Pemko Pekanbaru
Super Hub Pemko Pekanbaru

Berita Nasional

Pakar Hukum Sebut Tudingan Ijazah Palsu Jokowi Tak Bisa Dijerat Pasal Pencemaran Nama Baik

menurut Nasrullah, jika sudah muncul akibat, maka hal itu masuk ke dalam delik materil dan pasal bisa diterapkan .

Editor: Muhammad Ridho
Tribun/net
IJAZAH PALSU - Ada sosok Wamen di lokasi Pasar Pramuka sat ijazah Jokowi dibikin 

"Nah, kita melihat sebenarnya kasus ijazah palsu Pak Jokowi ini, tidak dikaitkan dengan kepentingan pribadi Pak Jokowi, lebih kepada persyaratan yang ditentukan oleh KPU dalam pencalonan sebagai Presiden Republik Indonesia," kata Nasrullah.

"Nah, apakah kritisi terhadap persyaratan pencalonan seseorang sebagai syarat untuk Presiden Republik Indonesia itu masuk kategori kepentingan umum atau tidak? Kita boleh berbeda pendapat. Tapi menurut pendapat saya itu adalah kepentingan negara, kepentingan umum yang harus dijaga agar ke depan tidak terulang perbuatan yang sangat memalukan," kata Nasrullah.

Kalau memang benar ijazah yang digunakan itu palsu, menurut Nasrullah maka proses penegakan hukum ini juga harus tuntas dengan mempidanakan pengguna ijazah palsu.

"Jangan meninggalkan sisa," katanya.

Ia lalu membahas Pasal 160 KUHP soal ujaran kebencian, yang sudah pernah diuji oleh Mahkamah Konstitusi.

"Meskipun dulu pernah orang bilang, itu kan pasal peninggalan penjajahan, tapi Mahkamah Konstitusi mengatakan pasal itu tetap diperlukan," katanya.

"Jadi, oleh karena itu pasal itu tetap berlaku, tapi Mahkamah Konstitusi membuat persyaratan konstitusional yaitu deliknya harus dianggap sebagai delik materil bukan delik formil," ujar Nasrullah.

Artinya pasal itu bisa diterapkan jika terlihat akibatnya.

"Kalau tidak ada akibatnya misalnya yang disebutkan dalam akibat-akibat yang disebut dalam pasal itum maka dia masuk kategori delik formil," katanya.

Tapi, menurut Nasrullah, jika sudah muncul akibat, maka hal itu masuk ke dalam delik materil dan pasal bisa diterapkan .

Ia lalu masuk ke Pasal 32 dan 35 UU ITE soal manipulasi data elektronik yang dipakai menjerat 3 tersangka di kluster kedua.

"Saya mencatat pasal ini adalah pasal-pasal yang sering digunakan untuk dapat dilakukan penahanan terhadap seseorang. Tapi saya selalu berharap dan berdoa penggunaan pasal ini hati-hati," kata Nasrullah,

Sebab kata dia bisa timbul moral hazard atau ketiadaan moral terhad hukum dan dalam penegakkan hukum.

"Dalam praktik peradilan kitam sering sekali terjadi. Sering sekali, bukan sekali dua kali. Berkali-kali pasal ini hanya dipakai sebagai cantolan untuk melakukan penahanan. Di persidangan sering tidak terbukti. Yang terbukti pasal-pasal lain, tapi pasal lain itu tidak bisa digunakan menahan seseorang," katanya.

Menurut Nasrullah sebagai orang di bidang hukum baik sebagai praktisi maupun akademisi, penting menjaga agar penegakan hukum bermoral.

Sumber: Warta Kota
Halaman 2/3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved