Pemko Pekanbaru
Super Hub Pemko Pekanbaru

Usulan Pahlawan Nasional 2025

Prabowo Umumkan 10 Pahlawan Nasional Baru: Tidak Ada Nama dari Riau, Mahmud Marzuki

Pemerintah Provinsi Riau sempat mengajukan satu nama tokoh asal daerahnya untuk diusulkan sebagai pahlawan nasional.

Istimewa
Kibarkan bendera merah putih yang dijahit sang istri, Mahmud Marzuki kemudian bergerilya mengusir penjajah. Kini menjadi calon pahlawan nasional dari Kampar, Riau. 

Dikutip dari Riwayat Perjuangan Mahmud Marzuki yang disusun oleh Tim Peneliti, Pengkaji Peneliti, Pengkaji Gelar Daerah (TP2GD) Kampar, kemerdekaan diumumkan di Kampar pada 9 September 1945.

Kala itu, beliau menjadi khatib pada Salat Idul Fitri di Lapangan Simpang Kubu Air Tiris. Ia mengumumkan kemerdekaan dan membakar semangat masyarakat untuk mempertahankannya.

Pada hari itu juga, ia mengadakan rapat akbar di Sekolah Muhammadiyah Air Tiris. Ia mengumpulkan tokoh-tokoh masyarakat dan Muhammadiyah di Limo Koto. Rapar dihadiri antara 150-250 orang. 

Dua hari kemudian, tepatnya pada 11 September 1945, masyarakat mengibarkan Bendera Merah Putih di Lapangan Marosse (sekarang dikenal dengan Lapangan Merdeka) Bangkinang. 

Naskah yang diterima Tribunpekanbaru.com dari TP2GD yang diketuai Yusri Munaf melalui A. Latif Hasyim, mengungkap bendera itu dijahit istri Mahmud Marzuki. Yaitu, Maimunnah binti Yusuf. 

Upacara pengibaran bendera yang langsung dia pimpin itu mendapat pengawasan ketat tentara Jepang dan Belanda. Kala itu, ia menyerukan perlawanan terhadap siapapun yang menurunkan Merah Putih.  

Tak sampai disitu, momen kemerdekaan itu dilanjutkan dengan pembentukan Komite Nasional Indonesia (KNI) daerah Limo Koto. Rapat itu menunjuk Mahmud menjadi Ketua I. 

Lalu pasukan yang dipimpinnya menjadi juru runding dengan pihak sekutu dari Inggris. Sekutu datang ke Bangkinang di bawah pimpinan Mayor Langley. Perundingan itu menyepakati bendera Belanda diturunkan. 

Setelah perundingan itu, Mahmud memimpin perlawanan untuk mengusir penjajah. Pengibaran bendera di beberapa lokasi pun kian massif.

Ia dan pasukannya menyerbu iring-iringan truk tentara Jepang di Lerang Kuok. Lokasi itu salah satu jalur gerilya yang dibuatnya dan para pejuang. 

Beberapa pertempuran secara sporadis pecah. Serangan balasan pun digencarkan pihak Jepang dengan menyergap, menyiksa hingga membunuh masyarakat Bangkinang.  

Tak terkecuali Mahmud dan pasukannya. Ia berhasil  ditangkap bersama 13 temannya setelah terkepung oleh 700-an tentara Jepang di rumahnya. 

Ia mengalami penyiksaan yang kejam selama berminggu-minggu. Ia pun dibebaskan setelah perundingan sekutu dengan Jepang.

Setelah bebas, Mahmud sakit-sakitan akibat siksaan yang dialaminya. Tetapi semangatnya tak surut melawan penjajah. 

Beliau akhirnya wafat pada 5 Agustus 1946. Pemakamannya dihadiri ribuan orang dari Limo Koto, tokoh dan sahabat dari berbagai kota di Sumatera Tengah.

Halaman 4/4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved