Pemko Pekanbaru
Super Hub Pemko Pekanbaru

Berita Nasional

Ada Wacana Mediasi, Roy Suryo cs Tolak Damai dengan Jokowi: Ini Soal Kebenaran dan Keadilan

Ia menyebut bahwa dugaan pemalsuan ijazah tidak bisa dinegosiasikan karena berkaitan langsung dengan kebenaran dan keadilan.

Kolase TribunSolo.com/Ahmad Syarifudin - Kompas.com/Rindi Nuris V
POMELIK IJAZAH JOKOWI - (kanan ke kiri) Presiden ke-7 RI Joko Widodo dan Pakar telematika sekaligus mantan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) KRMT Roy Suryo. Roy Suryo bersama Dokter Tifa, Rismon Sianipar mendadak mendatangi Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) untuk meminta bantuan setelah Jokowi menutup pintu damai terkait polemik ijazah palsu. 

Ketua Komisi Percepatan Reformasi Polri Jimly Asshiddiqie juga menyinggung kasus Ijazah Jokowi.

Kasus dugaan penggunaan ijazah palsu dalam pemilihan umum kembali menjadi perhatian publik.

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Jimly Asshiddiqie, menegaskan bahwa persoalan ini bukan sekadar isu teknis, tetapi masalah serius yang terus berulang dalam setiap kontestasi politik.

Pernyataan tersebut disampaikan Jimly usai menghadiri rapat audiensi bersama sejumlah pihak di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK), Jakarta, Rabu (19/11/2025).

Dalam forum itu, ia mengingatkan bahwa praktik mempersoalkan atau bahkan menggunakan ijazah palsu kerap dijadikan strategi untuk menjatuhkan lawan politik.

Jimly kemudian mengisahkan pengalaman pribadinya saat memimpin MK pada periode 2003–2008.

Pada masa itu, terutama menjelang Pemilu 2004, MK menerima banyak perkara yang berkaitan dengan keaslian ijazah para calon anggota legislatif.

"Saya cerita, saya Ketua MK tahun 2004, pertama kali Pilpres dan Pemilihan Umum yang perselisihannya (disidangkan) di MK. Itu banyak sekali kasus ijazah palsu," ujarnya, melansir dari Tribunnews.

Maraknya perkara serupa membuat MK saat itu mengusulkan perubahan regulasi.

Sebelumnya, syarat pendidikan minimal untuk menjadi caleg hanyalah lulusan SMP. 

Namun, karena banyaknya persoalan ijazah dan ketimpangan rekam pendidikan para calon, MK menyarankan pemerintah menaikkan standar tersebut.

"Maka tahun 2004 syarat menjadi caleg itu SMP. Maka atas dasar pengalaman itu, kami (hakim MK) menyarankan kepada pemerintah supaya ditingkatkan dong, jangan SMP, jadi SMA."

Rekomendasi itu kemudian diterapkan pada Pemilu 2009.

Meski demikian, Jimly mengungkapkan bahwa kenaikan syarat pendidikan tidak otomatis menghentikan tindakan pemalsuan. Bahkan, hingga Pemilu 2024 pun praktik tersebut masih muncul.

Ia menyebut, ada tujuh sengketa terkait ijazah yang masuk ke MK pada pemilu terakhir. Situasi ini, menurutnya, menunjukkan bahwa persoalan ijazah palsu masih menjadi senjata dalam pertarungan politik.

Sumber: Tribunnews
Halaman 2/3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved