Gubernur Riau Jadi Tersangka KPK
KPK Sebut Abdul Wahid Pakai Uang Hasil Peras Anak Buah untuk Pergi ke Inggris Hingga Brasil
Asep menjelaskan, beberapa negara tempat kegiatan itu, di antaranya Inggris, Brasil, dan Malaysia.
Ringkasan Berita:
- KPK menyebut uang hasil pemerasan yang dilakukan Abdul Wahid untuk membiayai perjalanan ke luar negeri
- Abdul Wahid meminta 'jatah preman' senilai Rp 7 miliar dari penambahan anggaran di Dinas PUPR PKPP Riau
- KPK menetapkan Abdul Wahid, Kepala Dinas PUPR M. Arief Setiawan, dan Tenaga Ahli Dani M. Nursalam sebagai tersangka
TRIBUNPEKANBARU.COM - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan, Gubernur Riau Abdul Wahid menggunakan uang hasil pemerasan untuk pergi ke luar negeri.
Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu mengatakan, keberangkatan Abdul Wahid ke luar negeri tersebut dilakukan untuk kegiatan yang berbeda-beda.
Asep tidak menjelaskan lebih lanjut kegiatan-kegiatan apa yang dilakukan Gubernur Riau itu.
"Sejak awal yang bersangkutan sudah meminta. Nah, untuk kegiatannya apa saja, ini macam-macam kegiatannya. Jadi, untuk keperluan yang bersangkutan. Makanya dikumpulinnya di tenaga ahlinya," kata Asep dalam konferensi pers di KPK, Jakarta, Rabu (5/11/2025).
Baca juga: Gubri Abdul Wahid Jadi Tersangka, FKPMR Sampaikan Pernyataan Sikap Kasus Hukum Pemimpin Riau
Baca juga: Sebelum OTT di Riau, Warga Lihat Drone Terbang di Atas Rumah Pribadi Gubernur Abdul Wahid Malam Hari
Asep menjelaskan, beberapa negara tempat kegiatan itu, di antaranya Inggris, Brasil, dan Malaysia.
"Salah satu kegiatannya itu adalah pergi atau lawatan ke luar negeri, ke Inggris, ada juga ke Brasil. Yang terakhir itu mau ke Malaysia," ungkap Asep.
Sebagai informasi, KPK menetapkan Abdul Wahid sebagai tersangka kasus dugaan pemerasan terhadap para bawahannya di Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang, Perumahan, Kawasan Permukiman dan Pertanahan (PUPR PKPP) Riau.
Tak hanya Abdul Wahid, KPK juga menetapkan dua orang lainnya sebagai tersangka.
Mereka yakni, Kadis PUPR Riau M Arief Setiawan dan Tenaga Ahli Gubernur Riau Dani M Nursalam.
Para tersangka dijerat pasal 12e dan/atau pasal 12f dan/atau pasal 12B UU Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Minta Jatah Preman Rp 7 Miliar
Abdul Wahid diduga meminta 'jatah preman' sebesar 5 persen atau senilai Rp 7 miliar dari penambahan anggaran untuk Unit Pelaksana Teknis (UPT) Jalan dan Jembatan di Dinas PUPR PKPP Provinsi Riau.
'Jatah preman' adalah istilah yang merujuk pada praktik pemerasan atau pungutan liar yang dilakukan oleh pihak tertentu—baik individu maupun kelompok—terhadap instansi, proyek, atau masyarakat, biasanya dengan dalih keamanan atau pengaruh.
Hal ini diungkapkan oleh Wakil Ketua KPK, Johanis Tanak, dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (5/11/2025).
"KPK telah menetapkan tiga orang tersangka, yakni AW selaku Gubernur Riau, MAS selaku Kepala Dinas PUPR PKPP Riau, dan DAN selaku Tenaga Ahli Gubernur," kata Tanak.
Kronologi Permintaan 'Jatah Preman'
Tanak memaparkan, kasus ini bermula dari laporan masyarakat yang ditindaklanjuti oleh KPK.
Pada Mei 2025, terjadi pertemuan antara Sekretaris Dinas PUPR PKPP Riau, Ferry Yunanda (FRY), dengan enam Kepala UPT Wilayah I-VI.
Pertemuan itu membahas kesanggupan pemberian fee sebesar 2,5 persen untuk Gubernur Abdul Wahid.
Fee ini diminta atas penambahan anggaran 2025 untuk UPT Jalan dan Jembatan yang naik signifikan dari Rp 71,6 miliar menjadi Rp 177,4 miliar, atau bertambah Rp 106 miliar.
Ferry Yunanda kemudian melaporkan hasil pertemuan ini kepada Kepala Dinas PUPR PKPP, M Arief Setiawan (MAS).
"Namun, MAS yang merepresentasikan AW, justru meminta fee sebesar 5 persen atau setara Rp 7 miliar," jelas Tanak.
Permintaan ini disertai ancaman.
"Bagi yang tidak menuruti perintah tersebut, diancam dengan pencopotan ataupun mutasi dari jabatannya. Di kalangan Dinas PUPR PKPP Riau, permintaan ini dikenal dengan istilah 'jatah preman'," ungkap Tanak.
Para Kepala UPT dan Sekretaris Dinas akhirnya menyepakati permintaan 5 persen tersebut dan melaporkannya kembali kepada M Arief Setiawan dengan menggunakan bahasa kode "7 batang".
Menurut KPK, dari kesepakatan Rp 7 miliar itu, telah terjadi tiga kali setoran dengan total Rp 4,05 miliar yang dikumpulkan antara Juni hingga November 2025.
1. Juni 2025 (Rp 1,6 Miliar): Ferry Yunanda bertindak sebagai "pengepul" dari para Kepala UPT. Atas perintah M Arief Setiawan, uang itu dialirkan Rp 1 miliar kepada Abdul Wahid (melalui Tenaga Ahli Dani M Nursalam) dan Rp 600 juta kepada kerabat Arief.
2. Agustus 2025 (Rp 1,2 Miliar): Ferry kembali mengepul uang. Kali ini, uang didistribusikan untuk driver Arief (Rp 300 juta), proposal kegiatan (Rp 375 juta), dan disimpan Ferry (Rp 300 juta).
3. November 2025 (Rp 1,25 Miliar): Pengepul berganti ke Kepala UPT 3. Uang dialirkan Rp 450 juta untuk Abdul Wahid (melalui Arief) dan diduga Rp 800 juta diberikan langsung kepada Abdul Wahid.
Pemberian ketiga inilah yang memicu operasi tangkap tangan (OTT) KPK pada Senin, 3 November 2025.
Dalam operasi tersebut, tim KPK awalnya mengamankan M Arief Setiawan (Kadis PUPR), Ferry Yunanda (Sekdis PUPR), dan lima Kepala UPT.
Barang bukti uang tunai Rp 800 juta turut diamankan.
Tim KPK selanjutnya mencari Gubernur Abdul Wahid yang diduga bersembunyi.
"Tim KPK berhasil mengamankan AW di salah satu kafe di Riau," kata Tanak.
Secara paralel, tim lain menggeledah rumah Abdul Wahid di Jakarta Selatan dan kembali menemukan uang dalam pecahan asing (9 ribu poundsterling dan 3 ribu dolar AS) yang jika dikonversi setara Rp 800 juta.
Total barang bukti yang diamankan dari rangkaian OTT ini mencapai Rp 1,6 miliar.
Setelah pemeriksaan intensif, KPK menaikkan status perkara ke penyidikan dan menetapkan tiga tersangka:
1. Abdul Wahid (Gubernur Riau)
2. M Arief Setiawan(Kadis PUPR PKPP Riau)
3. Dani M Nursalam (Tenaga Ahli Gubernur Riau), yang sebelumnya dicari tim namun akhirnya menyerahkan diri ke Gedung Merah Putih.
Para tersangka disangkakan melanggar Pasal 12e dan/atau Pasal 12B Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
"Ketiga tersangka dilakukan penahanan untuk 20 hari pertama, terhitung sejak 4 November sampai 23 November 2025," ujar Tanak.
Abdul Wahid ditahan di Rutan Gedung ACLC KPK, sementara M Arief Setiawan dan Dani M Nursalam ditahan di Rutan Gedung Merah Putih KPK.
( Tribunpekanbaru.com )
| Gubri Abdul Wahid Jadi Tersangka, FKPMR Sampaikan Pernyataan Sikap Kasus Hukum Pemimpin Riau |
|
|---|
| Respon Ketum PKB Muhaimin Iskandar Usai Gubernur Riau Abdul Wahid Jadi Tersangka |
|
|---|
| Sebelum OTT di Riau, Warga Lihat Drone Terbang di Atas Rumah Pribadi Gubernur Abdul Wahid Malam Hari |
|
|---|
| KPK Kembali Ungkit Dosa Para Gubernur Riau Dari Masa ke Masa |
|
|---|
| Kode 7 Batang Terbongkar: Anak Buah Gubernur Riau Gadai Sertifikat Demi Jatah Preman Abdul Wahid |
|
|---|

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.