Gubernur Riau Jadi Tersangka KPK
Kode 7 Batang Terbongkar: Anak Buah Gubernur Riau Gadai Sertifikat Demi Jatah Preman Abdul Wahid
Namun, ketika Ferry Yunanda melaporkan hal ini kepada Kepala Dinas M Arief Setiawan permintaan itu dinaikkan.
Ringkasan Berita:
- Tanak memaparkan, kode "7 batang" merujuk pada kesepakatan fee sebesar 5 persen dari total penambahan anggaran, atau senilai Rp 7 miliar.
- Seluruh Kepala UPT dan Sekretaris Dinas kembali bertemu dan menyepakati besaran fee 5 persen atau Rp 7 miliar
- Ada Kepala UPT yang sampai menggadaikan sertifikatnya demi memperoleh uang setoran.
TRIBUNPEKANBARU.COM - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menguak praktik gelap di balik pengelolaan anggaran daerah.
Kali ini, sorotan tertuju pada Gubernur Riau, Abdul Wahid (AW), yang diduga terlibat dalam kasus pemerasan terkait pengalokasian tambahan dana di Dinas PUPR PKPP Provinsi Riau untuk Tahun Anggaran 2025.
Dari hasil penyelidikan, terungkap sebuah kode rahasia yang digunakan dalam komunikasi para pihak terkait “7 batang”, istilah yang ternyata mengacu pada nilai fee hasil kesepakatan dalam praktik tersebut.
Wakil Ketua KPK, Johanis Tanak, membeberkan bahwa sandi itu muncul dari rangkaian peristiwa yang terungkap melalui laporan masyarakat.
Dari situlah, benang merah dugaan pemerasan ini mulai terurai dan menyeret nama besar di lingkar kekuasaan Riau.
Kode "7 batang" digunakan oleh para pejabat Dinas PUPR PKPP Riau untuk melaporkan kesepakatan nilai fee kepada Kepala Dinas PUPR PKPP Riau, M Arief Setiawan (MAS).
"Hasil pertemuan tersebut kemudian dilaporkan kepada Kepala Dinas PUPR PKPP Riau (MAS) dengan menggunakan bahasa kode '7 batang'," kata Johanis Tanak dalam jumpa pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (5/11/2025).
Baca juga: Gubernur Riau Abdul Wahid Tersangka, Fraksi PKS : Cambuk Bagi Semua Pihak Untuk Berbenah
Baca juga: Gubri Abdul Wahid Sejak Awal Menjabat Sudah Minta Bawahan Ikuti Perintah, Mataharinya Cuma Satu
Penjelasan Kode "7 Batang"
Tanak memaparkan, kode "7 batang" merujuk pada kesepakatan fee sebesar 5 persen dari total penambahan anggaran, atau senilai Rp 7 miliar.
Permintaan ini, menurut KPK, awalnya bermula pada Mei 2025.
Saat itu, Sekretaris Dinas PUPR PKPP Riau, Ferry Yunanda (FRY), bertemu dengan enam Kepala UPT Jalan dan Jembatan untuk membahas fee 2,5 persen atas penambahan anggaran yang naik sebesar Rp 106 miliar (dari Rp 71,6 miliar menjadi Rp 177,4 miliar).
Namun, ketika Ferry Yunanda melaporkan hal ini kepada Kepala Dinas M Arief Setiawan permintaan itu dinaikkan.
"Saudara MAS yang merepresentasikan Saudara AW (Abdul Wahid), meminta fee sebesar 5 persen (Rp7 miliar)," jelas Tanak.
Permintaan tersebut, lanjut Tanak, disertai ancaman.
"Bagi yang tidak menuruti perintah tersebut, diancam dengan pencopotan ataupun mutasi dari jabatannya. Di kalangan Dinas PUPR PKPP Riau, permintaan ini dikenal dengan istilah 'jatah preman'," ungkapnya.
| KPK: Gubernur Riau Abdul Wahid Sudah Niat Minta 'Jatah Fee' ke Jajaran Sejak Awal Menjabat |
|
|---|
| OTT KPK di Riau Jerat Gubernur Abdul Wahid, Pakar: Roda Pemerintahan Harus Tetap Berjalan |
|
|---|
| Total Harta Arief Setiawan, Kepala Dinas PUPR Riau yang Diamankan KPK Bersama Gubernur Abdul Wahid |
|
|---|
| Gubernur Riau Abdul Wahid Dikabarkan Sudah Ditetapkan KPK Jadi Tersangka, Termasuk 2 Anak Buahnya |
|
|---|
| Sempat Dikhawatirkan Terdampak OTT KPK di Riau, Portal Jembatan Ujung Batu Rohul Akhirnya Dibuka |
|
|---|

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.