Klaim Sepihak di Pondok Kompeh, Warga Gusar Dusun Mereka Masuk dalam Objek Penertiban Kawasan Hutan

Warga gusar, Satgas-PKH) menyatroni dusun Pondok Kompeh, Desa Lubuk Batu Tinggal, kecamatan Lubuk Batu Jaya, Kabupaten Indragiri Hulu (Inhu), Riau.

|
Penulis: Ikhwanul Rubby | Editor: Hendri Gusmulyadi
Istimewa/Rubby
Banner tanda penertiban kawasan oleh Satgas PKH - Warga gusar, Satgas-PKH) menyatroni dusun Pondok Kompeh, Desa Lubuk Batu Tinggal, kecamatan Lubuk Batu Jaya, Kabupaten Indragiri Hulu (Inhu), Riau. 

Meski diselimuti rasa gundah, petani kelapa sawit anggota tiga koperasi tadi tetap saja masih bersyukur. Sebab operasional kebun kelapa sawit masih berjalan normal dan hasil panen tiap koperasi yang rata-rata 1500 ton sebulan itu, masih diterima di Pabrik Kelapa Sawit (PKS). 

"Aktifitas di kebun masih berjalan seperti biasa. Tapi karena situasi seperti sekarang, ada juga efeknya sedikit; semangat petani dalam melakukan perawatan seperti pemupukan, pembersihan lahan agak berkurang," tutur Marlan.

Kalau berlama-lama seperti itu, bisa jadi produksi kebun akan menurun. Sebelum masalah ini muncul kata Marlan, penghasilan rata-rata petani adalah sekitar Rp5 juta perbulan. Pendapatan ini sangat membantu petani untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga. 

"Tapi jujur, kami merasa terancam. Setiap hari kami khawatir akan nasib kami, masa depan anak-anak kami. Kenapalah tanah yang kami usahai berpuluh tahun, sertifikatnya ada, tapi kemudian mau diambil begitu saja dengan dalil kawasan hutan," mata Marlan berkaca-kaca.

Masa Depan Dusun Makin Suram

Walau tidak menimbulkan dampak negatif pada aktifitas kebun kelapa sawit, tapi kehadiran Satgas PKH di Dusun Kompeh telah membuat masa depan dusun itu menjadi suram. Perjuangan warga untuk menghadirkan aliran listrik ke dusun itu telah nyaris sirna. Sebab pihak PLN sampai saat ini tidak juga memberikan kepastian permintaan masyarakat direalisasikan.

"Kita sudah dua kali melakukan pengajuan, terakhir memang kami dapat angin segar. PLN akan segera salurkan listrik ke dusun kami. Namun sejak hadirnya Satgas PKH, harapan kami sepertinya akan sirna," ungkap Marlan.

Sejak berdiri, dusun Pondok Kompeh belum dialiri listrik PLN. Untuk penerangan, warga masih menggunakan PLTD, ada juga yang menggunakan genset dan tenaga Surya.

Baca juga: Satgas PKH Ungkap Masalah Sekolah dan Permukiman di Kawasan Hutan Tesso Nilo

"Dusun kita ini kita bangun secara mandiri. Mulai dari jalan hingga fasilitas umum lainnya adalah swakelola warga. Kami tidak pernah mendapatkan bantuan pemerintah, bantuan yang ada tidak pernah sampai ke tempat kami," kata Marlan.

Sementara kalau musim Pemilu, di dusunnya kata Marlan bisa berdiri Tempat Pemungutan Suara (TPS). Lalu legalitas kependudukan seperti Kartu Keluarga (KK), Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan sebagainya sah dan ada.

"Aneh memang, kalau pemerintah butuh, keberadaan kita diakui. Tapi setelahnya, entahlah. Program pemerintah tidak pernah sampai kepada kami," geram Marlan.

Meski kondisinya seperti itu, Marlan dan warga Dusun Pondok Kompeh tidak berkecil hati. Toh selama ini mereka telah membuktikan bahwa kehidupan yang mereka jalani bisa dilakukan secara swakelola dan swadaya. Sekolah Dasar, rumah ibadah seperti masjid, bisa mereka bangun sendiri.

Terkait apa yang terjadi di Pondok Kompeh, Ketua Umum Wartawan Sawit Nusantara (WSN), Abdul Aziz mengingatkan agar pemerintah, khususnya Satgas PKH, tidak melakukan tindakan semena-mena terhadap masyarakat. 

Umur Sertifikat Hak Milik (SHM) yang dikantongi masyarakat dengan umur SK TNTN, mestinya bisa dicermati dengan gamblang, mana yang lebih tua. “Sudah jelas umur sertifikat jauh lebih tua ketimbang umur SK TNTN tadi. Ini berarti, TNTN yang justru merambah kebun masyarakat bila upaya pengambilalihan dipaksakan,” kata lelaki 50 tahun ini. 

Kalaupun kemudian lahan petani tadi diklaim kawasan hutan, menurut Aziz itu tidak serta merta pula. “Tengok dulu status kawasan hutannya di masa itu. Sertifikat itu lahir pada rentang waktu 1998-1999, itu berarti, SK Kawasan Hutannya masih SK Tata Guna Hutan Kesepakatan (TGHK) Nomor 173 Tahun 1986. SK itu masih berstatus penunjukan,” Aziz mengurai.

Halaman
123
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved