Pemko Pekanbaru
Super Hub Pemko Pekanbaru

Guru SDN 021 Tarai Bangun Soal Pungutan, DPRD Kampar Buka Ruang Bagi Orang Tua Buktikan Tuduhan

Antara kubu guru SD Negeri 021 Tarai Bangun Kecamatan Tambang terjadi pro kontra. Mereka saling silang pendapat menyikapi persoalan di sekolah. 

Penulis: Fernando Sihombing | Editor: Ariestia
FOTO/DOK
DEMO- Aksi demo orangtua dan murid SDN 021 Tarai Bangun Kabupaten Kampar 
Ringkasan Berita:
  • Guru terbelah menjadi kubu pro dan anti kepala sekolah, polemik memuncak setelah insiden viral guru membanting nasi kotak.
  • Orangtua siswa menyoroti pungutan liar, pemotongan dana PIP, nepotisme, dan ijazah lulusan 2025 yang belum dibagikan.
  • Komisi II DPRD membuka ruang aspirasi orangtua dan berencana memanggil Disdikpora untuk mencari solusi.

 

TRIBUNPEKANBARU.COM, KAMPAR - Antara kubu guru SD Negeri 021 Tarai Bangun Kecamatan Tambang terjadi pro kontra.

Mereka saling silang pendapat menyikapi persoalan di sekolah. 

Ketua Komisi II DPRD Kampar, Tony Hidayat mengungkap, pro kontra guru terhadap dugaan pelanggaran yang dituduhkan orangtua siswa terkuak dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) atau hearing, Senin (17/11/2025).

Hearing itu menghadirkan Dinas Pendidikan, Kepemudaan, dan Olahraga (Disdikpora) Kampar.

Selain itu para guru SDN 021 Tarai Bangun.

Baca juga: Masalah Ijazah Tak Dibahas, Hearing DPRD Kampar Malah Ungkap Seteru Antar Guru SDN 021 Tarai Bangun

Baca juga: Terungkap Usai Guru SD di Kampar Banting Nasi Kotak, Ombudsman Akan Usut Pemotongan PIP dan Pungutan

Menurut dia, guru terbelah menjadi kubu yang pro dan anti kepala sekolah.

Polemik antar guru sudah lama terjadi dan pecah saat seorang guru membanting kotak, Senin (10/11/2025).

"Makanan itu sebenarnya nggak ada masalah. Tapi disitulah pecahnya (seteru antar guru)," katanya kepada Tribunpekanbaru.com, Selasa (18/11/2025).

Video guru membanting nasi kotak itu viral.

Setelah itu, ratusan orangtua siswa berunjuk rasa pada Rabu (12/11/2025).

Akhirnya dua guru honorer dipecat dan Kepala Sekolah, Aspinawati Harahap mundur dari jatabannya.

Orangtua siswa dalam pertemuan fasilitasi unjuk rasa mengungkap sejumlah pelanggaran.

Selain ijazah, lainnya tentang dugaan pelanggaran dalam pungutan, nepotisme, dan arogansi. 

Pungutan tersebut antara lain iuran tanah timbun Rp50 ribu per orangtua dan biaya penghijauan sekolah Rp35 ribu per anak.

Selain itu pemotongan sebesar Rp50 ribu terhadap penerima Program Indonesia Pintar (PIP). 

Berikutnya pungutan membeli buku Tes Kemampuan Akademik (TKA).

Termasuk pembayaran uang masuk sekolah yang tidak transparan karena tanpa bukti kuitansi. Nominal uang masuk sekolah juga berbeda antar siswa.

Tony mengatakan, salah satu kubu guru menyatakan pungutan tersebut tidak pernah terbukti.

"Pungutan itu tiap tahun dipersoalkan. Tapi nggak pernah terbukti," katanya. 

Setelah hearing dengan guru, Komisi II akan membuka ruang bagi orangtua siswa untuk menyampaikan aspirasinya.

Ia mengaku menerima surat pemberitahuan dari orangtua siswa.

"Surat itu menyebutkan akan menyampaikan fakta-fakta," katanya.

Menurut dia, fakta itu bisa saja tentang beberapa persoalan yang diungkap. 

Mungkin termasuk masalah ijazah lulusan 2025 yang belum dibagikan. 

Ia mengatakan, Komisi II kembali akan memanggil Disdikpora setelah menerima aspirasi orangtua siswa.

Pemanggilan Disdikpora untuk merumuskan langkah penyelesaian polemik di SDN 022 Tarai Bangun. (Tribunpekanbaru.com/Fernando Sihombing)

 

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved