Pemko Pekanbaru
Super Hub Pemko Pekanbaru

Berita Nasional

Ketika Polri Akui Rapor Merah Sendiri: Under Perform, Respons Lambat Dibanding Damkar

Evaluasi pengaduan masyarakat sejak Januari hingga semester I 2025 juga menguatkan hal tersebut.

Dokumentasi Polri
Inspektur Pengawasan Umum (Irwasum) Polri Komjen Dedi Prasetyo resmi ditunjuk sebagai Wakapolri dalam mutasi Polri terkini, Agustus 2025. 

Salah satu keluhan terbesar masyarakat adalah lambatnya respons layanan kepolisian, baik melalui Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) maupun layanan aduan 110.

“Di bidang SPKT, dalam laporan masyarakat, lambatnya quick response time. Quick response time standar PBB itu di bawah 10 menit, kami masih di atas 10 menit. Ini juga harus kami perbaiki,” ungkap Dedi.

Lambatnya respons polisi membuat sebagian warga lebih memilih menghubungi instansi lain, termasuk pemadam kebakaran (Damkar), ketika membutuhkan pertolongan cepat.

“Saat ini masyarakat lebih mudah melaporkan segala sesuatu ke Damkar, karena Damkar quick response-nya cepat,” kata dia.

Dedi menegaskan bahwa optimalisasi layanan aduan 110 menjadi salah satu prioritas Polri dalam reformasi pelayanan publik.

“Dengan perubahan optimalisasi 110, harapan kami setiap pengaduan masyarakat bisa direspons di bawah 10 menit,” ujar dia.

Menurut Dedi, kualitas pelayanan publik sangat menentukan citra kepolisian di mata masyarakat.

“Pelayanan publik ini juga hal yang paling pokok, fundamental. Wajah kepolisian ini sangat dipengaruhi oleh pelayanan publik,” kata Dedi.

Reformasi Polri

Sebelum pemaparan dari Dedi, Wakil Ketua Komisi III DPR Rano Alfath juga menekankan pentingnya reformasi kepolisian, berkaca dari maraknya aksi kriminalisasi dan tindak kekerasan oleh aparat.

“Masih sering terjadi, Pak Wakapolri, itu persoalan kriminalisasi dan tindakan kekerasan. Dari data YLBHI dan LBH yang dirilis bertepatan HUT Bhayangkara 2025, disebut sepanjang 2019–2024 setidaknya terdapat 95 kasus kriminalisasi,” ujar Rano dalam rapat kerja bersama Polri, Kejaksaan, dan Mahkamah Agung, Selasa (18/11/2025).

Rano menguraikan, kriminalisasi tersebut menjerat kelompok masyarakat dengan ragam latar belakang, mulai dari petani, akademisi, mahasiswa, hingga jurnalis.

Menurut dia, situasi tersebut menunjukkan masih lemahnya kualitas sumber daya manusia Polri serta pola penanganan perkara di lapangan.

“Baik itu yang menjeratnya latar belakangnya beda-beda, baik petani, akademisi, jurnalis, hingga mahasiswa. Ini jadi persoalan kita sendiri, yang memang nanti harus menjadi pembenahan bisa dilakukan oleh Polri dalam hal SDM-nya,” kata dia.

Oleh sebab itu,  pembentukan Komisi Percepatan Reformasi Polri oleh Presiden Prabowo Subianto hendaknya menjadi momentum bagi Polri untuk mengevaluasi diri secara menyeluruh.

Dia berharap kehadiran komisi tersebut tak hanya bersifat simbolis, tetapi menjadi ukuran baru untuk menata ulang standar kerja, kultur organisasi, hingga manajemen penanganan perkara.

“Ini ada pembentukan komisi percepatan reformasi dari pemerintah, instruksi Pak Presiden 7 November 2025 dan ini melibatkan Pak Kapolri. Ini, menurut kami, menjadi tolak ukur agar isu-isu terkait soal kinerja Polri ke depan bisa lebih terukur, lebih bisa menjadi momentum untuk reformasi secara internal di Polri itu sendiri,” kata Rano.

Sumber: Kompas.com
Halaman 3/3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved