Pemko Pekanbaru
Super Hub Pemko Pekanbaru

Gubernur Riau Jadi Tersangka KPK

Kode 7 Batang Terbongkar: Anak Buah Gubernur Riau Gadai Sertifikat Demi Jatah Preman Abdul Wahid

Namun, ketika Ferry Yunanda melaporkan hal ini kepada Kepala Dinas M Arief Setiawan permintaan itu dinaikkan.

|
Tangkap Layar Youtube KPK
KPK Tetapkan 3 Orang Jadi Tersangka, Gubernur Riau Abdul Wahid< epala Dinas PUPR Riau Muhammad Arief Setiawan, dan Tenaga Ahli Gubernur Riau, Dani M Nursalam. 
Ringkasan Berita:
  • Tanak memaparkan, kode "7 batang" merujuk pada kesepakatan fee sebesar 5 persen dari total penambahan anggaran, atau senilai Rp 7 miliar.
  • Seluruh Kepala UPT dan Sekretaris Dinas kembali bertemu dan menyepakati besaran fee 5 persen atau Rp 7 miliar
  • Ada Kepala UPT yang sampai menggadaikan sertifikatnya demi memperoleh uang setoran.

 

TRIBUNPEKANBARU.COM - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menguak praktik gelap di balik pengelolaan anggaran daerah.

Kali ini, sorotan tertuju pada Gubernur Riau, Abdul Wahid (AW), yang diduga terlibat dalam kasus pemerasan terkait pengalokasian tambahan dana di Dinas PUPR PKPP Provinsi Riau untuk Tahun Anggaran 2025.

Dari hasil penyelidikan, terungkap sebuah kode rahasia yang digunakan dalam komunikasi para pihak terkait  “7 batang”, istilah yang ternyata mengacu pada nilai fee hasil kesepakatan dalam praktik tersebut.

Wakil Ketua KPK, Johanis Tanak, membeberkan bahwa sandi itu muncul dari rangkaian peristiwa yang terungkap melalui laporan masyarakat.

Dari situlah, benang merah dugaan pemerasan ini mulai terurai dan menyeret nama besar di lingkar kekuasaan Riau.

Kode "7 batang" digunakan oleh para pejabat Dinas PUPR PKPP Riau untuk melaporkan kesepakatan nilai fee kepada Kepala Dinas PUPR PKPP Riau, M Arief Setiawan (MAS).

"Hasil pertemuan tersebut kemudian dilaporkan kepada Kepala Dinas PUPR PKPP Riau (MAS) dengan menggunakan bahasa kode '7 batang'," kata Johanis Tanak dalam jumpa pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (5/11/2025).

Baca juga: Gubernur Riau Abdul Wahid Tersangka, Fraksi PKS : Cambuk Bagi Semua Pihak Untuk Berbenah

Baca juga: Gubri Abdul Wahid Sejak Awal Menjabat Sudah Minta Bawahan Ikuti Perintah, Mataharinya Cuma Satu

Profil Gubernur Riau Abdul Wahid
Profil Gubernur Riau Abdul Wahid (Tribunnews.com)

Penjelasan Kode "7 Batang"

Tanak memaparkan, kode "7 batang" merujuk pada kesepakatan fee sebesar 5 persen dari total penambahan anggaran, atau senilai Rp 7 miliar.

Permintaan ini, menurut KPK, awalnya bermula pada Mei 2025. 

Saat itu, Sekretaris Dinas PUPR PKPP Riau, Ferry Yunanda (FRY), bertemu dengan enam Kepala UPT Jalan dan Jembatan untuk membahas fee 2,5 persen atas penambahan anggaran yang naik sebesar Rp 106 miliar (dari Rp 71,6 miliar menjadi Rp 177,4 miliar).

Namun, ketika Ferry Yunanda melaporkan hal ini kepada Kepala Dinas M Arief Setiawan permintaan itu dinaikkan.

"Saudara MAS yang merepresentasikan Saudara AW (Abdul Wahid), meminta fee sebesar 5 persen (Rp7 miliar)," jelas Tanak.

Permintaan tersebut, lanjut Tanak, disertai ancaman. 

"Bagi yang tidak menuruti perintah tersebut, diancam dengan pencopotan ataupun mutasi dari jabatannya. Di kalangan Dinas PUPR PKPP Riau, permintaan ini dikenal dengan istilah 'jatah preman'," ungkapnya.

Setelah adanya ancaman tersebut, seluruh Kepala UPT dan Sekretaris Dinas kembali bertemu dan menyepakati besaran fee 5 persen atau Rp 7 miliar, yang kemudian dilaporkan dengan kode "7 batang".

Dalam perkara ini, KPK telah menetapkan tiga orang sebagai tersangka, yakni:

1. Abdul Wahid (AW), Gubernur Riau
2. M. Arief Setiawan (MAS), Kepala Dinas PUPR PKPP Provinsi Riau
3. Dani M Nursalam (DAN), Tenaga Ahli Gubernur Provinsi Riau

KPK menyebut, dari kesepakatan Rp 7 miliar itu, telah terjadi tiga kali setoran dalam rentang Juni hingga November 2025, dengan total uang terkumpul mencapai Rp 4,05 miliar.

Anak Buah Pakai Uang Sendiri hingga Gadai Sertifikat

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap sumber uang Kepala Unit Pelaksana Teknis (UPT) Dinas PUPR-PKPP Provinsi Riau untuk memenuhi 'jatah preman' Gubernur Riau, Abdul Wahid.

Ternyata, mereka memakai uang milik sendiri sampai meminjam ke bank demi setoran politikus PKB tersebut.

Adapun fakta ini diketahui dari Kepala UPT yang sudah dimintai keterangan.

"Jadi informasi yang kami diterima dari para Kepala UPT bahwa mereka uangnya itu pinjam, ada yang pakai uang sendiri, ada yang pinjam ke bank," kata Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Rabu (5/11/2025).

Asep mengatakan permintaan jatah Abdul Wahid ini dilakukan ketika APBD Riau dalam kondisi defisit hingga Rp2,5 triliun.

Adapun hal ini diketahui justru dari pernyataan langsung Abdul Wahid pada Maret 2025 lalu.

Sehingga, Asep mengungkapkan defisitnya APBD Riau membuat Kepala UPT harus memakai uang sendiri atau meminjam ke bank demi memenuhi setoran Abdul Wahid.

Bahkan, sambungnya, ada Kepala UPT yang sampai menggadaikan sertifikatnya demi memperoleh uang setoran.

"Karena anggarannya defisit, proyeknya kan itu belum ada. Kan lebih difokuskan ke belanja pegawainya."

"Akhirnya mereka karena belum ada uangnya, makannya mereka pinjam, ada yang gadaikan sertifikat," jelasnya.

Kronologi OTT

Kegiatan operasi tangkap tangan (OTT) dilakukan KPK pada Senin, 3 November 2025. 

Tim KPK awalnya mengamankan MAS, FRY, dan lima Kepala UPT Wilayah I, III, IV, V, dan VI, beserta barang bukti uang tunai Rp 800 juta.

Tim kemudian bergerak mencari Gubernur Abdul Wahid yang diduga bersembunyi. 

"Tim KPK berhasil mengamankan Saudara AW di salah satu kafe di Riau," kata Tanak.

Secara paralel, tim KPK juga menggeledah rumah Abdul Wahid di Jakarta Selatan dan menemukan uang dalam pecahan asing, yakni 9.000 poundsterling dan 3.000 dolar AS, yang jika dikonversi setara dengan Rp 800 juta.

"Sehingga total yang diamankan dari rangkaian kegiatan tangkap tangan ini senilai Rp 1,6 miliar," ujar Tanak.

Para tersangka kini ditahan selama 20 hari pertama, sejak 4 November hingga 23 November 2025. 

Mereka disangkakan melanggar Pasal 12e dan/atau Pasal 12f dan/atau Pasal 12B Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved