang seseorang yang sudah meninggal harus dimandikan terlebih dahulu di rumah duka sebelum dimakamkan.
"Nah, ini hanya boleh melihat wajahnya saja," jelasnya.
Lebih lanjut Diki menjelaskan, keluarga kala itu mendapat larangan memandikan jenazah Afif Maulana dari RS Bhayangkara selaku pihak yang melakukan autopsi jasad siswa SMP tersebut.
Baca juga: Giliran Ayah Pegi Setiawan Terancam Nyusul Anaknya Jadi Tersangka Kasus Vina Cirebon
Baca juga: Akun IG Divisi Humas Polri Diserbu Netizen usai Posting Suvei Citra, Kasus Vina dan AM Dipertanyakan
Selain itu, pihak RS Bhayangkara juga tak memberi penjelasan kenapa jenazah Afif Maulana dilarang dimandikan di rumah duka.
"Ini setelah kami proses dan tanpa alasan yang kuat juga sebenarnya (kenapa tidak boleh memandikan jenazah) dan keluarga tidak pernah melihat badan dan lain-lainnya gitu," pungkasnya.
Saksi dan Keluarga Korban Minta Perlindungan LPSK
Terkait kasus ini sebelumnya, LBH Padang mengajukan permohonan perlindungan untuk 6 orang terkait kasus tewasnya Afif Maulana (13) diduga dianiaya polisi ke Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).
Koordinator Advokasi LBH Padang, Diki Rafiqi menjelaskan, ke enam orang yang pihaknya ajukan ini merupakan keluarga Afif dan beberapa saksi terkait peristiwa tersebut.
"Kami akan mengajukan ada beberapa, ada 6 orang," kata Diki kepada wartawan di Kantor LPSK, Jakarta Timur, Rabu (26/6/2024).
Baca juga: Bohong Soal Kasus Vina Cirebon, Abdul Pasren Dilaporkan ke Mabes Polri, Podcast Jadi Bukti
Baca juga: Pelaku yang Bunuh dan Cor Jasad Anton Ternyata Mau Ngutang Lagi, Padahal Utang 10 Juta Belum Bayar
Sejatinya lanjut Diki, terdapat 18 orang yang berstatus sebagai saksi dan korban dalam peristiwa tewasnya Afif.
Akan tetapi lantaran pihaknya terbentur kelengkapan identitas mereka maka LBH kata Diki baru bisa mengajukan beberapa orang dari total 18 saksi tersebut.
"Karena keperluan identitas ya, yang selebihnya identitasnya belum kami follow up bagaimana nantinya untuk mempercepat ini," jelasnya.
Selain itu tujuan pihaknya mengajukan perlindungan ini lantaran disebut Diki pihak keluarga merasa ketakutan imbas tewasnya Afif Maulana.
Meski begitu Diki belum bisa memastikan ketakutan seperti apa yang dirasakan keluarga perihal kasus tersebut.
"Tapi kami belum bisa mendalami ketakutan seperti apa, apakah ada ancaman dibalik itu. Ini LPSK perlu turun untuk mengamankan dan biar informasi ini bisa lebih jelas," pungkasnya.
Kronologi: Penuh Luka
Seorang siswa SMP berusia 13 tahun, Afif Maulana (AM), ditemukan tewas dengan kondisi luka lebam di bawah jembatan Batang Kuranji, Kota Padang, Sumatera Barat, pada Minggu (9/6/2024) siang.
Berdasarkan investigasi, LBH Padang menduga korban meninggal dunia karena disiksa anggota polisi yang sedang patroli.
Berdasarkan hasil investigasi LBH, kami melihat almarhum menjadi korban penyiksaan oleh kepolisian diduga dilakukan oleh anggota Sabhara Polda Sumbar," kata Direktur LBH Padang Indira Suryani, Kamis, (20/6/ 2024).
Indira menjelaskan, berdasarkan keterangan teman korban berinisial A, pada Minggu (9/6/2024) sekira pukul 04.00 WIB, saat itu A sedang berboncengan dengan AM dengan sepeda motor di jembatan aliran Batang Kuranji By Pass.
Kemudian, pada saat bersamaan korban AM dan A sedang mengendarai motor dihampiri polisi yang berpatroli.
"Pada saat itu polisi menendang kendaraan korban AM terpelanting ke pinggir jalan. Pada saat terpelanting korban AM berjarak sekitar dua meter dari korban A," tuturnya.
Indira mengatakan, pada saat itu korban A ditangkap, diamankan dan sempat melihat korban AM dikerumuni oleh polisi, namun keduanya terpisah.
"Saat ditangkap polisi, korban A melihat korban AM sempat berdiri dan dikelilingi oleh anggota kepolisian yang memegang rotan. Hingga saat itu, korban A tidak pernah lagi melihat korban AM," katanya.
Direktur LBH Padang bilang, di hari yang sama pada siang hari jenazah AM mengapung ditemukan di Batang Kuranji. Kondisi AM saat itu ditemukan penuh luka lebam.
Setelahnya, jenazah korban diautopsi dan keluarga korban menerima fotocopy sertifikat kematian Nomor: SK / 34 / VI / 2024 / Rumkit dari Rumah Sakit Bhayangkara Polda Sumbar.
"Keluarga korban sempat diberitahu oleh polisi AM meninggal akibat tulang rusuk patah 6 buah dan robek di bagian paru-paru," kata Indira.
Atas peristiwa tersebut, ayah kandung dari korban AM membuat laporan ke Polresta Padang, dengan laporan Nomor: LP/B/409/VI/2024/SPKT/POLRESTA PADANG/POLDA SUMATERA BARAT.
Di samping itu, Indira menjelaskan berdasarkan temuan LBH, masih ada tujuh korban lagi dan lima di antaranya masih anak-anak.
Kata dia, korban diduga mendapatkan penyiksaan dari polisi dan saat ini dalam proses pengobatan mandiri.
"Pengakuan mereka ada yang disetrum, ada perutnya disulut rokok, kepalanya memar, lalu ada bolong di bagian pinggangnya," tuturnya.
Ia mengatakan, berdasarkan satu keterangan korban, mereka dipaksa berciuman sesama jenis.
"Selain penyiksaan juga terdapat kekerasan seksual. Kami cukup kaget mendengar keterangan korban, tidak hanya fisik tetapi juga melakukan kekerasan seksual," sebutnya
"Ketika kami bertemu korban dan keluarganya mereka sangat ketakutan atas situasi tersebut," tuturnya.
LBH Padang meminta polisi mengusut tuntas kasus tersebut tanpa ada yang ditutup-tutupi.
"Kami meminta kepada Kepolisian Daerah Sumatera Barat memproses hukum semua anggotanya yang melakukan penyiksaan terhadap anak dan dewasa dalam tragedi jembatan Kuranji Kota Padang dengan menggunakan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dan KUHP untuk kasus yang menimpa orang dewasa," pungkasnya.
(TRIBUNPEKANBARU.COM)
| LBH Padang Soroti Hasil Ekshumasi jenazah AM , Ada Detil yang Belum Dijelaskan |
|
|---|
| UPDATE Kasus Afif Maulana: Hasil Ekshumasi Dirilis, Jelaskan Kondisi Sumsum Tulang Belakang Korban |
|
|---|
| Menanti Hasil Autopsi Ulang Jasad Afif Maulana, Ketua Tim Sebut Bakal Lebih Lama dari Biasa |
|
|---|
| Jenazah AM Dua Kali Diotopsi, KPAI : Pertamakali di Indonesia dan Tak Wajar |
|
|---|
| Keluarga Harus Bersabar, Pemeriksaan 19 Sampel dari Jenazah AM Butuh Waktu hingga Lima Pekan |
|
|---|

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.